Maaf kalo ada yang bosen sama aku ._.v
Gag ada maksud, cuma mau ngepost FF iseng - isengku kok^^V
Yang nyempetin baca makasih ajah :)
Ah, iyah.. please don't copy paste my FF
Walau jelek tapi ini kerja kerasku :D
Let's check this out -->
Cast :
Park Hyun RaJeon JihwanPark HyunchulJin Hyunjindsb^^
Fiuuuhhhhh………
Desiran semilir
angin membelai rambut Hyun Ra perlahan, dia menatap hampa pemandangan
rerumputan di luar dari tepi jendela
yang didudukinya dengan pandangan kosong. Hyun Ra memejamkan matanya, kemudian
dia menatap langit biru yang terlihat jelas di atas sana. Ada sunggingan senyum
tipis yang menghiasi wajah pucatnya.
‘Apakah di dunia
sana jauh lebih indah dari pada disini? Apakah disana aku bisa bahagia tanpa
harus memikul beban berat ini?’
Hyun Ra bergumam
tak jelas. Tanpa sadar, cairan bening itu menetes perlahan.. Dia lalu menatap
kebawah dari lantai enam kamarnya dan melihat rerumputan hijau dan pepohonan
bergoyang – goyang tertiup angin.
“Eomma.. Appa..
Oppa…. Mianhamnida~”
Hyun Ra berbisik dengan suara bergetar. Dia
kemudian mencoba untuk berdiri, lalu memegang erat tepi pinggir jendela. Ditatapnya
lagi pemandangan dibawah sana dengan senyum samar. Jarinya yang bergetar dan
memegang tepi jendela tiba – tiba terlepas satu persatu. Hyun Ra memejaman
matanya, membiarkan tubuh rapuhnya itu meluncur dan terhempas ke bawah. Mungkin
setelah itu jiwanya sudah terangkat ke atas langit. Namun ternyata tubuh Hyun
Ra tertahan oleh sesuatu.
Hyun Ra membuka
matanya dan mendongakkan kepalanya keatas. Dilihatnya seorang Namja dengan
memakai kupluk berwarna merah sedang menahan tubuhnya dengan cara memegangi
pergelangan tangannya kuat sembari berusaha untuk menarik tubuh Hyun Ra masuk
ke dalam kamar.
“Ka.. kau…
siapa?” Tanya Hyun Ra dengan nada suara terbata – bata.
“Apa di saat
seperti ini begitu penting menjawab pertanyaanmu? Diamlah, aku akan menarikmu
kedalam.” Ucap Namja itu pada Hyun Ra.
Hyun Ra diam
sesaat lalu dia memberontak dan berusaha untuk melepaskan pegangan tangan dari
namja itu dengan cara menggoyangkan tubuhnya dengan sekuat tenaga.
“Lepaskan aku…
lepaskan aku… aku ingin mati..”
“JANGAN
BERCANDA, AKU TAK AKAN PERNAH MEMBIARKANMU MATI KONYOL SEPERTI INI.”
“APA YANG AKU
LAKUKAN BUKAN URUSANMU, LEPASKAN AKU DAN BIARKAN AKU MATI !!”
Namja itu sama
sekali tidak mengindahkan teriakan Hyun Ra. Dia masih berusaha mengangkat Hyun
Ra masuk kembali ke kamarnya.
“JANGAN KERAS
KEPALA. KALAU MASALAH NYAWA ITU JUGA MENJADI URUSANKU. AKU TAK AKAN
MELEPASKANMU SEBELUM AKU BERHASIL MENYELAMATKANMU DARI SITU.”
Mendengar teriakan namja misterius itu Hyun Ra
kemudian terlihat begitu tenang, dia tidak kembali memberontak. Dia juga
membiarkan Namja itu menarik tubuhnya kedalam kamarnya kembali. Setelah
beberapa menit akhirnya perjuangan Namja itu menarik Hyun Ra berhasil. Dia
memegang kedua lengan Hyun Ra erat mengingat dia sadar jika kaki Kiri Hyun Ra
sedang di Gips.
“Gwenchana?”
Tanya namja itu pada Hyun Ra yang masih menunduk. Dia mengguncang – guncangkan
kedua lengan Hyun Ra pelan. “Aku akan membawamu ke tempat tidurmu.”
Hyun Ra tak
menjawab, dia tetap menundukkan kepalanya. Berakhir sudah keinginannya untuk
mengakhiri hidupnya sendiri dengan cara melompat dari kamarnya yang terletak di
lantai. Berakhir..
“Kenapa? Kenapa?
Kenapa kau malah menolongku dan membiarkan aku hidup? KENAPA??”
Sang namja yang
mendengar itu hanya diam, dia menatap sosok gadis dihadapannya miris. Miris
kenapa dia sampai berani melakukan hal konyol seperti tadi. Miris karena
baginya gadis dihadapannya terlihat begitu rapuh dan putus asa.
“KAU TIDAK TAU BETAPA MENDERITANYA AKU
MENGHADAPI SEMUA INI. KAU TIDAK TAU BETAPA TERSIKSANYA AKU. KAU TIDAK TAU
BETAPA AKU BENC I MEMIKUL BEBAN SIALAN INI. AKU KEHILANGAN SESUATU YANG
BERHARGA DALAM HIDUPKU……. DAN KAU TIDAK TAU BAGAIMANA RASANYA…” Hyun Ra mulai
terisak, dia menarik baju namja di hadapannya itu erat dan spontan membenamkan
kepalanya di dada namja yang belum dikenalnya. Dia menangis dengan sangat
hebat.
Sedangkan namja
itu tak bereaksi apapun saat Hyun Ra menangis dipelukannya. Dia hanya diam dan
membiarkannya mengeluarkan sedikit demi sedikit beban yang memikul pundaknya.
Dia memang tak tau seperti apa beban yang dipikul gadis itu, dia memang tidak
tau dan tidak mengerti. Namun mengakhiri hidup tanpa campur tangan tuhan itu
sama sekali tidak bisa dia biarkan.
@@@@@
“Hyun Ra-ah,
sudah bangun?” Suara lembut itu begitu Hyun Ra hafal, dia membuka matanya dan
kemudian wajah sosok Eommanya muncul di depan matanya.
“Eomma….”
“Iyah sayang,
kau tidak apa – apa? Bagaimana keadaanmu?” Tanya Eomma sambil membelai rambut Hyun Ra lembut.
“Hyun Ra ada
dimana?” Tanya Hyun Ra dengan kepala sedikit pening. Dia mengedarkan
pandangannya keseluruh ruangan.
“Kau ada di
rumah sakit sayang. Kau ada di kamar inap.” Jawab Eommanya lembut.
“Dimana? Dimana
namja itu?” Tanya Hyun Ra tiba – tiba begitu kesadarannya mulai pulih benar.
Kejadian itu mendadak memenuhi pikirannya.
“Namja siapa?
Oppamu? Dia semalam menungguimu yang terlelap tidur. Kau tidur lama sekali.
Dari Eomma menjengukmu kemarin sore sampai sekarang baru bangun. Apa kau lelah?”
Tanya Eomma pada Hyun Ra.
“Ahh… anni Eomma.”
Hyun Ra mengelak. Sebenarnya buka Hyun Chul Oppa yang dia maksud. Tapi namja
berkupluk merah yang kemarin telah menghentikan rencana bunuh diri. Namja yang
sudah membiarkan Hyun Ra menangis di pelukannya walaupun dia tidak mengenal
siapa Hyun Ra. Hyun Ra berusaha untuk mengingat semua yang terjadi. Namun hanya
sedikit yang diingatnya.
‘Apa mungkin
hanya mimpi?’
“Makanlah Nak..
Eomma mohon padamu..” Kata Eomma yang membuat lamunan Hyun Ra tentang namja misterius
itu buyar. Hyun Ra lalu menatap Eommanya itu. Tatapan memohon dari seorang ibu
kepada anaknya. Hyun Ra akhirnya mengalah, keegoisannya ternyata sudah membuat
orang – orang yang disayanginya malah tambah mengkhawatirkan dirinya. Dia makan
bubur itu walaupun dia sama sekali tidak berminat. Setelah selesai memakan
buburnya dia melihat Eommanya sudah bangkit dari tempat duduknya.
“Eomma pamit
pulang dulu, eomma senang akhirnya kau makan. Nanti Eomma bakal datang bersama
Hyun Chul dan juga Appa. Eomma sayang Hyun Ra.” Eomma membelai Hyun Ra lembut
kemudian mengecup kening Hyun Ra. Setelah itu beliau keluar dari kamar inap
Hyun Ra.
Setelah Eomma
pergi, Hyun Ra menatap ke sekeliling kamar yang terlihat begitu menoton
baginya. Sepertinya rasa bosan mulai menyelimutinya. Tak ada yang dilakukannya
saat ini. bahkan acara TVpun sama sekali tak ada yang menarik perhatiannya. Karena
kebosanan itu kemudian dia bangkit dari tempat tidurnya, mengambil skruk dan
berjalan keluar untuk berkeliling rumah sakit hanya sekedar penghilang rasa
bosan.
Hyun Ra berjalan
tertatih di sepanjang koridor rumah sakit. Matanya diedarkan keseluruh penjuru
rumah sakit. Sambil berjalan – jalan dia juga ingin mencari namja misterius
itu. Namja yang sudah menolongnya. Saat dia sampai di sebuah ruang instalasi
khusus anak – anak, dilihatnya sebuah kupluk berwarna merah yang sangat khas
baginya. Hyun Ra berhenti dan menajamkan penglihatannya kea rah suatu objek
itu. Seorang namja sedang melakukan poppin dance di hadapan para pasien anak –
anak tersebut. Anak – anak itu menatapnya kagum dan memberikan applause yang
meriah kepadanya.
“Dia…..”
“Euhmm.. suster.” Panggil Hyun Ra saat melihat
seorang suster melewatinya.
“Iya, ada yang
bisa saya bantu?”
“Itu.. namja
yang berada di dalam ruang instalasi khusus anak – anak itu siapa? Itu lho, yang
memakai kupluk berwarna merah itu.” Hyun Ra menunjuk kea rah namja yang
dimaksudnya untuk memperjelas pertanyaannya.
“Ouh itu, dia
itu anak dari kepala rumah sakit disini. Namanya Jeon Jihwan. Dia juga pasien
di rumah sakit ini. Anaknya baik sekali seperti direktur dan sangat terkenal di
kalangan penghuni rumah sakit ini. Setiap pagi rutinitas yang dilakukannya
adalah pergi ke ruang instalasi anak – anak untuk menghibur mereka. Bahkan
terkadang dia membawakan makanan atau hadiah untuk mereka.” Jelas suster itu
sambil menatap kagum namja yang bernama Jihwan itu dengan sebuah senyuman.
“Tunggu, anda
bilang dia pasien di rumah sakit ini khan? Apa dia sakit? Kalau boleh tau dia
sakit apa yah??”
Begitu
pertanyaan runtut itu muncul dari bibir
Hyun Ra, entah kenapa raut wajah suster itu mendadak berubah.
“Eh? Untuk itu… Maaf,
saya tidak bisa mengatakannya karena masalah mengenai itu adalah privasi dari
pasien. Dan kami tak berhak mengatakan apapun tanpa seizin pasien itu sendiri. Maafkan
saya.” Ucapnya dengan suara terbata - bata sambil membungkukkan badan dan
kemudian pergi berlalu.
Hyun Ra menatap
punggung suster itu dengan wajah bingung. Sepertinya ada sesuatu yang
disembunyikan mengenai sosok seorang Jeon Jihwan. Dan rasa penasaran Hyun Ra
terhadap namja itu semakin bertambah. Hyun Ra memperhatikan namja itu lekat,
setelah melakukan poppin dance itu dia malah membacakan cerita untuk mereka
semua dengan mimik muka yang menghibur. Hyun Ra menatap Jeon Jihwan lama. Lalu
entah kenapa sebuah sunggingan senyum meluncur dari bibirnya.
‘ Dia terlihat seperti
seorang malaikat….’
@@@@@
Hyun Ra kembali
berjalan – jalan mengelilingi rumah sakit. Tadinya saat dia melihat namja berkupluk
merah bernama Jihwan itu, Hyun Ra ingin sekali menemuinya. Namun niat itu urung
dilakukan karena melihat Jihwan sedang asyik menghibur anak – anak di instalasi
itu. Jadilah dia tidak tega mengganggunya. Awalnya dia ingin kembali ke
kamarnya untuk istirahat. Memakai skruk ternyata sungguh merepotkan baginya.
Hanya berjalan sebentar saja dia sudah merasa lelah. Tapi sebelum itu dia ingin
minum sesuatu yang menyegarkan, makanya dia mampir sebentar ke tempat mesin
minuman otomatis.
Saat hendak
memasukkan koin ke dalam mesin minuman otomatis, tiba – tiba sesuatu yang
dingin menyentuh pipinya. Hyun Ra menoleh. Dilihatnya namja berkupluk merah itu
menyodorkan minuman kaleng kepada Hyun Ra sambil tersenyum.
“Ini untukmu,
kau tidak perlu memasukkan koin itu di mesin minuman otomatis. Percuma.
Minumannya tidak bisa keluar. Mesinnya sedang dalam keadaan rusak.” Jelas namja
itu sambil tersenyum lagi dengan mengerlingkan sebelah matanya.
“Eh? Go,
gomawo~” Hyun Ra mengambil minuman kaleng itu dari Jihwan. Dia membukanya
kemudian meneguknya setengah.
“Sama – sama.”
Ucapnya singkat sambil tersenyum. “Duduklah. Kau pasti sangat lelah” Katanya
sambil menepuk – nepuk bangku yang terletak di samping mesin minuman otomatis.
Hyun Ra menurut,
dia duduk di samping Jihwan dengan susah payah karena masih belum terbiasa
dengan kakinya sekarang.
“Kau tadi
melihatku di ruang instalasi anak – anak khan?” Kata Jihwan sambil menoleh kea
rah Hyun Ra dengan wajah tersenyum.
Hyun Ra yang
dilihat seperti itu kontan langsung menunduk. Wajahnya tiba – tiba memerah.
‘Kenapa namja
itu malah melihatku dengan wajah malaikat seperti itu?’
“Aku menyadari kau melihatku tadi. Tapi aku
pura – pura saja tak melihatmu. Hehehe.” Ucapnya seolah bisa menebak apa yang
Hyun Ra pikirkan. “Bagaimana keadaanmu sekarang? Sudah jauh lebih baik kah dari
kemarin?” tanyanya dengan suara lembut.
“Euhm.. lumayan.”
Kata Hyun Ra dengan wajah menunduk sambil meminum minuman kalengnya. “Mengenai
kemarin, aku minta maaf sudah membentakmu dan sudah merepotkanmu.”
“Gwenchana. Aku
juga merasa tak direpotkan kok.”
“Gomawo.”
Jihwan hanya
membalasnya dengan senyuman, dia lalu mendongakkan kepalanya keatas. Matanya
menerawang.
“Kalau saja
waktu itu aku tak lewat di depan kamarmu dan melihatmu dengan pintu kamarmu
yang sedikit terbuka itu mungkin aku tak bisa bertemu kembali denganmu seperti
saat ini.”
Matanya beralih
menatap Hyun Ra, Jihwan kembali tersenyum kepadanya. Sedangkan Hyun Ra selalu
saja berusaha untuk menghindari kontak mata dengan Jihwan. Jihwan tertawa kecil
begitu melihat tingkah Hyun Ra.
“Hidup itu.. memang tak selamanya sesuai
dengan apa yang kita rencanakan. Sering kali apa yang kita inginkan membuat
Tuhan tergelitik untuk mengujimu dengan cara tak membiarkanmu mewujudkan apa
yang kamu inginkan. Tuhan bukan tak mencintaimu, tapi Tuhan hanya ingin mengetahui seberapa jauh tingkat
kepercayaanmu kepadaNya. Dan sebenarnya apa yang Tuhan lakukan untukmu itu
untuk kebaikanmu sekarang. Akan ada sesuatu yang jauh lebih indah yang akan
Tuhan berikan untukmu nantinya. Percayalah.”
Hyun Ra memandang
Jihwan tanpa berkedip sedikitpun, perkataan yang Jihwan lontarkan barusan
terasa begitu menenangkan hatinya. Seperti sebuah magic baginya. Bahkan saat kemarin Hyun Ra berusaha
untuk memberontak saja, Jihwan mampu membuatnya diam. Hyun Ra menyandarkan
tubuhnya di dinding. Pikirannya berusaha untuk mencerna semuanya.
“Apa Tuhan itu
benar – benar akan memberikan yang terindah untukku?” Tanya Hyun Ra mencoba
merenungkannya.
“Tentu saja.”
Jawab Jihwan mantap.
“Tapi… Impianku
itu.. Kenapa harus impianku itu yang Tuhan renggut dariku? Kenapa? Kenapa harus
Tuhan ambil impianku yang ingin menjadi pebasket nasional? Kenapa? Kenapa saat
itu juga dia harus menjegal kakiku yang membuatku harus seperti ini? Kenapa?”
Jihwan diam,
sepertinya rasa sesak yang Hyun Ra keluarkan kemarin masih belum semuanya dia
keluarkan.
“Kau tau, ada
seorang pasien dari instalasi anak – anak. Dia mengalami kecelakaan bersama
orang tuanya. Tuhan memanggil kedua orang tuanya untuk bersamanya. Sedangkan
anak itu Tuhan biarkan untuk tetap hidup di dunia dengan memberikannya sebuah
ujian. Setelah kehilangan kedua orang tuanya dia juga kehilangan kedua kakinya
karena terhimpit badan mobil. Kakinya terpaksa diamputasi. Namun kehilang kedua
kakinya beserta kedua orang tuanya ternyata tak membuat hatinya terus berada
dalam perasaan menyesal. Dia berusaha untuk bangkit dan terbangun dari mimpi
buruknya. Sekarang dia kini meraih juara umum dalam kompetisi lomba marathon
untuk orang cacat.”
Jihwan
mengakhiri ceritanya. Cerita Jihwan barusan membuat Hyun Ra serasa ditempleng
keras. Ternyata ada yang jauh lebih menderita dengannya. Namun Hyun Ra menutup
mata dan menganggap bahwa dialah yang paling menderita di dunia ini. Tapi
ternyata tidak. Bahkan dia dikalahkan dengan tekad dari seorang anak yang
sekarang mampu terbangun dari mimpi buruknya.
“Ulurkan
tanganmu!” Pinta Jihwan pada Hyun Ra
“Hah? Buat apa?”
“Udah, lakukan
saja. Ulurkan tanganmu.”
Hyun Ra
mengikuti keinginan Jihwan, dia mengulurkan tangannya.
“Ini untukmu.”
Ucap Jihwan sambil meletakkan sesuatu di atas telapak tangan Hyun Ra yang
terulur.
“Apa
ini? untuk apa kau berikan ini untukku?” Hyun Ra menatap lekat sesuatu
benda yang berada di atas telapak
tangannya itu.
“Kau
bisa melihatnya khan? Itu Paper Bird.. burung kertas.. Pernahkah kau mendengar
mitos burung kertas dari Jepang? Jika kau membuat 1000 burung kertas maka do’a
dan impianmu akan terkabul. Setiap satu burung kertas tercipta, maka
berharaplah dan terus berharap. Dan saat berjumlah 1000 burung kertas, maka ia
akan memberimu kebahagiaan atau keajaiban.”
“Hah?
Menggelikan sekali.” Kata Hyun Ra yang memang sudah dasarnya tidak mempercayai
sama mitos – mitos konyol seperti itu.
“Memang
terlihat begitu menggelikan. Namun anggap saja aku memberikannya padamu sebagai
lambang penyemangatmu. Sayap
burung kertas sangat kaku dan tak bisa mengepak. Tapi, tidak dengan harapan
yang dibawanya dia akan melesat masuk ke dalam hidupmu dan memberimu keajaiban.”
"Lambang
penyemangat hidupku.... dapat memberiku keajaiban?" Hyun Ra kemudian
mengalihkan lagi pandangannya kepada burung kertas yang masih berada di telapak
tangannya itu. Pikirannya berusaha untuk mencerna semua perkataan Jihwan
barusan. Perkataan yang sepertinya konyol namun mampu membuat Hyun Ra berpikit
ulang mengenai mitos Burung Kertas itu sendiri.
"Dengarkan aku, saat kau akan mengawali hari -
harimu nanti.. aku akan datang kepadamu dan memberimu semangat juga harapan
baru setiap harinya dengan ini." Jihwan mengangkat burung kertas itu
perlahan dan menghadapkannya tepat di depan wajah Hyun Ra. "Jadi
bersemangatlah Park Hyun Ra." Jihwan kemudian meletakkan kembali burung
kertas itu diatas telapak tangan Hyun Ra sambil tersenyum.
Hyun Ra yang awalnya masih berusaha mencerna
perkataan Jihwan tiba - tiba langsung menatap Jihwan yang sedang berdiri
dihadapnya dengan wajah yang masih tak lepas dengan senyumnya.
"Kau tau namaku? Padahal aku belum sempat
memberitahukanmu siapa namaku.." Kata Hyun Ra dengan raut wajah setengah
terkejut menatap Jihwan.
"Jinjja? Kau belum memberitahukan namamu
yah? Hahaha.." Jihwan tertawa kaku sambil menggaruk - garukkan tengkuknya.
"Haruskah kita berkenalan? Bukankah kau juga sudah tau namaku?"
"Ne. Itu harus. Tau nama khan tetap saja
masih belum ada perkenalan sama sekali" Kata Hyun Ra polos sambil
menganggukkan kepalanya pelan.
"Oke, Jeon Jihwan imnida. Kau boleh
memanggilku Jay atau terserah kau mau memanggilku seperti apa." Jay
mengulurkan tangannya kepada Hyun Ra, dan tentu saja Jay tak pernah lupa dengan
senyumannya.
"Park Hyun Ra imnida. Cukup panggil aku
Hyun Ra saja. Bangapseumnida." Hyun Ra menyambut uluran tangan Jay, mereka
saling tatap untuk beberapa lalu kemudian saling tersenyum satu sama lain.
"Nado." Ucapnya singkat tanpa
melepaskan tatapannya pada Hyun Ra
Dan sepertinya, kehidupan Hyun Ra di rumah
sakit ini merupakan awal dari kehidupan
yang akan merubah hidupnya. Bersama dengan Jihwan dan juga burung kertas ini
hidupnya dimulai dari sini.
--To be continued--
0 comments:
Posting Komentar