Rabu, 30 November 2011

,

[Fan Fiction] "PAPER BIRDS" Part 3

Back again^^
Maaf kalo ada yang bosen sama aku ._.v
Gag ada maksud, cuma mau ngepost FF iseng - isengku kok^^V
Yang nyempetin baca makasih ajah :)
Ah, iyah.. please don't copy paste my FF
Walau jelek tapi ini kerja kerasku :D
Let's check this out -->

Cast :
Park Hyun Ra
Jeon Jihwan
Park Hyunchul
Jin Hyunjin
dsb^^




               “Perkembangan kakimu cukup bagus. Keseimbanganmu juga sudah mulai terlihat walaupun masih sedikit kaku.” Kata Dokter yang bertanggung jawab akan terapi terapi Hyun Ra. Dia sedang mencatat di beberapa hal pada sebuah kertas hasil terapi.
                “Benarkah Dokter? Berapa lama lagi aku bisa berjalan?” Tanya Hyun Ra dengan wajah antusiasnya. Kali ini Hyun Ra tidak memakai skruk. Dia memakai kursi roda saat melakukan terapi.
                “Selama kau bersemangat dan terus seperti ini, maka kau bisa berjalan lagi kurang dari sebulan. Tapi untuk pemulihan total memang diperlukan waktu sebulan lebih. Sekarang lebih baik.” Dokter itu tersenyum pada Hyun Ra yang terlihat begitu bersemangat.
                “Terima kasih Dok. Aku janji akan terus bersemangat menjalani terapi ini.”
                “Baguslah, terapi hari ini selesai yah. Nah tuan Jeon Jihwan sekarang giliranmu untuk membawanya meninggalkan ruang terapi ini.” Dokter itu menoleh kearah Jihwan yang sedang berdiri memperhatikan Hyun Ra terapi dengan tangan terlipat.
                “Eh? Baiklah Dokter Lee. Terima kasih untuk hari ini.” Jay mendekati Hyun Ra. Mendorong kursi rodanya keluar dari ruangan terapi.
                “Jihwannie.” Panggil dokter itu sesaat sebelum Jihwan meninggalkan ruangan terapi.
                “Iyah, ada apa Dokter Lee?” Jihwan menoleh ka arah dokter Lee. Hyun Ra juga melakukan hal yang sama walaupun namanya tak dipanggil.
                “Bagaimana dengan kondisimu? Kau harus menjaga kesehatanmu dengan baik. Jangan memaksakan dirimu karena hal itu bisa berakibat fatal.”
                Jihwan diam, raut wajahnya berubah saat Dokter Lee mengatakan hal itu padanya. Dia menundukkan kepalanya dan mendorong kupluk merah yang menutupi kepalanya kebawah sampai atas matanya.
                “Jangan khawatir Dokter Lee. Tidak akan terjadi sesuatu yang fatal terhadapku. Aku baik – baik saja.” Jihwan menatap Dokter Lee sambil tersenyum. “Aku dan Hyun Ra permisi dulu.” Kemudian Jihwan mendorong kursi roda Hyun Ra keluar dari ruangan terapi.
                “Maksud Dokter Lee itu apa? Dia bilang jika kau memaksakan dirimu maka akan berakibat fatal. Apa maksudnya? Kau juga pasien di Rumah sakit ini khan Jihwan? Kau sakit apa?” Hyun Ra memborbardir begitu banyak pertanyaan kepada Jihwan.
                Namun Jihwan masih bergeming. Dia menutup mulutnya dan tak bermaksud untuk menjawab semua pertanyaan Hyun Ra. Walaupun keakraban sudah terjalin erat diantara mereka berdua, namun untuk hal yang satu itu Jihwan masih belum bisa membuka mulutnya. Belum saatnya bagi Hyun Ra untuk mengetahuinya.
                “Jihwannie~~” Sahut Hyun Ra gemas.
                “Aku tidak apa – apa Hyun Ra, kau tenang saja. Dokter Lee hanya terlalu melebih – lebihkan perkataannya padaku. Tidak sesuatu hal yang serius menimpaku. Kau tenang saja.” Jawab Jihwan dengan nada suara lembut.
                “Benarkah? Kau tidak membohongiku khan?
                “Yah.. Mungkin nanti aku akan menceritakan semuanya kepadamu. Tapi tidak untuk saat ini.”
                “Kalau begitu aku akan menunggunya sampai kau mau bercerita kepadaku.”
                Semenjak pembicaraan tak mengenakkan itu, mereka berdua sama – sama diam. Tidak ada yang mau membuka mulutnya untuk memulai pembicaraan baru. Jihwan juga yang biasanya seolah tak pernah kehabisan topic pembicaraan itu malah menjadi diam. Pembicaraan itu membuatnya hatinya mencelos dan dia berusaha untuk meyakinkan dirinya bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
                “Park Hyun Ra….”
                Jihwan menghentikan mendorong kursi roda Hyun Ra saat mendengar ada seseorang memanggil nama Hyun Ra. Hyun Ra dan Jihwan menatap seseorang yang berada dihadapan mereka saat ini. Sosok namja tampan dan tinggi itu berdiri dengan wajah tersenyum sambil membawakan buket bunga mawar pada tangannya.
                “Hyun.. Hyun Jin….” Suara Hyun Ra tercekat begitu melihat sosok namja dihadapannya itu.
                Namja itu tersenyum manis, kemudian dia mendekati Hyun Ra dan berjongkok di hadapannya sambil memberikan buket bunga ditangannya itu kepada Hyun Ra.
“Untukmu.”
                “Eh? Gomawo Hyun Jin-ah.” Hyun Ra menerima bunga itu dari tangan Hyunjin. Perasaan yang lama dirindukannya itu entah kenapa kembali mucul dari hatinya. Hyun Ra menatap wajah Hyun Jin dihadapannya itu lama.
                Jihwan yang kini dianggap seolah ‘tidak ada’ oleh mereka berdua itu merasa tidak nyaman akan keadaan yang seperti  ini.
                “Kalau kalian ingin lovey dovey aku akan pergi dari sini.” Sindir Jihwan dingin yang membuat tatapan mereka berdua beralih kea rah Jihwan yang berada dibelakang Hyun Ra. Dia berdiri menatap mereka berdua dengan wajah datar.
                “Ahh mian Jihwannie, aku melupakan keberadaanmu. Perkenalkan ini te.. manku.” Kata Hyun Ra ragu saat dia mengatakan kata ‘teman’ yang diperuntukkan buat Hyun Jin. Namun Hyun Jin malah tak ambil pusing dengan hal itu.
                Hyun Jin berdiri dan menatap Jihwan dengan wajah tersenyum. Namun Jihwan malah sebaliknya. Dia yang biasanya selalu tak lepas dari senyuman itu mendadak menghilangkan senyuman itu dari wajahnya dan berganti dengan wajah datar tanpa ekspresi.
                “Jin Hyun Jin. Terkadang teman – temanku memanggilku Zin.” Hyun Jin mengulurkan tangannya kepada Jihwan.
               
“Jeon Jihwan. Kau bisa panggil aku Jay atau terserah kau mau memanggilku apa.” Ucap Jay membalas uluran tangan Hyun Jin yang awalnya tadi sempat ditolaknya uluran tangan itu.
                “Hyun Ra-ya, bisakah kita berbicara?” Pinta Hyun Jin yang setelah intermezzo perkenalannya dengan Jihwan berakhir dia lalu memfokuskan tatapannya kepada Hyun Ra.
                “Bicara?”
                “Iyah, bisakah kita berbicara? Cuma 4 mata.” Kata Hyun Jin sambil melirik ka arah Jihwan yang raut wajahnya masih saja datar.
                “Aku pergi Hyun Ra, kau berbicaralah dulu dengan Hyun Jin. Aku tak ingin mengganggu privasi kalian” Kata yang Jihwan dengan sadar diri meninggalkan Hyun Ra dan juga Hyun Jin berdua. Membiarkan mereka berbicara secara empat mata.
                “Jadi, bagaimana keadaanmu sekarang?” Tanya Hyun Jin sembari mendorong kursi roda Hyun Ra menuju taman rumah sakit. Mereka berdua mengobrol dengan kaku. Itu wajar karena mereka sudah lumayan lama tidak bertemu. Mungkin hampir sebulan lamanya mereka lost contact.
                “Sudah jauh lebih baik semenjak kecelakaan itu. dan sekarang untuk memulihkan kondisi kakiku aku juga mulai rajin mengikuti terapi.”
                “Benarkah?”
               “Iyah, aku tak ingin terus – terusan menyalahkan keadaan yang dulu terjadi. Aku harus bangkit dari keterpurukanku. Jihwan yang membuatku tersadar akan hal ini.” Sahut Hyun Ra dengan wajah berseri – seri.
                “Jihwan?” Mendengar Hyun Ra menyebut nama Jihwan ada perasaan tak suka yang menghampiri hati Hyun Jin. “Dia yang membuatmu berseri  - seri seperti ini?” Tanya Hyun Jin dengan suara datar.
                “Mianhae Hyun Jin-ah, aku tak bermaksud mengatakannya. Namun apa yang terjadi kemarin adalah sebuah pelajaran yang berharga bagiku. Dan dialah yang membuatku tersadar.”
                Hyun Jin berhenti mendorong kursi roda Hyun Ra. Dia menghadap Hyun Ra dan menatap mata teduh milik Hyun Ra. Mata yang selalu membuat hatinya tak berhenti berdegup dengan kencang. Namun entah kenapa mata itu kini tak mampu membuat sensasi yang sama seperti dulu. Rasanya berbeda dari dulu. Dan Hyun Jin memang sudah menyadarinya... lama.
                “Maafkan aku Hyun Ra jika di saat – saat tersulitmu aku tak bisa berada disisimu untuk menjadi penopang seluruh keluh kesahmu. Maafkan aku jika selama ini aku tak mampu membuatmu bahagia. Maafkan aku jika selama ini aku tak mampu menjadi seorang namja chingumu yang baik. Maafkan aku.. Maaf..” Ucap Hyun Jin dengan suara parau sambil menundukkan wajahnya. Rasa penyesalan terus menghatuinya dan itu membuatnya sangat tersiksa.
                “Hyun Jin-ah..”
Hyun Ra mengangkat kepala Hyun Jin yang tertunduk itu. Dia lalu membiarkan mata mereka berdua saling bertemu lagi. Hyun Ra mengusap wajah Zin perlahan.  Wajah yang begitu dikaguminya, tatapan mata yang mampu membuat hati Hyun Ra bergetar, senyum yang  mampu membuat wajah Hyun Ra menjadi memerah seperti kepiting rebus. Namun sepertinya semua itu terasa begitu berbeda saat ini. Entah kenapa perasaan miliknya terlihat begitu tenang. Tidak seperti dulu yang begitu menggebu – gebu ingin terlihat sempurna dihadapannya.
                “Berbahagialah dengan Chae Rin.” Kata Hyun Ra yang sontak membuat raut wajah Hyun Jin berubah seketika begitu Hyun Ra mengatakannya.
                “Hyun… Hyun Ra-ya…” Suara Zin masih bergetar, wajahnya tetap tak berubah.. Wajah yang dipenuhi dengan rasa keterkejutan. Hyun Ra tau mengenai Chae Rin.
                “Bukankah kau menemuiku kemari  untuk mengatakan tentang hubunganmu dengan Chae Rin bukan? Apa kau pikir sikapku yang diam dulu kala kau menatap Chae Rin dengan tatapan berbeda itu tak pernah kusadari? Aku menyadarinya dari awal sejak pertemuanmu dengan Chae Rin. Tatapan matamu sejak itu sudah bukan milikku lagi. Tapi miliknya yang diam – diam kau kagumi itu.” Jelas Hyun Ra dengan suara bergetar menahan tangis.
“Maafkan aku.. Maaf karena aku tak bisa menjadi sesosok orang yang mampu membuatmu bahagia, maaf jika aku mengkhianatimu, maaf jikaaa….” Kata – kata Zin terhenti kala dia melihat Hyun Ra menempelkan telunjuknya ke bibirnya.
“Cukup, aku tak ingin mendengar maaf itu darimu lagi. Aku memaafkanmu, aku mengikhlaskanmu bersamanya. Kau tak bersalah, akulah yang bersalah karena aku tak mampu membuat hatimu untuk tetap bersamaku. Terima kasih untuk segala yang kau berikan untukku selama ini. Aku menikmati hidupku bersamamu selama beberapa saat. Walau hubungan kita tak seperti dulu lagi, aku harap hubungan pertemanan kita tetap tak berubah. Aku menyayangimu Hyun Jin.. Oppa.” Hyun Ra menatap Hyun Jin lembut, dia kemudian mengecup kening Hyun Jin pelan.
“Eh? Hyun Ra…” Hyun Jin mengusap keningnya perlahan.
“Kecupan terakhirku sebagai kekasihmu.” Kata Hyun Ra sambil tersenyum dan kemudian dia mengerlingkan sebelah matanya. Dia ingin terlihat tegar dihadapan Hyun Jin
“Terima kasih atas segalanya.” Hyun Jin berdiri, kemudian dia juga mengecup kening Hyun Ra lembut. “Maaf juga atas kesalahanku.” Lanjutnya dengan wajah yang terlihat masih ada guratan penyesalan di dalamnya.
“Gwencahana” Hyun Ra menjawab dengan senyuman.
“Baiklah, aku antar kau ke dalam”  Kata Hyun Jin yang bermaksud  hendak mendorong kursi roda Hyun Ra, namun tiba – tiba tangan Hyun Jin disikut oleh seseorang yang entah kenapa sudah berada di dekatnya.
“Biar aku saja yang mengantarnya ke dalam.”  Ujar sebuah suara yang sontak membuat mereka berdua menoleh..
“Jihwannie.” Hyun Ra menatap wajah Jihwan yang masih dengan ekspresi yang sama. Yaitu wajah datar.
Jihwan balas menatap Hyun Ra sekilas dan kemudian menghampirinya, “Aku yang akan mengantar Hyun Ra masuk. Jika urusanmu dengan Hyun Ra sudah selesai, maka aku akan membawanya.” Ucap Jihwan kepada Hyun Jin.
Hyun Jin tertawa kecil saat mendengar perkataan Jihwan yang terkesan begitu dingin dan posesif itu.
“Baiklah, urusanku dengan Hyun Ra memang sudah selesai. Aku akan pergi. Dan kau Jeon Jihwan, kuharap kau bisa membuatnya tetap tersenyum dan semangat seperti saat ini.” Hyun Jin melambaikan tangannya tanpa menatap ke arah Hyun Ra dan juga Jihwan. Dan mereka berdua hanya mampu menatap kepergian Hyun Jin yang sekarang sudah tak tampak lagi dari penglihatan mata mereka.
“Gwenchana?” Tanya Jihwan begitu mereka saling berhadapan.
Tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir Hyun Ra. Yeoja dihadapannya itu hanya tersenyum sambil menatap lekat wajah Jihwan.  Jihwan hanya diam. Dia mengerti apa yang Hyun Ra inginkan saat ini.
“Kali ini kau boleh menangis.” Ucap Jihwan sedikit dingin namun terdengar begitu lembut bagi Hyun Ra. “Dia sudah pergi, kau boleh menangis sekarang.”
Hyun Ra menatap Namja dihadapannya itu. Bahkan sebelum Hyun Ra memintanyapun Jihwan sudah memintanya untuk menangis. Jihwan mengerti apa yang Hyun Ra inginkan walaupun tanpa mengatakannya sedikitpun. Jihwan mengerti. Hyun Ra menggigit bibir bawahnya kuat – kuat. Berusaha untuk menahan tangisannya lama lagi. Namun dia tak bisa. Rasanya sesak sekali jika terus tertahan. Dia lalu menarik baju Jihwan sehingga membuat jarak tubuhnya dengan Jihwan semakin dekat.
Cairan bening itu akhirnya meleleh juga dan membasahi pipi Hyun Ra. Akhirnya pertahannya runtuh juga di pelukan Jihwan.
“Maaf kalau aku menangis lagi dihadapanmu, maaf kalau aku selalu merepotkanmu. Kali ini saja, izinkan aku menangis lagi di pelukmu. Setelah kejadian ini, aku tak akan menangis lagi.” Kata Hyun Ra dengan suara yang bergetar.
 “Aku tau sekuat apapun kau bersikap tegar namun kau bisa saja rapuh kapanpun. Seperti saat ini. Kau mampu menyembunyikan rasa sakitmu dihadapannya. Namun kau tak bisa menyembunyikannya dariku. Karena aku tau kamu yang seperti ini. menangislah Hyun Ra.. Menangislah sampai kau merasa beban hatimu terbagi sedikit kepadaku.” Jihwan balas memeluk Hyun Ra. Dia ingin Hyun Ra menjadi jauh lebih kuat dari sebelumnya.

@@@@@

                “Tanpa perlu kau bilang padaku, aku sudah sadar kalau Hyun Jin itu adalah seseorang yang special buatmu. Iya khan?” Tanya Jihwan yang secara spontan dibalas anggukan oleh Hyun Ra.
               “Yah, dialah orang yang special untukku dulu.” Ucapnya sambil menatap kosong minuman kaleng yang dipegangnya.
                Mereka berdua kini berada di tempat awal mereka berkenalan. Yaitu di bangku dekat mesin minuman otomatis. Sejak keadaan Hyun Ra sedikit lebih tenang tadi setelah menangis dia memutuskan untuk menceritakannya kepada Jihwan.
                “Hyun Jin itu sosok yang selalu kukagumi. Dia seniorku dari klub basket cowok. Dia kapten dan pemain andalan sekolah. Kami berkenalan karena kami sama – sama memiliki kegemaran yang sama yaitu basket. Dari situlah hubungan kami dimulai. Berawal dari hubungan anatar senior dan Junior lalu meningkat menjadi hubungan kekasih. Entah siapa yang memulainya. Namun dulu kami berdua pernah berjanji jika SMA kami berhasil menjadi juara regional basket tingkat SMA maka dia akan mengatakan sesuatu hal padaku. Akupun juga demikian. Dan ternyata sekolah kami berhasil menjadi juara basket tingkat SMA cowok dan cewek di tahun yang sama. Tak kusangka ternyata Hyun Jin Oppa menyatakan perasaannya padaku. Akupun tak bisa memungkiri bahwa aku memiliki perasaan itu untuknya. Akhirnya kami jadian.”
                Hyun Ra menghentikan ceritanya sejenak. Dia meneguk minuman kaleng yang berada di tangannya. Dia menatap Jihwan yang sedang menatap langit – langit. Walau Jihwan terlihat begitu acuh namun Hyun Ra tau jika Jihwan mendengarkan ceritanya dan sangat perduli terhadapanya. Hyun mendesah pelan. Dia bersemangat untuk melanjutkan ceritanya.
                “Hubungan kami berjalan dengan lancar hingga suatu ketika seseorang itu hadir di dalam kehidupan kami berdua. Yah, dia manajer baru di klup basket cowok. Cewek yang ceria itu ternyata  tak kusangka mampu memikat hati Hyun Jin. Yah, dialah Chae Rin. Aku menyadari ada sesuatu yang tidak beres saat Hyun Jin menatap Chae Rin, tatapan yang sunnguh berbeda. Sejak itu aku sadar jika Hyun Jin sudah tak mampu aku miliki lagi.”
                “Lalu?” Tanya Jihwan datar. Dia mulai tertarik dengan cerita cinta diantara Hyun Jin, Hyun Ra, dan sosok seorang Chae RIn itu. Padahal tadi dia merasa ogah – ogahan mendengar cerita itu.
                “Aku pura – pura tak menyadarinya. Aku berusaha untuk tak menerima kenyataan itu. Hingga saat pertandingan nasional final basket cewek antar SMA itu aku melihat mereka berdua berada di bangku penonton sambil berpegangan tangan. Hatiku terasa mencelos begitu melihatnya. Dan tanpa aku sadari tiba - tiba kakiku di jegal oleh pemain lawan hingga sekarang aku berada di tempat ini. Dan semuanya berakhir.” Ucap Hyun Ra sambil tersenyum kaku kea rah Jihwan.
                “Sudah cukup Hyun Ra, aku tak ingin mendengarnya lagi. Aku sudah cukup mendengarnya.” Jihwan yang menyadari perubahan ekspresi Hyun Ra itu merasa jika dia terus – terusan bercerita tentang masa lalunya maka Hyun Ra akan terus membuka luka lama itu dan bisa saja sulit bagi Hyun Ra untuk kembali menutupnya rapat – rapat.
                Hyun Ra diam dan mengikuti keinginan Jihwan untuk berhenti menceritakan masa lalu itu kepada Jihwan. Matanya mendadak terasa panas dan entah kenapa air mata itu bersiap – siap untuk kembali jatuh. Hyun Ra menunduk. Dia tak ingin menangis lagi. Dia sudah berjanji pada Jihwan.  
“Untukmu.” Kata Jihwan sambil menyerahkan sesuatu di atas telapak tangan Hyun Ra.
“Eh? Burung kertas? Bukankah tadi pagi kau sudah memberikannya untukku? Tapi kenapa sekarang kau berikan lagi?” Hyun Ra mengusap air matanya perlahan dan menatap Jihwan dengan wajah bingung.
                Jihwan menatap langit – langit, matanya menerawang jauh. Entah apa yang sedang ada di pikirannya saat ini. Jihwan sepertinya tak sanggup melihat air mata Hyun Ra berlinang lagi.
 “Burung kertas itu akan menggantikan kesedihanmu saat ini dengan semangat yang baru. Relakan dia yang telah pergi, akan ada seseorang yang akan menggantikan posisinya di hatimu kelak. Entah aku tak tau siapa, tapi yang jelas orang paling beruntung itu tidak akan membuatmu sedih seperti ini lagi. Bersemangatlah.” Kata Jihwan dengan tatapan mata yang teduh, dia tersenyum seraya membelai rambut Hyun Ra lembut.
 “DEG.. DEG.. DEG..” Jantung Hyun Ra berdetak semakin kencang saat Jihwan mengatakan hal itu, dia kemudian menunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya yang mulai bersemu. Hyun Ra berpura – pura menatap burung kertas itu di tangannya. Entah Jihwan sadar atau tidak tapi Hyun Ra senang saat Jihwan mengatakan itu padanya.
 ‘Orang beruntung itu…. Kamu.’


--To be continued--

0 comments:

Posting Komentar