Minggu, 23 Mei 2021

,

[RESENSI BUKU] FISH IN THE WATER - Lee Chanhyuk

Judul Buku : Fish in the Water

Penulis : Lee Chanhyuk

Editor : Ruth Priscilia Angelina

Tebal Halaman : 176 Halaman

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama 

 

Sinopsis

Kesedihan, harapan, idealisme, pertanyaan-pertanyaan... Seon memiliki semuanya. Ia bertekad mencari panutan, seseorang yang ia anggap layak menjawab segala pertanyaannya tentang seni dan hidup. Ia bertemu Hae-ya suatu hari, dan gadis itu mengubah cara pikirnya selama ini.

Hae-ya bagai peri kecil yang terombang-ambing di laut tanpa kepastian dan tanpa pedoman dalam menjalani hidup. Namun itulah Hae-ya, memikat dengan caranya sendiri.

Meski bukunya tidak terlalu tebal, tapi dampaknya membekas di benak. Mungkin setelah selesai, pembaca justru bertanya-tanya, apakah arti semua ini. Yang jelas, pembaca mampu menyelami sedikit pikiran Lee Chanhyuk lewat buku ini.

Sumber : Gramedia Instagram

Ulasan

Alasan membeli buku ini karena ini karya Lee Chanhyuk AKMU, salah satu duo grup kakak adik korea yang tiap merilis karya-karyanya selalu sopan masuk telinga. Perilisan album “Sailing” tahun 2019 itu berbarengan dengan perilisan buku debutnya judul “Fish in the water” yang merupakan salah satu judul lagunya AKMU di Album Sailing. Apalagi buku ini memulai debutnya sebagai salah satu debut buku yang laris manis di pasaran dan disukai di Korea sana.  Saat tau Gramedia membawa buku ini ke versi Indonesia tanpa ragu langsung saja pesan. Oke segitu dulu sesi curcolnya, maaf kalau intronya kebanyakan. Haha..

PERINGATAN !!

RESENSI INI MENGANDUNG BEBERAPA SPOILER!! YOU'VE BEEN WARNED BEFORE

 Saat awal membaca halaman pertama buku Fish in the water saya sudah merasa nuansa di dalam novel ini muram dan sendu. Karena kita langsung dibawa pada sang tokoh yang bernama Seon dari sudut pandang kisahnya. Seon sendiri disini digambarkan sebagai seorang seniman atau lebih tepatnya dia juga bagian dari musisi yang sedang melakukan perjalanan untuk menjadi dan mencari arti dari “Seniman Sejati”. Di tengah perjalanannya ke sebuah pulau, dia bertemu dan menyelamatkan seorang perempuan dari ganasnya hantaman ombak di atas kapal yang sedang dinaikinya. Perempuan itu bernama Hae-ya.

“Terkadang, orang-orang lupa apa yang harus mereka takuti. Karena itulah mereka takut pada hal-hal yang remeh. Contohnya, seorang anak kecil yang takut dikucilkan, atau orang-orang yang takut tidak sempat menyelesaikan pekerjaan mereka pada waktu yang ditentukan.” (Hal. 75)

Bersama Hae-ya, Seon seolah menemukan bagian dari dirinya yang hilang selama ini. Mereka akhirnya melakukan perjalanan bersama. Berbagi kisah dan pandangan hidup. Bagi saya, hal yang menarik dari buku ini adalah sosok Hae-ya itu sendiri. Hae-ya adalah sosok yang penuh misteri dengan pemikiran out of the box-nya. Dia juga suka melakukan hal-hal gila yang menurut Seon tidak umum dilakukan oleh kebanyakan orang, tapi Seon menyukai itu semua. Bagi Seon, Hae-ya adalah musiknya. Tapi bagi Hae-ya laut adalah musiknya. Hae-ya mencintai laut hingga dia sampai meletakkan impiannya di sana. Tak salah jika Seon menyebut bahwa tokoh utama dalam kisah ini adalah Hae-ya sedangkan dia adalah tokoh pendukungnya dan pelengkap kisahnya. Karena memang begitulah adanya. Sampai akhir pun sosok Hae-ya masih penuh teka teki, seolah penulis sendiri sengaja melakukannya dan membiarkan pembaca menginterprestasikan sendiri seperti apa Hae-ya yang sebenarnya.

Seon menceritakan seorang Hae-ya dengan keindahan. Tak heran kita terkadang dibawa hanyut dalam kata-katanya yang penuh damba terhadap wanita yang membuatnya jatuh cinta itu. Tapi di satu sisi kita juga dibuat ikut merasakan perasaan Seon yang dijungkirbalikkan pada kenyataan yang tengah dihadapinya.

“Orang-orang menunggu dan menginginkan sesuatu yang positif, tetapi pada kenyataannya, mereka lebih mementingkan gangguan-gangguan remeh. Mereka hanya mengejar hal-hal negatif!” (hal. 120 -121)

Buku ini penuh dengan filosofi dalam memaknai arti kehidupan. Kau akan dibawa menyelami kata demi kata indah nan puitis yang membuatmu berpikir dan bertanya mengenai segala macam hal yang terjadi di hidup kita. Sejujurnya sungguh tidak menyangka Chanhyuk bisa membuat buku seperti ini, aku tidak meragukan kejeniusannya dalam membuat musik dan menulis lirik yang mampu menggugah hati pendengarnya. Karena aku juga baru tau kalau Chanhyuk sendiri tidak begitu suka membaca dan menggemari buku, tapi di buku debutnya ini Chanhyuk sukses membuat saya sebagai pembacanya mengagumi bagaimana dia membagikan pandangan hidupnya serta dengan pemilihan kata yang tak kalah indah. Dia juga menggambarkan detail ceritanya dengan sangat baik.

Oh iya, selain mengambil sudut pandang Seon buku ini juga mengambil sudut pandang Yangi di salah satu babnya pada alur maju. Yangi sendiri adalah seorang yang memutuskan untuk menarik diri dari hiruk pikuknya manusia dan keramaian kota. Saat sedang dalam pencarian tempat baru, disitulah dia bertemu dengan Seon dan café “Bintang Kecil”-nya di pinggir pantai. Bagi Yangi, Seon adalah seseorang yang rapuh. Dan hanya dari sorot matanya saja Yangi tau ada kesedihan yang tertahan di sana. Dari situ, Yangi menjadi teman Seon dengan harapan dia bisa membantunya bangkit dalam melewati semua yang telah dilalui selama ini.

Sub bab dari buku ini adalah judul-judul lagu di dalam Album Sailing, bahkan Chanhyuk meletakkan beberapa penggalan lirik lagu di sana yang memang berhubungan dengan ceritanya. Mungkin bagi sebagian orang buku ini akan susah dipahami, karena jujur saja saya harus membaca buku ini sampai dua kali dalam satu waktu dan mengulang beberapa bagian untuk bisa mencernanya. Sayangnya buku ini terlalu singkat, tapi ditutup dengan meninggalkan kesan yang mendalam bagi pembacanya. Akan ada berbagai pertanyaan yang terbersit dalam pikiranmu setelah kamu menyelesaikan novel ini. Karena ini buku terjemahan jadi saya berharap tidak mengurangi makna dari bahasa aslinya. Saya sampai penasaran apakah buku aslinya juga sepuitis buku terjemahannya. Haha.

“Hidup dan mati tidak bisa dibedakan berdasarkan pengertian penegasan atau penyangkalan, tetapi dengan naluri. Jika seseorang merasa kematian bukan ‘akhir hidup’ seperti yang dipikirkan sebagian orang, maka taka da alasan bagi kita untuk berkabung baginya.” (Hal. 147)

Direkomendasikan saat membaca buku ini sambil mendengarkan lagu-lagu Akmu di dalam Album Sailing biar lebih feel aja bacanya. 4/5 Bintang untuk Fish in the Water .

 

Location: Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Indonesia

0 comments:

Posting Komentar