Jumat, 31 Desember 2021

[CATATANKU] Catatan Akhir Tahun 2021




All photos by pctology 

Sebenarnya aku tidak tau kenapa tiba-tiba terbersit ingin menulis setelah sekian lama aku tidak melakukannya. Jadi, izinkan aku melakukan hal ini di penghujung akhir tahun 2021. Di tahun ini ada beberapa hal yang kulewati, tidak luar biasa, setidaknya aku bisa melakukan sedikit langkah untuk maju. Yah, memang hanya sedikit tapi tidak apa-apa. Setidaknya aku bergerak dari tempatku yang sebelumnya.

Aku membuat sebuah keputusan besar dalam hidupku. Yah, menikah adalah keputusan yang sangat besar aku ambil di tahun ini. Padahal tidak ada sebersit pun di pikiranku untuk mengubah statusku yang telah sekian lama aku sandang sejak lahir. Sejujurnya aku sempat maju mundur untuk melakukannya, ada banyak sekali keraguan dalam proses perjalanannya. Bohong  jika aku tidak merasakan pergulatan batin di sekitarku, apalagi di usiaku di mana berbagai pertanyaan krusial soal pasangan hidup selalu menjadi makanan sehari-hari. Aku tidak pernah berkeinginan untuk menikah awalnya, mengingat ada beberapa faktor yang membuatku merasa aku tidak perlu menikah. Aku tidak cemburu melihat orang-orang di usiaku sudah menikah dan memiliki anak. Apalagi mengingat aku memiliki kenangan tidak baik dengan beberapa kisah asmaraku sebelumnya. Seolah aku tidak membutuhkan pasangan untuk bisa menjalani hidupku. 

Tapi saat seseorang itu muncul di hidupku dan berkeinginan untuk berada di tahap serius denganku, aku mulai berpikir ulang. Karena ini bukanlah keputusan yang mudah untuk orang sepertiku. Di satu sisi aku tidak ingin melepaskannya, namun di sisi lain aku membiarkannya memilih untuk pergi jika ingin. Tapi aku memutuskan untuk maju dan memasrahkan segalanya kepada Allah setelah beberapa kali namanya kurapalkan dalam setiap doaku di setiap akhir sholatku. 

Ada momen aku menangis sangat hebat kala itu, tangisan yang aku sendiri tidak tau alasannya apa. Ingatan-ingatan di masa lalu tiba-tiba saja muncul tanpa sempat bisa aku kendalikan. Betapa kalutnya perasaanku saat itu. Aku ketakutan, aku mengalami kekhawatiran akut. Sebutlah itu bernama Anxiety Disorder. Aku memiliki banyak sekali skenario-skenario buruk yang sudah aku buat di dalam kepalaku dan aku tidak bisa mengendalikannya. Sungguh, aku merasa tidak pernah sekalut itu sebelumnya. Aku akhirnya berani membuka diri dan pergi menemui profesional untuk menceritakan traumaku, sebuah inner child yang tak pernah tuntas dan malah aku biarkan mengendap di dasar.

Memori-memori masa kecil itu muncul kembali saat bercerita, bibir dan tanganku bergetar. Air mataku tumpah ruah dalam mengingat setiap kejadian itu. Aku tak pernah bercerita sebelumnya kepada orang lain kecuali kepada saudara perempuanku. Para monster itu merenggut masa kecilku dan memberikan trauma yang sampai sekarang tak bisa aku maafkan. Berulang kali aku menyalahkan diriku sendiri atas kejadian itu, berulang kali pula aku mengatakan banyak sekali kata pengandaian sebagai bentuk kekecewaan terhadap diriku sendiri yang tak berdaya saat menghadapinya.

Dokter mengatakan padaku untuk belajar memaafkan diri sendiri, tapi tak pernah memberitahuku bagaimana caranya. Apa yang aku harus lakukan untuk bisa mencapai tahap seperti itu? Sedangkan aku terkadang merasa diriku rendah dan menjijikkan. Berpikir bahwa ada seorang laki-laki yang bersedia menerimaku saja adalah sebuah ketidakmungkinan, meski dia tidak tau seperti apa masa laluku.

Aku bahkan tak memiliki keberanian untuk menceritakan hal itu kepada ibuku. Aku merasa sangat bersalah kepada beliau karena bersikap ketus dan tidak dewasa dalam menghadapi pergulatan batinku itu hingga membuat beliau bertanya-tanya perihal sikapku. Maafkan aku ibu, sungguh.. I didn’t mean to hurt you like this but I just can not explain how I felt that time. I feel sorry for my behavior, Mom . Terlepas dari semua itu aku ingin berterima kasih karena sudah menjadi seorang malaikat penjagaku di saat kedua sayapmu dibawa pergi oleh almarhum bapak di Surga sana beberapa tahun silam. Thank you for being a strong mom for your children.

Seorang psikolog menyarankan padaku untuk menulis setiap luka itu sampai detail di sebuah buku catatan untuk meluapkannya dalam bentuk tulisan. Aku melakukannya hingga membuatku harus berulang kali berhenti menulis hanya untuk sekedar menghela nafas sejenak terhadap semua kejadian di masa lalu yang menimpaku. Aku merasa lega setelah menulis semua itu meski masih ada beberapa perasaan yang mengganjal, aku sendiri tidak tau apa. Aku masih belum memiliki cukup keberanian untuk mencari tau lebih dalam. Maafkan aku yang pengecut ini.

Sedikit cerita tentang pasanganku ini, dia tidak setampan para husbu-husbu anime-ku dan juga dedek-dedek gemes korea-ku. Tapi setidaknya dia orang yang bersedia menerima kekuranganku, mendengarkanku tanpa menjustifikasiku seperti apa dan tidak memaksakan kehendaknya. Seseorang yang mengakui ketidaksempurnaannya dan bersedia untuk belajar bersamaku yang tidak sempurna ini. Terima kasih sudah meyakinkan aku untuk membuat komitmen bersama.

Aku tau dia tidak menjanjikan kehidupan yang indah seperti dongeng setelah pernikahan, tapi yang ku tau apapun yang terjadi kita akan melaluinya bersama. Terima kasih untuk memilih tinggal.

Terima kasih juga kepada orang-orang baik yang selalu menjadi support system hebatku. Tanpa kalian semua aku mungkin tidak bisa berada di titik ini. Tolong jangan pernah bosan denganku untuk tahun-tahun selanjutnya.  

Last but not least,

Semoga masih dikasih waktu sama Allah untuk bisa menjalani dan menghadapi tahun 2022 dan selanjutnya bersama orang-orang terkasih. 
Terima kasih kepada setiap pengunjung blog ini yang bersedia untuk mampir dan membaca tulisan tidak penting saya. Semoga kalian semua diberikan keberkahan dan kebahagiaan di tahun depan :) 
Continue reading [CATATANKU] Catatan Akhir Tahun 2021

Minggu, 23 Mei 2021

,

[RESENSI BUKU] FISH IN THE WATER - Lee Chanhyuk

Judul Buku : Fish in the Water

Penulis : Lee Chanhyuk

Editor : Ruth Priscilia Angelina

Tebal Halaman : 176 Halaman

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama 

 

Sinopsis

Kesedihan, harapan, idealisme, pertanyaan-pertanyaan... Seon memiliki semuanya. Ia bertekad mencari panutan, seseorang yang ia anggap layak menjawab segala pertanyaannya tentang seni dan hidup. Ia bertemu Hae-ya suatu hari, dan gadis itu mengubah cara pikirnya selama ini.

Hae-ya bagai peri kecil yang terombang-ambing di laut tanpa kepastian dan tanpa pedoman dalam menjalani hidup. Namun itulah Hae-ya, memikat dengan caranya sendiri.

Meski bukunya tidak terlalu tebal, tapi dampaknya membekas di benak. Mungkin setelah selesai, pembaca justru bertanya-tanya, apakah arti semua ini. Yang jelas, pembaca mampu menyelami sedikit pikiran Lee Chanhyuk lewat buku ini.

Sumber : Gramedia Instagram

Ulasan

Alasan membeli buku ini karena ini karya Lee Chanhyuk AKMU, salah satu duo grup kakak adik korea yang tiap merilis karya-karyanya selalu sopan masuk telinga. Perilisan album “Sailing” tahun 2019 itu berbarengan dengan perilisan buku debutnya judul “Fish in the water” yang merupakan salah satu judul lagunya AKMU di Album Sailing. Apalagi buku ini memulai debutnya sebagai salah satu debut buku yang laris manis di pasaran dan disukai di Korea sana.  Saat tau Gramedia membawa buku ini ke versi Indonesia tanpa ragu langsung saja pesan. Oke segitu dulu sesi curcolnya, maaf kalau intronya kebanyakan. Haha..

PERINGATAN !!

RESENSI INI MENGANDUNG BEBERAPA SPOILER!! YOU'VE BEEN WARNED BEFORE

 Saat awal membaca halaman pertama buku Fish in the water saya sudah merasa nuansa di dalam novel ini muram dan sendu. Karena kita langsung dibawa pada sang tokoh yang bernama Seon dari sudut pandang kisahnya. Seon sendiri disini digambarkan sebagai seorang seniman atau lebih tepatnya dia juga bagian dari musisi yang sedang melakukan perjalanan untuk menjadi dan mencari arti dari “Seniman Sejati”. Di tengah perjalanannya ke sebuah pulau, dia bertemu dan menyelamatkan seorang perempuan dari ganasnya hantaman ombak di atas kapal yang sedang dinaikinya. Perempuan itu bernama Hae-ya.

“Terkadang, orang-orang lupa apa yang harus mereka takuti. Karena itulah mereka takut pada hal-hal yang remeh. Contohnya, seorang anak kecil yang takut dikucilkan, atau orang-orang yang takut tidak sempat menyelesaikan pekerjaan mereka pada waktu yang ditentukan.” (Hal. 75)

Bersama Hae-ya, Seon seolah menemukan bagian dari dirinya yang hilang selama ini. Mereka akhirnya melakukan perjalanan bersama. Berbagi kisah dan pandangan hidup. Bagi saya, hal yang menarik dari buku ini adalah sosok Hae-ya itu sendiri. Hae-ya adalah sosok yang penuh misteri dengan pemikiran out of the box-nya. Dia juga suka melakukan hal-hal gila yang menurut Seon tidak umum dilakukan oleh kebanyakan orang, tapi Seon menyukai itu semua. Bagi Seon, Hae-ya adalah musiknya. Tapi bagi Hae-ya laut adalah musiknya. Hae-ya mencintai laut hingga dia sampai meletakkan impiannya di sana. Tak salah jika Seon menyebut bahwa tokoh utama dalam kisah ini adalah Hae-ya sedangkan dia adalah tokoh pendukungnya dan pelengkap kisahnya. Karena memang begitulah adanya. Sampai akhir pun sosok Hae-ya masih penuh teka teki, seolah penulis sendiri sengaja melakukannya dan membiarkan pembaca menginterprestasikan sendiri seperti apa Hae-ya yang sebenarnya.

Seon menceritakan seorang Hae-ya dengan keindahan. Tak heran kita terkadang dibawa hanyut dalam kata-katanya yang penuh damba terhadap wanita yang membuatnya jatuh cinta itu. Tapi di satu sisi kita juga dibuat ikut merasakan perasaan Seon yang dijungkirbalikkan pada kenyataan yang tengah dihadapinya.

“Orang-orang menunggu dan menginginkan sesuatu yang positif, tetapi pada kenyataannya, mereka lebih mementingkan gangguan-gangguan remeh. Mereka hanya mengejar hal-hal negatif!” (hal. 120 -121)

Buku ini penuh dengan filosofi dalam memaknai arti kehidupan. Kau akan dibawa menyelami kata demi kata indah nan puitis yang membuatmu berpikir dan bertanya mengenai segala macam hal yang terjadi di hidup kita. Sejujurnya sungguh tidak menyangka Chanhyuk bisa membuat buku seperti ini, aku tidak meragukan kejeniusannya dalam membuat musik dan menulis lirik yang mampu menggugah hati pendengarnya. Karena aku juga baru tau kalau Chanhyuk sendiri tidak begitu suka membaca dan menggemari buku, tapi di buku debutnya ini Chanhyuk sukses membuat saya sebagai pembacanya mengagumi bagaimana dia membagikan pandangan hidupnya serta dengan pemilihan kata yang tak kalah indah. Dia juga menggambarkan detail ceritanya dengan sangat baik.

Oh iya, selain mengambil sudut pandang Seon buku ini juga mengambil sudut pandang Yangi di salah satu babnya pada alur maju. Yangi sendiri adalah seorang yang memutuskan untuk menarik diri dari hiruk pikuknya manusia dan keramaian kota. Saat sedang dalam pencarian tempat baru, disitulah dia bertemu dengan Seon dan café “Bintang Kecil”-nya di pinggir pantai. Bagi Yangi, Seon adalah seseorang yang rapuh. Dan hanya dari sorot matanya saja Yangi tau ada kesedihan yang tertahan di sana. Dari situ, Yangi menjadi teman Seon dengan harapan dia bisa membantunya bangkit dalam melewati semua yang telah dilalui selama ini.

Sub bab dari buku ini adalah judul-judul lagu di dalam Album Sailing, bahkan Chanhyuk meletakkan beberapa penggalan lirik lagu di sana yang memang berhubungan dengan ceritanya. Mungkin bagi sebagian orang buku ini akan susah dipahami, karena jujur saja saya harus membaca buku ini sampai dua kali dalam satu waktu dan mengulang beberapa bagian untuk bisa mencernanya. Sayangnya buku ini terlalu singkat, tapi ditutup dengan meninggalkan kesan yang mendalam bagi pembacanya. Akan ada berbagai pertanyaan yang terbersit dalam pikiranmu setelah kamu menyelesaikan novel ini. Karena ini buku terjemahan jadi saya berharap tidak mengurangi makna dari bahasa aslinya. Saya sampai penasaran apakah buku aslinya juga sepuitis buku terjemahannya. Haha.

“Hidup dan mati tidak bisa dibedakan berdasarkan pengertian penegasan atau penyangkalan, tetapi dengan naluri. Jika seseorang merasa kematian bukan ‘akhir hidup’ seperti yang dipikirkan sebagian orang, maka taka da alasan bagi kita untuk berkabung baginya.” (Hal. 147)

Direkomendasikan saat membaca buku ini sambil mendengarkan lagu-lagu Akmu di dalam Album Sailing biar lebih feel aja bacanya. 4/5 Bintang untuk Fish in the Water .

 

Continue reading [RESENSI BUKU] FISH IN THE WATER - Lee Chanhyuk

Rabu, 19 Agustus 2020

[CATATANKU] Mereka yang (Akhirnya) Kupanggil Sahabat


Memories <3
 
Dulu, mungkin sekitar enam tahun yang lalu disaat aku menghabiskan masa-masa Kuliah Kerja Nyata-ku di sebuah desa yang tidak begitu terbelakang dan tentu saja tempatnya nyaman untuk bernaung, aku dan salah seorang temanku menikmati tengah malam di kala kami menyelesaikan sebuah film bersama. Kami mengobrol bersama, berbagi pikiran bersama, membicarakan banyak hal hingga adzan subuh berkumandang.

Salah satu perkataannya pada obrolan kita malam itu akan selalu kuingat bahkan hingga saat ini.

“Suatu saat nanti, aku yakin kamu pasti menemukan seseorang yang bisa kamu panggil sahabat. Mungkin gak sekarang, tapi siapa tau beberapa tahun ke depan kamu akan menemukan mereka yang bisa membuatmu nyaman dan bisa menjadi dirimu sendiri.”

Dulu aku menanggapi perkataannya dengan skeptic, sungguh aku sudah cukup lelah dengan banyaknya kepergian dalam pertemanan. Aku tidak peduli lagi dengan yang namanya sahabat. Begitu lelahnya hingga membuatku muak sendiri. Mereka pergi begitu saja dan begitu kembali kami seolah menjadi asing satu sama lain. Jadi menurutku buat apa?

Waktu kemudian berlalu, aku pernah beberapa kali dekat dengan seorang teman tapi kemudian seperti terjadi seleksi alam dalam pertemanan, ada beberapa jarak yang tak bisa kita hapus seperti dahulu dan begitulah, kembali asing berulang kali. Hingga suatu ketika seorang teman mengumpulkanku kembali dengan mereka.

Aku mengenal mereka, tapi tidak pernah sedikitpun menyangka bahwa suatu saat kami akan menjadi sangat dekat seperti saat ini. Kami memiliki kisah lalu yang hampir sama begitu juga dengan kepribadian. Lalu ada satu orang yang memiliki kepribadian yang amat sangat kontras dengan kami bertiga, aku mengenalnya semenjak sekolah menengah pertama. Dan hanya sekedar mengenalnya tanpa ekspektasi apapun. Kami dipertemukan, berkumpul bersama. Yang awalnya masih terasa canggung, hingga kemudian merasa ada kenyamanan dan keterikatan satu sama lain. Saat kami berkumpul bersama, waktu terasa begitu cepat berlalu, seolah dunia hanya berputar diantara obrolan kita yang garing dan terkadang serius dengan beberapa gelas minuman yang telah tandas lama hingga mengering.

Kami saling berbagi pemikiran bersama, bercanda bersama hingga melaluinya sampai saat ini. Mereka selalu menjadi tempat untuk berbagi hal-hal pribadi selain kepada adikku. Tidak ada penghakiman di mata mereka saat aku bercerita dan berbagi perspektif. Meski ada beberapa perbedaan, tapi tak sedikitpun perbedaan itu menjadi halangan untuk kami. Kami saling menghargai dan menjaganya untuk tidak sampai melewati hal-hal yang tidak diinginkan.

Dan memang benar, semakin bertambahnya usia lingkaran pertemanan semakin sedikit. Dimana teman yang berkualitas namun dengan lingkaran yang kecil akan selalu menjadi tempat ternyaman untuk saling berangkulan dan menguatkan.

Aku ingin mengucapkan terima kasih kepada kalian karena sudah bersedia menjadi sosok yang dulu membuatku skeptis untuk mengatakannya. Aku bersyukur memiliki kalian. Terima kasih banyak sudah memberikan warna untukku, tolong jangan bosan. Makasih sudah sabar ngadepin aku yang menyebalkan ini, makasih sudah membuatku menjadi diri sendiri tanpa perlu takut dengan sebuah penilaian.

Dan semoga bagaimapun keadaan kita kedepannya, kita akan tetap seperti ini.

Tidak ada yang berubah selain status hubungan pribadi yang masih belum terikat dengan siapapun.

Hahaha. Aku sayang kalian banyak-banyak. 

 

Pamekasan, 19 Agustus 2020

Farida Mutia Agustin

Continue reading [CATATANKU] Mereka yang (Akhirnya) Kupanggil Sahabat

Senin, 23 Maret 2020

,

[RESENSI BUKU] BREAK EVEN - MORRA QUATRO


Judul Buku :  Break Even
Penulis : Morra Quatro
Editor : Dewi Fita
Penerbit : Bookslife.co

Sinopsis

Setahun usai kepergian William Hakim, Karla dihampiri berita bahwa sejumlah pihak sedang mencari laki-laki itu. Satu demi satu rahasia tentangnya pun meluap ke permukaan. Tentang nama orang-orang terdekat Will yang tak pernah Karla dengan, tentang apa yang ia lakukan selama menghilang, bahkan tentang kematiannya yang kini diragukan semua orang. William Hakim, sang enigma, si jenius Fisika yang Karla pikir dikenalnya baik, telah meninggalkan jejak yang panjang..

Termasuk kepada Karla

Jejak itu kemudian membawa Karla kepada Nicolas, kakak Will. 

Resensi

"Kamu tidak perlu harus tetap hidup untuk menghasilkan energi yang begitu besar, dan itulah Will. Dia sebuah Pendulum, dengan energi yang begitu besar semasa hidupnya. Demikian besar sehingga ayunannya dapat bertahan selama ini." Nicholas Hakim (Hal. 47)

Aku masih ingat saat pertama kali membaca buku pertamanya yang berjudul Forgiven, tidak berekspektasi apapun saat itu. Namun menjelang akhir cerita perasaanku seolah campur aduk tak karuan. Seolah masih ada yang harus diluruskan dan belum cukup. Betapa emosionalnya aku saat itu menghadapi akhir seorang William Hakim yang sungguh tak terduga. 

Bertahun berlalu dan sosok seorang William Hakim masih dan sungguh sangat tidak terganti hingga tahun kemarin Kak Morra akhirnya menuliskan kembali kisahnya ke dalam buku prequel-nya yang berjudul Break Even. Walau aku tidak mengikuti PO awal buku tapi seenggaknya di tahun ini sembari menjalani masa karantina karena wabah Corona aku memutuskan untuk membeli dan langsung membacanya. Sebenernya butuh waktu bagiku untuk menyelesaikannya karena kesibukan di dunia nyata dan juga karena aku masih ingin lebih lama menikmati kehidupan William semasa berada di Boston. 

Oke, sekian curhatnya mari kita lanjut untuk membahas novel Kak Morra ini. 

Break Even dimulai dari kedatangan dua orang anggota federal di Kediaman Karla. Mereka mengatakan sedang mencari seseorang bernama Chester Winston beserta temannya yang tak lain dan tak bukan adalah William Hakim. Karla hanya tau bahwa William sudah tiada dalam eksekusi setahun yang lalu dan dia tidak tau siapa sosok Chester Winston yang kelak diketahuinya adalah salah seorang sahabat William yang ikut andil dalam berbagai kejadian bersama. 

Setelah Kepergian mereka Karla berinisiatif untuk bertemu dengan Nicholas Hakim--Kakak William Hakim. Mereka bertemu di Mount Hope Cemetery, tempat William bersemayam. Melalui Nicholas kepingan-kepingan rahasia yang selama ini tersembunyi tersingkap satu persatu.  Juga tentang rahasia di balik soal yang diberikan tiga orang profesor MIT kepadanya di perpustakaan saat itu. 
Tentang Nicholas dan segala rahasia yang ingin ditutupi untuk dirinya sendiri. 

"Namun ketika ketakutan terbesar kita terjadi, tibalah kita pada titik dimana sudah tak ada lagi yang perlu ditakutkan. Segalanya lepas dari genggaman." -Hal. 18


Cerita Break Even menggunakan dua sudut pandang. Sudut pandang pertama sebagai Karla yang mana bercerita pada saat ini sedangkan sudut pandang ketiga melalui alur mundur yang menceritakan tentang masa-masa kehidupan William Hakim. Perpindahan alur tidak begitu memusingkan karena kita bisa tau dari awal tiap bab alur apa yang dipakai. Kak Morra juga menyelipkan ilustrasi gambar miliknya sendiri untuk membantu pembaca dalam mengilustrasikan cerita. Ditambah dengan segala teori ilmu fisika hingga sains yang berseliweran dijelaskan dengan nyaman dan mudah dipahami oleh seseorang yang tidak suka fisika. Apalagi salah satu inti cerita mengenai salah satu teori fisika yang menjadi klimaksnya.  Menjelang akhir cerita kita disuguhkan dengan kisah ikatan persaudaraan antara Nicholas dan William. Membuat hati ini ikut merasakan emosi yang sama. Betapa berartinya sosok seorang William Hakim di matanya. 

Plotnya rapi dan runtut, seolah kak Morra sudah tau kemana dan seperti apa kisah ceritanya dibawa.  Juga bagaimana setiap tokoh memiliki peran yang cukup andil dalam ceritanya. Mungkin yang sedikit disayangkan tentang kehadiran sosok Noel yang merupakan kelompok sahabat Chester, Yun Cho, Aldair tidak begitu dieksplor sebanyak Yun Cho juga Aldair. Dan berbagai nama yang sempat dibahas hanya sebagai sedikit selingan saja. 

Ada unsur agama dan kejadian pengeboman WTC yang masih akan dibahas sedikit disini karena 
Dan memang kisah William Hakim benar-benar ditutup dengan indah sesuai porsinya. Cukup. Melengkapi segala kerahasiaannya yang dia bawa bersama mimpi-mimpinya. 

"Pada akhirnya, dia benar-benar menjalani hidup yang bebas. William tetap lebih bebas daripada semua orang yang kukenal saat ini. Dan dia tetap tumbuh sebagai pohon. Dia hidup dengan lengan-lengan menggapai matahari, dan mati menjadi lembar kertas yang harum. Layaknya halaman buku yang gemar dihirupnya di hari-hari masa kecil kami yang cerah, dan sycamore yang meneduhinya selama berbaring dalam peristirahatan ini. (Hal 280)

Akhir kata, 4,9/5 bintang untuk Break Even

Terima kasih untuk kak Morra yang sudah menghidupkan kembali kisah William. 

Continue reading [RESENSI BUKU] BREAK EVEN - MORRA QUATRO