Rabu, 30 November 2011

,

[Fan Fiction] "PAPER BIRDS" Part 3

Back again^^
Maaf kalo ada yang bosen sama aku ._.v
Gag ada maksud, cuma mau ngepost FF iseng - isengku kok^^V
Yang nyempetin baca makasih ajah :)
Ah, iyah.. please don't copy paste my FF
Walau jelek tapi ini kerja kerasku :D
Let's check this out -->

Cast :
Park Hyun Ra
Jeon Jihwan
Park Hyunchul
Jin Hyunjin
dsb^^




               “Perkembangan kakimu cukup bagus. Keseimbanganmu juga sudah mulai terlihat walaupun masih sedikit kaku.” Kata Dokter yang bertanggung jawab akan terapi terapi Hyun Ra. Dia sedang mencatat di beberapa hal pada sebuah kertas hasil terapi.
                “Benarkah Dokter? Berapa lama lagi aku bisa berjalan?” Tanya Hyun Ra dengan wajah antusiasnya. Kali ini Hyun Ra tidak memakai skruk. Dia memakai kursi roda saat melakukan terapi.
                “Selama kau bersemangat dan terus seperti ini, maka kau bisa berjalan lagi kurang dari sebulan. Tapi untuk pemulihan total memang diperlukan waktu sebulan lebih. Sekarang lebih baik.” Dokter itu tersenyum pada Hyun Ra yang terlihat begitu bersemangat.
                “Terima kasih Dok. Aku janji akan terus bersemangat menjalani terapi ini.”
                “Baguslah, terapi hari ini selesai yah. Nah tuan Jeon Jihwan sekarang giliranmu untuk membawanya meninggalkan ruang terapi ini.” Dokter itu menoleh kearah Jihwan yang sedang berdiri memperhatikan Hyun Ra terapi dengan tangan terlipat.
                “Eh? Baiklah Dokter Lee. Terima kasih untuk hari ini.” Jay mendekati Hyun Ra. Mendorong kursi rodanya keluar dari ruangan terapi.
                “Jihwannie.” Panggil dokter itu sesaat sebelum Jihwan meninggalkan ruangan terapi.
                “Iyah, ada apa Dokter Lee?” Jihwan menoleh ka arah dokter Lee. Hyun Ra juga melakukan hal yang sama walaupun namanya tak dipanggil.
                “Bagaimana dengan kondisimu? Kau harus menjaga kesehatanmu dengan baik. Jangan memaksakan dirimu karena hal itu bisa berakibat fatal.”
                Jihwan diam, raut wajahnya berubah saat Dokter Lee mengatakan hal itu padanya. Dia menundukkan kepalanya dan mendorong kupluk merah yang menutupi kepalanya kebawah sampai atas matanya.
                “Jangan khawatir Dokter Lee. Tidak akan terjadi sesuatu yang fatal terhadapku. Aku baik – baik saja.” Jihwan menatap Dokter Lee sambil tersenyum. “Aku dan Hyun Ra permisi dulu.” Kemudian Jihwan mendorong kursi roda Hyun Ra keluar dari ruangan terapi.
                “Maksud Dokter Lee itu apa? Dia bilang jika kau memaksakan dirimu maka akan berakibat fatal. Apa maksudnya? Kau juga pasien di Rumah sakit ini khan Jihwan? Kau sakit apa?” Hyun Ra memborbardir begitu banyak pertanyaan kepada Jihwan.
                Namun Jihwan masih bergeming. Dia menutup mulutnya dan tak bermaksud untuk menjawab semua pertanyaan Hyun Ra. Walaupun keakraban sudah terjalin erat diantara mereka berdua, namun untuk hal yang satu itu Jihwan masih belum bisa membuka mulutnya. Belum saatnya bagi Hyun Ra untuk mengetahuinya.
                “Jihwannie~~” Sahut Hyun Ra gemas.
                “Aku tidak apa – apa Hyun Ra, kau tenang saja. Dokter Lee hanya terlalu melebih – lebihkan perkataannya padaku. Tidak sesuatu hal yang serius menimpaku. Kau tenang saja.” Jawab Jihwan dengan nada suara lembut.
                “Benarkah? Kau tidak membohongiku khan?
                “Yah.. Mungkin nanti aku akan menceritakan semuanya kepadamu. Tapi tidak untuk saat ini.”
                “Kalau begitu aku akan menunggunya sampai kau mau bercerita kepadaku.”
                Semenjak pembicaraan tak mengenakkan itu, mereka berdua sama – sama diam. Tidak ada yang mau membuka mulutnya untuk memulai pembicaraan baru. Jihwan juga yang biasanya seolah tak pernah kehabisan topic pembicaraan itu malah menjadi diam. Pembicaraan itu membuatnya hatinya mencelos dan dia berusaha untuk meyakinkan dirinya bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
                “Park Hyun Ra….”
                Jihwan menghentikan mendorong kursi roda Hyun Ra saat mendengar ada seseorang memanggil nama Hyun Ra. Hyun Ra dan Jihwan menatap seseorang yang berada dihadapan mereka saat ini. Sosok namja tampan dan tinggi itu berdiri dengan wajah tersenyum sambil membawakan buket bunga mawar pada tangannya.
                “Hyun.. Hyun Jin….” Suara Hyun Ra tercekat begitu melihat sosok namja dihadapannya itu.
                Namja itu tersenyum manis, kemudian dia mendekati Hyun Ra dan berjongkok di hadapannya sambil memberikan buket bunga ditangannya itu kepada Hyun Ra.
“Untukmu.”
                “Eh? Gomawo Hyun Jin-ah.” Hyun Ra menerima bunga itu dari tangan Hyunjin. Perasaan yang lama dirindukannya itu entah kenapa kembali mucul dari hatinya. Hyun Ra menatap wajah Hyun Jin dihadapannya itu lama.
                Jihwan yang kini dianggap seolah ‘tidak ada’ oleh mereka berdua itu merasa tidak nyaman akan keadaan yang seperti  ini.
                “Kalau kalian ingin lovey dovey aku akan pergi dari sini.” Sindir Jihwan dingin yang membuat tatapan mereka berdua beralih kea rah Jihwan yang berada dibelakang Hyun Ra. Dia berdiri menatap mereka berdua dengan wajah datar.
                “Ahh mian Jihwannie, aku melupakan keberadaanmu. Perkenalkan ini te.. manku.” Kata Hyun Ra ragu saat dia mengatakan kata ‘teman’ yang diperuntukkan buat Hyun Jin. Namun Hyun Jin malah tak ambil pusing dengan hal itu.
                Hyun Jin berdiri dan menatap Jihwan dengan wajah tersenyum. Namun Jihwan malah sebaliknya. Dia yang biasanya selalu tak lepas dari senyuman itu mendadak menghilangkan senyuman itu dari wajahnya dan berganti dengan wajah datar tanpa ekspresi.
                “Jin Hyun Jin. Terkadang teman – temanku memanggilku Zin.” Hyun Jin mengulurkan tangannya kepada Jihwan.
               
“Jeon Jihwan. Kau bisa panggil aku Jay atau terserah kau mau memanggilku apa.” Ucap Jay membalas uluran tangan Hyun Jin yang awalnya tadi sempat ditolaknya uluran tangan itu.
                “Hyun Ra-ya, bisakah kita berbicara?” Pinta Hyun Jin yang setelah intermezzo perkenalannya dengan Jihwan berakhir dia lalu memfokuskan tatapannya kepada Hyun Ra.
                “Bicara?”
                “Iyah, bisakah kita berbicara? Cuma 4 mata.” Kata Hyun Jin sambil melirik ka arah Jihwan yang raut wajahnya masih saja datar.
                “Aku pergi Hyun Ra, kau berbicaralah dulu dengan Hyun Jin. Aku tak ingin mengganggu privasi kalian” Kata yang Jihwan dengan sadar diri meninggalkan Hyun Ra dan juga Hyun Jin berdua. Membiarkan mereka berbicara secara empat mata.
                “Jadi, bagaimana keadaanmu sekarang?” Tanya Hyun Jin sembari mendorong kursi roda Hyun Ra menuju taman rumah sakit. Mereka berdua mengobrol dengan kaku. Itu wajar karena mereka sudah lumayan lama tidak bertemu. Mungkin hampir sebulan lamanya mereka lost contact.
                “Sudah jauh lebih baik semenjak kecelakaan itu. dan sekarang untuk memulihkan kondisi kakiku aku juga mulai rajin mengikuti terapi.”
                “Benarkah?”
               “Iyah, aku tak ingin terus – terusan menyalahkan keadaan yang dulu terjadi. Aku harus bangkit dari keterpurukanku. Jihwan yang membuatku tersadar akan hal ini.” Sahut Hyun Ra dengan wajah berseri – seri.
                “Jihwan?” Mendengar Hyun Ra menyebut nama Jihwan ada perasaan tak suka yang menghampiri hati Hyun Jin. “Dia yang membuatmu berseri  - seri seperti ini?” Tanya Hyun Jin dengan suara datar.
                “Mianhae Hyun Jin-ah, aku tak bermaksud mengatakannya. Namun apa yang terjadi kemarin adalah sebuah pelajaran yang berharga bagiku. Dan dialah yang membuatku tersadar.”
                Hyun Jin berhenti mendorong kursi roda Hyun Ra. Dia menghadap Hyun Ra dan menatap mata teduh milik Hyun Ra. Mata yang selalu membuat hatinya tak berhenti berdegup dengan kencang. Namun entah kenapa mata itu kini tak mampu membuat sensasi yang sama seperti dulu. Rasanya berbeda dari dulu. Dan Hyun Jin memang sudah menyadarinya... lama.
                “Maafkan aku Hyun Ra jika di saat – saat tersulitmu aku tak bisa berada disisimu untuk menjadi penopang seluruh keluh kesahmu. Maafkan aku jika selama ini aku tak mampu membuatmu bahagia. Maafkan aku jika selama ini aku tak mampu menjadi seorang namja chingumu yang baik. Maafkan aku.. Maaf..” Ucap Hyun Jin dengan suara parau sambil menundukkan wajahnya. Rasa penyesalan terus menghatuinya dan itu membuatnya sangat tersiksa.
                “Hyun Jin-ah..”
Hyun Ra mengangkat kepala Hyun Jin yang tertunduk itu. Dia lalu membiarkan mata mereka berdua saling bertemu lagi. Hyun Ra mengusap wajah Zin perlahan.  Wajah yang begitu dikaguminya, tatapan mata yang mampu membuat hati Hyun Ra bergetar, senyum yang  mampu membuat wajah Hyun Ra menjadi memerah seperti kepiting rebus. Namun sepertinya semua itu terasa begitu berbeda saat ini. Entah kenapa perasaan miliknya terlihat begitu tenang. Tidak seperti dulu yang begitu menggebu – gebu ingin terlihat sempurna dihadapannya.
                “Berbahagialah dengan Chae Rin.” Kata Hyun Ra yang sontak membuat raut wajah Hyun Jin berubah seketika begitu Hyun Ra mengatakannya.
                “Hyun… Hyun Ra-ya…” Suara Zin masih bergetar, wajahnya tetap tak berubah.. Wajah yang dipenuhi dengan rasa keterkejutan. Hyun Ra tau mengenai Chae Rin.
                “Bukankah kau menemuiku kemari  untuk mengatakan tentang hubunganmu dengan Chae Rin bukan? Apa kau pikir sikapku yang diam dulu kala kau menatap Chae Rin dengan tatapan berbeda itu tak pernah kusadari? Aku menyadarinya dari awal sejak pertemuanmu dengan Chae Rin. Tatapan matamu sejak itu sudah bukan milikku lagi. Tapi miliknya yang diam – diam kau kagumi itu.” Jelas Hyun Ra dengan suara bergetar menahan tangis.
“Maafkan aku.. Maaf karena aku tak bisa menjadi sesosok orang yang mampu membuatmu bahagia, maaf jika aku mengkhianatimu, maaf jikaaa….” Kata – kata Zin terhenti kala dia melihat Hyun Ra menempelkan telunjuknya ke bibirnya.
“Cukup, aku tak ingin mendengar maaf itu darimu lagi. Aku memaafkanmu, aku mengikhlaskanmu bersamanya. Kau tak bersalah, akulah yang bersalah karena aku tak mampu membuat hatimu untuk tetap bersamaku. Terima kasih untuk segala yang kau berikan untukku selama ini. Aku menikmati hidupku bersamamu selama beberapa saat. Walau hubungan kita tak seperti dulu lagi, aku harap hubungan pertemanan kita tetap tak berubah. Aku menyayangimu Hyun Jin.. Oppa.” Hyun Ra menatap Hyun Jin lembut, dia kemudian mengecup kening Hyun Jin pelan.
“Eh? Hyun Ra…” Hyun Jin mengusap keningnya perlahan.
“Kecupan terakhirku sebagai kekasihmu.” Kata Hyun Ra sambil tersenyum dan kemudian dia mengerlingkan sebelah matanya. Dia ingin terlihat tegar dihadapan Hyun Jin
“Terima kasih atas segalanya.” Hyun Jin berdiri, kemudian dia juga mengecup kening Hyun Ra lembut. “Maaf juga atas kesalahanku.” Lanjutnya dengan wajah yang terlihat masih ada guratan penyesalan di dalamnya.
“Gwencahana” Hyun Ra menjawab dengan senyuman.
“Baiklah, aku antar kau ke dalam”  Kata Hyun Jin yang bermaksud  hendak mendorong kursi roda Hyun Ra, namun tiba – tiba tangan Hyun Jin disikut oleh seseorang yang entah kenapa sudah berada di dekatnya.
“Biar aku saja yang mengantarnya ke dalam.”  Ujar sebuah suara yang sontak membuat mereka berdua menoleh..
“Jihwannie.” Hyun Ra menatap wajah Jihwan yang masih dengan ekspresi yang sama. Yaitu wajah datar.
Jihwan balas menatap Hyun Ra sekilas dan kemudian menghampirinya, “Aku yang akan mengantar Hyun Ra masuk. Jika urusanmu dengan Hyun Ra sudah selesai, maka aku akan membawanya.” Ucap Jihwan kepada Hyun Jin.
Hyun Jin tertawa kecil saat mendengar perkataan Jihwan yang terkesan begitu dingin dan posesif itu.
“Baiklah, urusanku dengan Hyun Ra memang sudah selesai. Aku akan pergi. Dan kau Jeon Jihwan, kuharap kau bisa membuatnya tetap tersenyum dan semangat seperti saat ini.” Hyun Jin melambaikan tangannya tanpa menatap ke arah Hyun Ra dan juga Jihwan. Dan mereka berdua hanya mampu menatap kepergian Hyun Jin yang sekarang sudah tak tampak lagi dari penglihatan mata mereka.
“Gwenchana?” Tanya Jihwan begitu mereka saling berhadapan.
Tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir Hyun Ra. Yeoja dihadapannya itu hanya tersenyum sambil menatap lekat wajah Jihwan.  Jihwan hanya diam. Dia mengerti apa yang Hyun Ra inginkan saat ini.
“Kali ini kau boleh menangis.” Ucap Jihwan sedikit dingin namun terdengar begitu lembut bagi Hyun Ra. “Dia sudah pergi, kau boleh menangis sekarang.”
Hyun Ra menatap Namja dihadapannya itu. Bahkan sebelum Hyun Ra memintanyapun Jihwan sudah memintanya untuk menangis. Jihwan mengerti apa yang Hyun Ra inginkan walaupun tanpa mengatakannya sedikitpun. Jihwan mengerti. Hyun Ra menggigit bibir bawahnya kuat – kuat. Berusaha untuk menahan tangisannya lama lagi. Namun dia tak bisa. Rasanya sesak sekali jika terus tertahan. Dia lalu menarik baju Jihwan sehingga membuat jarak tubuhnya dengan Jihwan semakin dekat.
Cairan bening itu akhirnya meleleh juga dan membasahi pipi Hyun Ra. Akhirnya pertahannya runtuh juga di pelukan Jihwan.
“Maaf kalau aku menangis lagi dihadapanmu, maaf kalau aku selalu merepotkanmu. Kali ini saja, izinkan aku menangis lagi di pelukmu. Setelah kejadian ini, aku tak akan menangis lagi.” Kata Hyun Ra dengan suara yang bergetar.
 “Aku tau sekuat apapun kau bersikap tegar namun kau bisa saja rapuh kapanpun. Seperti saat ini. Kau mampu menyembunyikan rasa sakitmu dihadapannya. Namun kau tak bisa menyembunyikannya dariku. Karena aku tau kamu yang seperti ini. menangislah Hyun Ra.. Menangislah sampai kau merasa beban hatimu terbagi sedikit kepadaku.” Jihwan balas memeluk Hyun Ra. Dia ingin Hyun Ra menjadi jauh lebih kuat dari sebelumnya.

@@@@@

                “Tanpa perlu kau bilang padaku, aku sudah sadar kalau Hyun Jin itu adalah seseorang yang special buatmu. Iya khan?” Tanya Jihwan yang secara spontan dibalas anggukan oleh Hyun Ra.
               “Yah, dialah orang yang special untukku dulu.” Ucapnya sambil menatap kosong minuman kaleng yang dipegangnya.
                Mereka berdua kini berada di tempat awal mereka berkenalan. Yaitu di bangku dekat mesin minuman otomatis. Sejak keadaan Hyun Ra sedikit lebih tenang tadi setelah menangis dia memutuskan untuk menceritakannya kepada Jihwan.
                “Hyun Jin itu sosok yang selalu kukagumi. Dia seniorku dari klub basket cowok. Dia kapten dan pemain andalan sekolah. Kami berkenalan karena kami sama – sama memiliki kegemaran yang sama yaitu basket. Dari situlah hubungan kami dimulai. Berawal dari hubungan anatar senior dan Junior lalu meningkat menjadi hubungan kekasih. Entah siapa yang memulainya. Namun dulu kami berdua pernah berjanji jika SMA kami berhasil menjadi juara regional basket tingkat SMA maka dia akan mengatakan sesuatu hal padaku. Akupun juga demikian. Dan ternyata sekolah kami berhasil menjadi juara basket tingkat SMA cowok dan cewek di tahun yang sama. Tak kusangka ternyata Hyun Jin Oppa menyatakan perasaannya padaku. Akupun tak bisa memungkiri bahwa aku memiliki perasaan itu untuknya. Akhirnya kami jadian.”
                Hyun Ra menghentikan ceritanya sejenak. Dia meneguk minuman kaleng yang berada di tangannya. Dia menatap Jihwan yang sedang menatap langit – langit. Walau Jihwan terlihat begitu acuh namun Hyun Ra tau jika Jihwan mendengarkan ceritanya dan sangat perduli terhadapanya. Hyun mendesah pelan. Dia bersemangat untuk melanjutkan ceritanya.
                “Hubungan kami berjalan dengan lancar hingga suatu ketika seseorang itu hadir di dalam kehidupan kami berdua. Yah, dia manajer baru di klup basket cowok. Cewek yang ceria itu ternyata  tak kusangka mampu memikat hati Hyun Jin. Yah, dialah Chae Rin. Aku menyadari ada sesuatu yang tidak beres saat Hyun Jin menatap Chae Rin, tatapan yang sunnguh berbeda. Sejak itu aku sadar jika Hyun Jin sudah tak mampu aku miliki lagi.”
                “Lalu?” Tanya Jihwan datar. Dia mulai tertarik dengan cerita cinta diantara Hyun Jin, Hyun Ra, dan sosok seorang Chae RIn itu. Padahal tadi dia merasa ogah – ogahan mendengar cerita itu.
                “Aku pura – pura tak menyadarinya. Aku berusaha untuk tak menerima kenyataan itu. Hingga saat pertandingan nasional final basket cewek antar SMA itu aku melihat mereka berdua berada di bangku penonton sambil berpegangan tangan. Hatiku terasa mencelos begitu melihatnya. Dan tanpa aku sadari tiba - tiba kakiku di jegal oleh pemain lawan hingga sekarang aku berada di tempat ini. Dan semuanya berakhir.” Ucap Hyun Ra sambil tersenyum kaku kea rah Jihwan.
                “Sudah cukup Hyun Ra, aku tak ingin mendengarnya lagi. Aku sudah cukup mendengarnya.” Jihwan yang menyadari perubahan ekspresi Hyun Ra itu merasa jika dia terus – terusan bercerita tentang masa lalunya maka Hyun Ra akan terus membuka luka lama itu dan bisa saja sulit bagi Hyun Ra untuk kembali menutupnya rapat – rapat.
                Hyun Ra diam dan mengikuti keinginan Jihwan untuk berhenti menceritakan masa lalu itu kepada Jihwan. Matanya mendadak terasa panas dan entah kenapa air mata itu bersiap – siap untuk kembali jatuh. Hyun Ra menunduk. Dia tak ingin menangis lagi. Dia sudah berjanji pada Jihwan.  
“Untukmu.” Kata Jihwan sambil menyerahkan sesuatu di atas telapak tangan Hyun Ra.
“Eh? Burung kertas? Bukankah tadi pagi kau sudah memberikannya untukku? Tapi kenapa sekarang kau berikan lagi?” Hyun Ra mengusap air matanya perlahan dan menatap Jihwan dengan wajah bingung.
                Jihwan menatap langit – langit, matanya menerawang jauh. Entah apa yang sedang ada di pikirannya saat ini. Jihwan sepertinya tak sanggup melihat air mata Hyun Ra berlinang lagi.
 “Burung kertas itu akan menggantikan kesedihanmu saat ini dengan semangat yang baru. Relakan dia yang telah pergi, akan ada seseorang yang akan menggantikan posisinya di hatimu kelak. Entah aku tak tau siapa, tapi yang jelas orang paling beruntung itu tidak akan membuatmu sedih seperti ini lagi. Bersemangatlah.” Kata Jihwan dengan tatapan mata yang teduh, dia tersenyum seraya membelai rambut Hyun Ra lembut.
 “DEG.. DEG.. DEG..” Jantung Hyun Ra berdetak semakin kencang saat Jihwan mengatakan hal itu, dia kemudian menunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya yang mulai bersemu. Hyun Ra berpura – pura menatap burung kertas itu di tangannya. Entah Jihwan sadar atau tidak tapi Hyun Ra senang saat Jihwan mengatakan itu padanya.
 ‘Orang beruntung itu…. Kamu.’


--To be continued--
Continue reading [Fan Fiction] "PAPER BIRDS" Part 3
,

[Fan Fiction] "PAPER BIRDS" Part 2

Back again^^
Maaf kalo ada yang bosen sama aku ._.v
Gag ada maksud, cuma mau ngepost FF iseng - isengku kok^^V
Yang nyempetin baca makasih ajah :)
Ah, iyah.. please don't copy paste my FF
Walau jelek tapi ini kerja kerasku :D
Let's check this out -->


Cast :
Park Hyun RaJeon JihwanPark HyunchulJin Hyunjindsb^^






Fiuuuhhhhh………
Desiran semilir angin membelai rambut Hyun Ra perlahan, dia menatap hampa pemandangan rerumputan di luar dari tepi  jendela yang didudukinya dengan pandangan kosong. Hyun Ra memejamkan matanya, kemudian dia menatap langit biru yang terlihat jelas di atas sana. Ada sunggingan senyum tipis yang menghiasi wajah pucatnya.
‘Apakah di dunia sana jauh lebih indah dari pada disini? Apakah disana aku bisa bahagia tanpa harus memikul beban berat ini?’
Hyun Ra bergumam tak jelas. Tanpa sadar, cairan bening itu menetes perlahan.. Dia lalu menatap kebawah dari lantai enam kamarnya dan melihat rerumputan hijau dan pepohonan bergoyang – goyang tertiup angin.
“Eomma.. Appa.. Oppa…. Mianhamnida~”
 Hyun Ra berbisik dengan suara bergetar. Dia kemudian mencoba untuk berdiri, lalu memegang erat tepi pinggir jendela. Ditatapnya lagi pemandangan dibawah sana dengan senyum samar. Jarinya yang bergetar dan memegang tepi jendela tiba – tiba terlepas satu persatu. Hyun Ra memejaman matanya, membiarkan tubuh rapuhnya itu meluncur dan terhempas ke bawah. Mungkin setelah itu jiwanya sudah terangkat ke atas langit. Namun ternyata tubuh Hyun Ra  tertahan oleh sesuatu.
Hyun Ra membuka matanya dan mendongakkan kepalanya keatas. Dilihatnya seorang Namja dengan memakai kupluk berwarna merah sedang menahan tubuhnya dengan cara memegangi pergelangan tangannya kuat sembari berusaha untuk menarik tubuh Hyun Ra masuk ke dalam kamar.
“Ka.. kau… siapa?” Tanya Hyun Ra dengan nada suara terbata – bata.
“Apa di saat seperti ini begitu penting menjawab pertanyaanmu? Diamlah, aku akan menarikmu kedalam.” Ucap Namja itu pada Hyun Ra.
Hyun Ra diam sesaat lalu dia memberontak dan berusaha untuk melepaskan pegangan tangan dari namja itu dengan cara menggoyangkan tubuhnya dengan sekuat tenaga.
“Lepaskan aku… lepaskan aku… aku ingin mati..”
“JANGAN BERCANDA, AKU TAK AKAN PERNAH MEMBIARKANMU MATI KONYOL SEPERTI INI.”
“APA YANG AKU LAKUKAN BUKAN URUSANMU, LEPASKAN AKU DAN BIARKAN AKU MATI !!”
Namja itu sama sekali tidak mengindahkan teriakan Hyun Ra. Dia masih berusaha mengangkat Hyun Ra masuk kembali ke kamarnya.
“JANGAN KERAS KEPALA. KALAU MASALAH NYAWA ITU JUGA MENJADI URUSANKU. AKU TAK AKAN MELEPASKANMU SEBELUM AKU BERHASIL MENYELAMATKANMU DARI SITU.”
 Mendengar teriakan namja misterius itu Hyun Ra kemudian terlihat begitu tenang, dia tidak kembali memberontak. Dia juga membiarkan Namja itu menarik tubuhnya kedalam kamarnya kembali. Setelah beberapa menit akhirnya perjuangan Namja itu menarik Hyun Ra berhasil. Dia memegang kedua lengan Hyun Ra erat mengingat dia sadar jika kaki Kiri Hyun Ra sedang di Gips.
“Gwenchana?” Tanya namja itu pada Hyun Ra yang masih menunduk. Dia mengguncang – guncangkan kedua lengan Hyun Ra pelan. “Aku akan membawamu ke tempat tidurmu.”
Hyun Ra tak menjawab, dia tetap menundukkan kepalanya. Berakhir sudah keinginannya untuk mengakhiri hidupnya sendiri dengan cara melompat dari kamarnya yang terletak di lantai. Berakhir..
“Kenapa? Kenapa? Kenapa kau malah menolongku dan membiarkan aku hidup? KENAPA??”
Sang namja yang mendengar itu hanya diam, dia menatap sosok gadis dihadapannya miris. Miris kenapa dia sampai berani melakukan hal konyol seperti tadi. Miris karena baginya gadis dihadapannya terlihat begitu rapuh dan putus asa.
 “KAU TIDAK TAU BETAPA MENDERITANYA AKU MENGHADAPI SEMUA INI. KAU TIDAK TAU BETAPA TERSIKSANYA AKU. KAU TIDAK TAU BETAPA AKU BENC I MEMIKUL BEBAN SIALAN INI. AKU KEHILANGAN SESUATU YANG BERHARGA DALAM HIDUPKU……. DAN KAU TIDAK TAU BAGAIMANA RASANYA…” Hyun Ra mulai terisak, dia menarik baju namja di hadapannya itu erat dan spontan membenamkan kepalanya di dada namja yang belum dikenalnya. Dia menangis dengan sangat hebat.
Sedangkan namja itu tak bereaksi apapun saat Hyun Ra menangis dipelukannya. Dia hanya diam dan membiarkannya mengeluarkan sedikit demi sedikit beban yang memikul pundaknya. Dia memang tak tau seperti apa beban yang dipikul gadis itu, dia memang tidak tau dan tidak mengerti. Namun mengakhiri hidup tanpa campur tangan tuhan itu sama sekali tidak bisa dia biarkan.

@@@@@

“Hyun Ra-ah, sudah bangun?” Suara lembut itu begitu Hyun Ra hafal, dia membuka matanya dan kemudian wajah sosok Eommanya muncul di depan matanya.
“Eomma….”
“Iyah sayang, kau tidak apa – apa? Bagaimana keadaanmu?” Tanya Eomma sambil membelai  rambut Hyun Ra lembut.
“Hyun Ra ada dimana?” Tanya Hyun Ra dengan kepala sedikit pening. Dia mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan.
“Kau ada di rumah sakit sayang. Kau ada di kamar inap.” Jawab Eommanya lembut.
“Dimana? Dimana namja itu?” Tanya Hyun Ra tiba – tiba begitu kesadarannya mulai pulih benar. Kejadian itu mendadak memenuhi pikirannya.
“Namja siapa? Oppamu? Dia semalam menungguimu yang terlelap tidur. Kau tidur lama sekali. Dari Eomma menjengukmu kemarin sore sampai sekarang baru bangun. Apa kau lelah?” Tanya Eomma pada Hyun Ra.
“Ahh… anni Eomma.” Hyun Ra mengelak. Sebenarnya buka Hyun Chul Oppa yang dia maksud. Tapi namja berkupluk merah yang kemarin telah menghentikan rencana bunuh diri. Namja yang sudah membiarkan Hyun Ra menangis di pelukannya walaupun dia tidak mengenal siapa Hyun Ra. Hyun Ra berusaha untuk mengingat semua yang terjadi. Namun hanya sedikit yang diingatnya.
‘Apa mungkin hanya mimpi?’
“Makanlah Nak.. Eomma mohon padamu..” Kata Eomma yang membuat lamunan Hyun Ra tentang namja misterius itu buyar. Hyun Ra lalu menatap Eommanya itu. Tatapan memohon dari seorang ibu kepada anaknya. Hyun Ra akhirnya mengalah, keegoisannya ternyata sudah membuat orang – orang yang disayanginya malah tambah mengkhawatirkan dirinya. Dia makan bubur itu walaupun dia sama sekali tidak berminat. Setelah selesai memakan buburnya dia melihat Eommanya sudah bangkit dari tempat duduknya.
“Eomma pamit pulang dulu, eomma senang akhirnya kau makan. Nanti Eomma bakal datang bersama Hyun Chul dan juga Appa. Eomma sayang Hyun Ra.” Eomma membelai Hyun Ra lembut kemudian mengecup kening Hyun Ra. Setelah itu beliau keluar dari kamar inap Hyun Ra.
Setelah Eomma pergi, Hyun Ra menatap ke sekeliling kamar yang terlihat begitu menoton baginya. Sepertinya rasa bosan mulai menyelimutinya. Tak ada yang dilakukannya saat ini. bahkan acara TVpun sama sekali tak ada yang menarik perhatiannya. Karena kebosanan itu kemudian dia bangkit dari tempat tidurnya, mengambil skruk dan berjalan keluar untuk berkeliling rumah sakit hanya sekedar penghilang rasa bosan.
Hyun Ra berjalan tertatih di sepanjang koridor rumah sakit. Matanya diedarkan keseluruh penjuru rumah sakit. Sambil berjalan – jalan dia juga ingin mencari namja misterius itu. Namja yang sudah menolongnya. Saat dia sampai di sebuah ruang instalasi khusus anak – anak, dilihatnya sebuah kupluk berwarna merah yang sangat khas baginya. Hyun Ra berhenti dan menajamkan penglihatannya kea rah suatu objek itu. Seorang namja sedang melakukan poppin dance di hadapan para pasien anak – anak tersebut. Anak – anak itu menatapnya kagum dan memberikan applause yang meriah kepadanya.
“Dia…..”
 “Euhmm.. suster.” Panggil Hyun Ra saat melihat seorang suster melewatinya.
“Iya, ada yang bisa saya bantu?”
“Itu.. namja yang berada di dalam ruang instalasi khusus anak – anak itu siapa? Itu lho, yang memakai kupluk berwarna merah itu.” Hyun Ra menunjuk kea rah namja yang dimaksudnya untuk memperjelas pertanyaannya.
“Ouh itu, dia itu anak dari kepala rumah sakit disini. Namanya Jeon Jihwan. Dia juga pasien di rumah sakit ini. Anaknya baik sekali seperti direktur dan sangat terkenal di kalangan penghuni rumah sakit ini. Setiap pagi rutinitas yang dilakukannya adalah pergi ke ruang instalasi anak – anak untuk menghibur mereka. Bahkan terkadang dia membawakan makanan atau hadiah untuk mereka.” Jelas suster itu sambil menatap kagum namja yang bernama Jihwan itu dengan sebuah senyuman.
“Tunggu, anda bilang dia pasien di rumah sakit ini khan? Apa dia sakit? Kalau boleh tau dia sakit apa yah??”
Begitu pertanyaan runtut  itu muncul dari bibir Hyun Ra, entah kenapa raut wajah suster itu mendadak berubah.
“Eh? Untuk itu… Maaf, saya tidak bisa mengatakannya karena masalah mengenai itu adalah privasi dari pasien. Dan kami tak berhak mengatakan apapun tanpa seizin pasien itu sendiri. Maafkan saya.” Ucapnya dengan suara terbata - bata sambil membungkukkan badan dan kemudian pergi berlalu.
Hyun Ra menatap punggung suster itu dengan wajah bingung. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan mengenai sosok seorang Jeon Jihwan. Dan rasa penasaran Hyun Ra terhadap namja itu semakin bertambah. Hyun Ra memperhatikan namja itu lekat, setelah melakukan poppin dance itu dia malah membacakan cerita untuk mereka semua dengan mimik muka yang menghibur. Hyun Ra menatap Jeon Jihwan lama. Lalu entah kenapa sebuah sunggingan senyum meluncur dari bibirnya.
‘ Dia terlihat seperti seorang malaikat….’

@@@@@

Hyun Ra kembali berjalan – jalan mengelilingi rumah sakit. Tadinya saat dia melihat namja berkupluk merah bernama Jihwan itu, Hyun Ra ingin sekali menemuinya. Namun niat itu urung dilakukan karena melihat Jihwan sedang asyik menghibur anak – anak di instalasi itu. Jadilah dia tidak tega mengganggunya. Awalnya dia ingin kembali ke kamarnya untuk istirahat. Memakai skruk ternyata sungguh merepotkan baginya. Hanya berjalan sebentar saja dia sudah merasa lelah. Tapi sebelum itu dia ingin minum sesuatu yang menyegarkan, makanya dia mampir sebentar ke tempat mesin minuman otomatis.
Saat hendak memasukkan koin ke dalam mesin minuman otomatis, tiba – tiba sesuatu yang dingin menyentuh pipinya. Hyun Ra menoleh. Dilihatnya namja berkupluk merah itu menyodorkan minuman kaleng kepada Hyun Ra sambil tersenyum.
“Ini untukmu, kau tidak perlu memasukkan koin itu di mesin minuman otomatis. Percuma. Minumannya tidak bisa keluar. Mesinnya sedang dalam keadaan rusak.” Jelas namja itu sambil tersenyum lagi dengan mengerlingkan sebelah matanya.
“Eh? Go, gomawo~” Hyun Ra mengambil minuman kaleng itu dari Jihwan. Dia membukanya kemudian meneguknya setengah.
“Sama – sama.” Ucapnya singkat sambil tersenyum. “Duduklah. Kau pasti sangat lelah” Katanya sambil menepuk – nepuk bangku yang terletak di samping mesin minuman otomatis.
Hyun Ra menurut, dia duduk di samping Jihwan dengan susah payah karena masih belum terbiasa dengan kakinya sekarang.
“Kau tadi melihatku di ruang instalasi anak – anak khan?” Kata Jihwan sambil menoleh kea rah Hyun Ra dengan wajah tersenyum.
Hyun Ra yang dilihat seperti itu kontan langsung menunduk. Wajahnya tiba – tiba memerah.
‘Kenapa namja itu malah melihatku dengan wajah malaikat seperti itu?’
 “Aku menyadari kau melihatku tadi. Tapi aku pura – pura saja tak melihatmu. Hehehe.” Ucapnya seolah bisa menebak apa yang Hyun Ra pikirkan. “Bagaimana keadaanmu sekarang? Sudah jauh lebih baik kah dari kemarin?” tanyanya dengan suara lembut.
“Euhm.. lumayan.” Kata Hyun Ra dengan wajah menunduk sambil meminum minuman kalengnya. “Mengenai kemarin, aku minta maaf sudah membentakmu dan sudah merepotkanmu.”
“Gwenchana. Aku juga merasa tak direpotkan kok.”
“Gomawo.”
Jihwan hanya membalasnya dengan senyuman, dia lalu mendongakkan kepalanya keatas. Matanya menerawang.
“Kalau saja waktu itu aku tak lewat di depan kamarmu dan melihatmu dengan pintu kamarmu yang sedikit terbuka itu mungkin aku tak bisa bertemu kembali denganmu seperti saat ini.”
Matanya beralih menatap Hyun Ra, Jihwan kembali tersenyum kepadanya. Sedangkan Hyun Ra selalu saja berusaha untuk menghindari kontak mata dengan Jihwan. Jihwan tertawa kecil begitu melihat tingkah Hyun Ra.
 “Hidup itu.. memang tak selamanya sesuai dengan apa yang kita rencanakan. Sering kali apa yang kita inginkan membuat Tuhan tergelitik untuk mengujimu dengan cara tak membiarkanmu mewujudkan apa yang kamu inginkan. Tuhan bukan tak mencintaimu, tapi Tuhan hanya  ingin mengetahui seberapa jauh tingkat kepercayaanmu kepadaNya. Dan sebenarnya apa yang Tuhan lakukan untukmu itu untuk kebaikanmu sekarang. Akan ada sesuatu yang jauh lebih indah yang akan Tuhan berikan untukmu nantinya. Percayalah.”
Hyun Ra memandang Jihwan tanpa berkedip sedikitpun, perkataan yang Jihwan lontarkan barusan terasa begitu menenangkan hatinya. Seperti sebuah magic  baginya. Bahkan saat kemarin Hyun Ra berusaha untuk memberontak saja, Jihwan mampu membuatnya diam. Hyun Ra menyandarkan tubuhnya di dinding. Pikirannya berusaha untuk mencerna semuanya.
 “Apa Tuhan itu benar – benar akan memberikan yang terindah untukku?” Tanya Hyun Ra mencoba merenungkannya.
“Tentu saja.” Jawab Jihwan mantap.
“Tapi… Impianku itu.. Kenapa harus impianku itu yang Tuhan renggut dariku? Kenapa? Kenapa harus Tuhan ambil impianku yang ingin menjadi pebasket nasional? Kenapa? Kenapa saat itu juga dia harus menjegal kakiku yang membuatku harus seperti ini? Kenapa?”
Jihwan diam, sepertinya rasa sesak yang Hyun Ra keluarkan kemarin masih belum semuanya dia keluarkan.
“Kau tau, ada seorang pasien dari instalasi anak – anak. Dia mengalami kecelakaan bersama orang tuanya. Tuhan memanggil kedua orang tuanya untuk bersamanya. Sedangkan anak itu Tuhan biarkan untuk tetap hidup di dunia dengan memberikannya sebuah ujian. Setelah kehilangan kedua orang tuanya dia juga kehilangan kedua kakinya karena terhimpit badan mobil. Kakinya terpaksa diamputasi. Namun kehilang kedua kakinya beserta kedua orang tuanya ternyata tak membuat hatinya terus berada dalam perasaan menyesal. Dia berusaha untuk bangkit dan terbangun dari mimpi buruknya. Sekarang dia kini meraih juara umum dalam kompetisi lomba marathon untuk orang cacat.”
Jihwan mengakhiri ceritanya. Cerita Jihwan barusan membuat Hyun Ra serasa ditempleng keras. Ternyata ada yang jauh lebih menderita dengannya. Namun Hyun Ra menutup mata dan menganggap bahwa dialah yang paling menderita di dunia ini. Tapi ternyata tidak. Bahkan dia dikalahkan dengan tekad dari seorang anak yang sekarang mampu terbangun dari mimpi buruknya.
“Ulurkan tanganmu!” Pinta Jihwan pada Hyun Ra
“Hah? Buat apa?”
“Udah, lakukan saja. Ulurkan tanganmu.”
Hyun Ra mengikuti keinginan Jihwan, dia mengulurkan tangannya.
“Ini untukmu.” Ucap Jihwan sambil meletakkan sesuatu di atas telapak tangan Hyun Ra yang terulur.
“Apa ini? untuk apa kau berikan ini untukku?” Hyun Ra menatap lekat sesuatu benda  yang berada di atas telapak tangannya itu.
“Kau bisa melihatnya khan? Itu Paper Bird.. burung kertas.. Pernahkah kau mendengar mitos burung kertas dari Jepang? Jika kau membuat 1000 burung kertas maka do’a dan impianmu akan terkabul. Setiap satu burung kertas tercipta, maka berharaplah dan terus berharap. Dan saat berjumlah 1000 burung kertas, maka ia akan memberimu kebahagiaan atau keajaiban.”
“Hah? Menggelikan sekali.” Kata Hyun Ra yang memang sudah dasarnya tidak mempercayai sama mitos – mitos konyol seperti itu.
“Memang terlihat begitu menggelikan. Namun anggap saja aku memberikannya padamu sebagai lambang penyemangatmu. Sayap burung kertas sangat kaku dan tak bisa mengepak. Tapi, tidak dengan harapan yang dibawanya dia akan melesat masuk ke dalam hidupmu dan memberimu keajaiban.”
"Lambang penyemangat hidupku.... dapat memberiku keajaiban?" Hyun Ra kemudian mengalihkan lagi pandangannya kepada burung kertas yang masih berada di telapak tangannya itu. Pikirannya berusaha untuk mencerna semua perkataan Jihwan barusan. Perkataan yang sepertinya konyol namun mampu membuat Hyun Ra berpikit ulang mengenai mitos Burung Kertas itu sendiri.
"Dengarkan aku, saat kau akan mengawali hari - harimu nanti.. aku akan datang kepadamu dan memberimu semangat juga harapan baru setiap harinya dengan ini." Jihwan mengangkat burung kertas itu perlahan dan menghadapkannya tepat di depan wajah Hyun Ra. "Jadi bersemangatlah Park Hyun Ra." Jihwan kemudian meletakkan kembali burung kertas itu diatas telapak tangan Hyun Ra sambil tersenyum.
 Hyun Ra yang awalnya masih berusaha mencerna perkataan Jihwan tiba - tiba langsung menatap Jihwan yang sedang berdiri dihadapnya dengan wajah yang masih tak lepas dengan senyumnya. 
"Kau tau namaku? Padahal aku belum sempat memberitahukanmu siapa namaku.." Kata Hyun Ra dengan raut wajah setengah terkejut menatap Jihwan.
"Jinjja? Kau belum memberitahukan namamu yah? Hahaha.." Jihwan tertawa kaku sambil menggaruk - garukkan tengkuknya. "Haruskah kita berkenalan? Bukankah kau juga sudah tau namaku?"
"Ne. Itu harus. Tau nama khan tetap saja masih belum ada perkenalan sama sekali" Kata Hyun Ra polos sambil menganggukkan kepalanya pelan.
"Oke, Jeon Jihwan imnida. Kau boleh memanggilku Jay atau terserah kau mau memanggilku seperti apa." Jay mengulurkan tangannya kepada Hyun Ra, dan tentu saja Jay tak pernah lupa dengan senyumannya.
"Park Hyun Ra imnida. Cukup panggil aku Hyun Ra saja. Bangapseumnida." Hyun Ra menyambut uluran tangan Jay, mereka saling tatap untuk beberapa lalu kemudian saling tersenyum satu sama lain.
"Nado." Ucapnya singkat tanpa melepaskan tatapannya pada Hyun Ra
Dan sepertinya, kehidupan Hyun Ra di rumah sakit  ini merupakan awal dari kehidupan yang akan merubah hidupnya. Bersama dengan Jihwan dan juga burung kertas ini hidupnya dimulai dari sini. 

--To be continued--
Continue reading [Fan Fiction] "PAPER BIRDS" Part 2

Selasa, 29 November 2011

,

[Fan Fiction] "PAPER BIRDS" Part 1

Back with me :)
Kali in mau nge-post FF iseng-isengku nih^^
Hahaha~ yang nyempetin baca Makasih ajah :)
Let's check this out -->

Cast :
Park Hyun Ra
Jeon Jihwan
Park Hyunchul
Jin Hyunjin
dsb^^




                5 tahun lalu…

                Hyun Ra menatap hampa sesuatu yang kini melekat di kaki kirinya itu, sebuah balutan berwarna putih pucat membungkus kakinya hingga bawah lutut.
                “Urghhh……” Erang Hyun Ra tak suka.
                Dia benci hari hari itu, hari dimana kecelakaan itu berawal. Hari dimana semua yang sudah direncanakan harus hancur berkeping – keping.
                Dia ingat sekali kejadian itu…
               Saat itu, tim basket sekolah yang dipimpinnya sedang melangsungkan pertandingan final basket nasional antar SMA. Pertandingan itu sudah hampir berakhir dan kemenangan yang begitu diidamkan seolah sudah berada di depan mata, namun tiba – tiba semuanya menjadi hancur kala salah seorang pemain dari tim lawan dengan sengaja menjegal kaki Hyun Ra dengan amat sangat keras.
                Hyun Ra terjatuh dan mengerang kesakitan sambil memegangi kaki kirinya yang mengeluarkan darah, keringat dingin meluncur keluar dari wajahnya. Rasanya benar – benar sakit. Hyun Ra pun terpaksa meninggalkan lapangan dengan ditandu. Dapat Hyun Ra lihat ekpresi wajah teman – temannya kala itu. Ekspresi kekhawatiran dan takut terlihat disana. Hyun Ra tidak bisa melakukan apa – apa. Kakinyapun bahkan sudah tak mampu menopang tubuhnya untuk berdiri.
                Saat pandangan matanya mulai kabur, dapat Hyun Ra dengar suara peluit tanda pertandingan berakhir, dapat Hyun Ra dengar suara sorak sorai kemenangan dari tim lawan menggema ke seluruh lapangan, dapat Hyun Ra dengar juga suara isakan teman – temannya. Tim basketnya kalah…. Dan Hyun Ra merasa sangat gagal mewujudkan impian teman – temannya untuk menjadi pemenang dalam pertandingan itu.
Dan ketika Hyun Ra tersadar, dia sudah berada di dalam ruangan dengan dinding berwarna serba putih pucat ini. Hyun Ra berada di rumah sakit. Dia diberitahukan oleh dokter jika dia tak sadarkan diri selama sehari penuh. Dan juga parahnya, Hyun Ra harus merelakan masa liburan musim panasnya dihabiskan di rumah sakit selama sebulan untuk terapi pemulihan kakinya.
“Hyun Ra-ah, bagaimana keadaanmu sekarang?” Tanya seorang namja yang sedang duduk disamping tempat tidurnya dengan mulut penuh dengan apel.
“Keadaanku? BURUK SEKALI.” Kata Hyun Ra dengan  emosi tertahan. Dia kemudian memalingkan wajahnya ke arah jendela yang terletak tepat berada disamping kanannya tempat tidurnya. Pemandangan di luar jendela lebih membuatnya sedikit lebih tenang dengan semilir angin yang memasuki kamar inapnya.
“YA, Ayo bersemangatlah !! Kemana semua semangat yang begitu meledak – ledak di dalam dirimu? Kenapa kau jadi melempem begini hanya gara – gara kecelakaan kecil itu? Sebulan kemudian, jika kau rutin dengan terapimu, kau bisa berjalan lagi dan kau juga bisa berlari lagi sambil mendribble bola kemudian memasukkannya ke dalam ring sebanyak yang kau mau.” Namja itu mengusap lembut kepala Hyun Ra dengan tujuan untuk mendorongnya supaya lebih kuat, tapi sepertinya hal itu tidak cukup berhasil.
“Oppaa… kemana Appa dan Eomma?” Tanya Hyun Ra dengan masih memalingkan wajahnya.
“Heum? Mereka sedang berbicara dengan dokter di depan kamar. Sebentar lagi mereka juga akan kemari. Eh, itu dia datang.” Sahut Namja yang Hyun Ra panggil sebagai “Oppa” itu begitu melihat dua orang paruh baya memasuki kamar inap.
“Hyun Chul-ya, Appa dan Eomma mau berbicara denganmu.” Kata Umma dengan wajah kusut. Dia terlihat begitu lelah. Eomma mengisyaratkan Hyun Chul Oppa untuk berbicara di luar kamar bersama mereka berdua.
“Ne Eomma.” Namja bernama Hyun Chul itu yang tak lain dan tak bukan adalah ‘Oppa’ dari Hyun Ra langsung bangkit dari tempat duduknya dan menghentikan memakan apelnya. Dia segera menuju ke luar kamar mengikuti Eomma dan Appa yang sudah berada di luar.
Hyun Ra hanya menatap datar punggung Oppanya yang sudah berganti dengan daun pintu yang tertutup. Kemudian dia mengalihkan lagi pandangannya kearah jendela. Sayup – sayup dapat Hyun Ra dengar suara Hyun Chul Oppa dan juga Appa sedang berbicara. Entah apa yang tengah dibicarakan. Karena diliputi oleh rasa penasaran, Hyun Ra bangkit dari tempat tidurnya, kemudian mengambil skruk yang terletak tepat di tepi tempat tidurnya. Kemudian secara tertatih Hyun Ra berjalan mendekati daun pintu dan mulai menajamkan pendengaannya….
“Appa, itu tidak mungkin khan? Aku mohon jangan bercanda… Hyun Ra pasti akan sangat terpukul jika dia tau kenyataan ini…”Suara Hyun Chul Oppa terdengar begitu parau dan berat.
“Hyun Chul-ya, apa kamu pikir saat ini Appa sedang bercanda? Appa serius mengatakan ini. Hyun Ra harus berhenti secara total bermain basket. Jika dia tetap memaksakan kehendaknya, maka Hyun Ra tidak akan bisa berjalan lagi atau lumpuh total. Tulang kaki Hyun Ra retak dan untuk bisa bermain basket seperti dulu lagi itu sudah tidak mungkin lagi. Namun untungnya dia masih bisa berjalan lagi setelah dia mengikuti terapi kurang lebih sebulan disini, tapi dia tidak bisa bermain basket lagi. Itu konsekuensinya.” Jelas Appa dengan muka serius. Tampangnya yang letih begitu terlihat dari kerutan – kerutan yang menghiasi wajahnya itu.
“DEG”.
Jantung Hyun Ra mendadak berdetak dengan cepat, dia berusaha untuk menganggap bahwa perkataan Appanya itu tidak mungkin benar. Namun dia mendengarnya dengan jelas.
‘Harus berhenti dari basket? Tidak mungkiiiinn…..’
Hyun Ra tertawa kikuk begitu mendengarnya. Itu hanya bercanda. Tidak mungkin. Ditajamkan lagi pendengaran Hyun Ra begitu mendengar suara Eommanya.
“Eomma mohon padamu Hyun Chul-ya, untuk saat ini kau jangan beritahukan berita ini pada Hyun Ra. Eomma tak mau terjadi sesuatu terhadapnya. Eomma ingin dia cepat pulih dan masalah dia tidak bisa bermain basket lagi, mungkin ada saatnya kita bertiga harus berbicara pada Hyun Ra..”
“Tapi Eomma…” Suara Hyun Chul terasa tercekat.
“Itu tidak perlu Eomma, aku sudah mendengar semuanya…… aku.. sudah mendengarnya.” Sahut Hyun Ra yang tiba – tiba muncul dari balik pintu. Wajahnya menunduk, tangannya yang sedang memegang skruk bergetar sangat hebat. Entah kenapa tanpa dia sadari cairan bening itu sudah menetes dan membasahi pipinya.
“Hyun… Hyun Ra….” Hyun Chul menatap Hyun Ra dengan wajah setengah tidak percaya. Dia tidak percaya jika Hyun Ra mendengar pembicaraan mereka bertiga.
“Hyun Ra-ya….” Appa mendekati Hyun Ra, bermaksud untuk merengkuh putrinya yang raput itu, namun Hyun Ra malah menolaknya.
“JANGAN MENDEKAT.” Teriak Hyun Ra pada mereka bertiga.
Namun teriakan Hyun Ra tidak diindahkan oleh Hyun Chul, dia ingin menenangkan hati dongsaengnya itu..
“AKU BILANG JANGAN ADA YANG MENDEKAT!!!” Hyun Ra berteriak dan menatap mereka bertiga satu persatu. Wajah Hyun Ra yang memerah dan sudah dibasahi oleh air mata itu terlihat begitu kalut. Hyun Ra melangkah mundur dengan skruk yang dipegangnya. Dengan tertatih dia memasuki kamar inapnya kembali, menutup pintu dengan keras dan kemudian menguncinya dari dalam. Dia tak perduli dengan panggilan Appa, Eomma, dan juga Oppanya yang menyuruhnya membuka pintu. Dia tak perduli…
Entah kenapa seluruh tubuh Hyun Ra tiba – tiba lemas seketika, dia terjatuh dari pegangan skruknya. Di dalam kamar yang gelap nan sunyi itu Hyun Ra menangis dalam diamnya. Rasanya sakit sekali saat kenyataan itu harus dia ketahui. Sangat sakit. dada Hyun Ra terasa begitu sesak. Dia menyesali semuanya.. semua yang sudah terjadi dan membuatnya seperti ini.. dia membenci hidupnya saat ini….. dia sangat membencinya….

@@@@@

“Hyun Ra-ah, jeball… buka mulutmu!!” Kata Hyun Chul sembari menyendokkan bubur yang dipegangnya itu ke mulut Hyun Ra. Namun Hyun Ra memalingkan wajahnya dan bahkan tak membuka mulutnya sedikitpun.
Sudah hampir seharian ini Hyun Ra sama sekali tidak membuka mulutnya, dia stop makan gara – gara kejadian kemarin lusa. Kejadian yang menyakitkan dan bahkan sampai sekarang Hyun Ra masih belum menerima semua kenyataan yang sudah terjadi. Hah.. tidak bisa bermain basket lagi? Konyol sekali bagi Hyun Ra. Sehari saja dia tak bermain basket dia merasa hidupnya ada yang kurang. Baginya Basket adalah setengah dari bagian hidupnya. Maklum saja, dari kecil Hyun Ra sudah mengenal dan mencintai basket. Bahkan dia bercita – cita menjadi pebasket wanita professional. Namun semua mimpinya itu harus hancur gara – gara kakinya ini.
Hyun Ra terus saja mengumpat dan menyesali keadaannya, dia masih terlihat sangat labil saat ini. Bahkan teman – teman seperjuangannya pun tidak bisa membuat Hyun Ra tersenyum walau hanya sedikit. Tidak ada yang bisa membuat Hyun Ra bersemangat. Oppanya saja sampai menggelegkan kepala mengenai hal ini.
“Heuh.. kau tidak tau? Betapa khawatirnya Eomma dan juga Appa terhadap kondisimu? Ayolah Hyun Ra-ah, kau harus makan walaupun hanya 1 suap. Jangan biarkan semua penyesalan itu membuatmu lemah seperti ini. Jangan biarkan kau terus – terusan berada di Jurang dan tak pernah mau untuk keluar dari jurang itu. ” Hyun Chul terlihat begitu frustasi menghadapi adik satu – satunya itu. Dia sudah tidak tau lagi bagaimana caranya.
Sementara Hyun Ra, dia hanya bungkam dengan wajah pucat dan ekspresi muka yang datar. Dia tak berhenti memandang hampa pemandangan yang terlihat dari jendela kamarnya.
“Baiklah kalau kau tidak mau makan, kalau terjadi sesuatu terhadapmu Oppa tidak mau tau. Oppa mau ke kampus dulu, nanti Eomma akan kemari menjengukmu.” Hyun Chul bangkit dari tempat duduknya, mengambil tas ranselnya. “Take Care.” Setelah berkata itu dia kemudian meninggalkan Hyun Ra seorang diri di dalam kamar.
Hyun Ra menatap punggung Oppanya yang sudah menghilang dari balik pintu dengan wajah datar. Dia kemudian berbalik lagi, menatap jendela kamarnya itu. Entah kenapa pikiran – pikiran buruk mulai bermunculan di dalam benaknya

--To be continued--


Continue reading [Fan Fiction] "PAPER BIRDS" Part 1

Minggu, 27 November 2011

,

[Fan Fiction] "PAPER BIRDS" (Prolog)


Suara denyitan sepatu bercampur dengan Suara pantulan bola terdengar di dalam lapangan indoor basket di salah satu sekolah SMA yang terkemuka di Seoul. Terdengar seseorang wanita dengan rambut dikuncir kuda sedang berteriak dari pinggir lapangan. Dengan membentuk tangan segitiga sambil meniupkan peluit, dalam sekejap saja para pemain berhenti bermain, kemudian mereka berkumpul dan menghampirinya.
                “Latihan kali ini kita sudahi. Permainan kalian semua sangat bagus.” Ujarnya sambil tersenyum memandang para pemain satu – persatu. “Pertandingan final besok lusa pasti dapat kita menangkan dan kita bisa membawa trophy kemenangan itu.” Lanjutnya dengan penuh optimis.
                “Ne pelatih. Kita pasti bisa memenangkannya. Kita percaya itu. Iya khan teman – teman?” Kata salah seorang pemain dengan meyakinkan yang lain.
                “Iyah, kita pasti bisa menang.” Ucap yang lain bersamaan.
                “Semangat yang seperti itu yang harus selalu kalian tunjukkan. Nah, sebagai penambah semangat…..” Sang Pelatih tidak melanjutkan kata – katanya. Dia berbalik dan mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Pelatih itu memberikan sebuah burung kertas kepada tiap – tiap pemainnya.
                “Wah pelatih, lagi – lagi burung kertas. Tiap kami selesai latihan pelath tak pernah bosan memberikan kami burung kertas.” Kata salah seorang pemain yang masih menatap burung kertas di tangannya.
                “Hehehe.. itu sebagai penyemangat kalian. Sebagai sebuah harapan saja akan kemenangan nanti. Mungkin harapan itu bisa menjadi keajaiban bagi kita nantinya. Yang aku inginkan dari kalian hanyalah semangat itu, tak perduli bagaimanapun hasilnya nanti namun yang terpenting semangat dan kerja keras kalian tidak akan pernah sia – sia. Teruslah berharap dan berharap agar keajaiban berpihak kepada kita.”
                “Kalau masalah itu pelatih tenang saja, kami akan terus bersemangat. Melihat kemenangan yang sudah di depan mata kami tidak akan menyerah sampai akhir.”
                “Baguslah, pelatih suka dengan semangat kalian semua. Pelatih percaya kita pasti bisa menang. Sekarang latihan telah usai. Besok kalian libur untuk menyimpan stamina kalian. Latihan hari ini dibubarkan.”
                Semua pemain membubarkan dirinya masing – masing. Mereka meninggalkan lapangan indoor dan pergi berlalu dengan wajah yang bersemangat. Ruangan indoorpun kini terlihat begitu lengang. Hanya sosok sang pelatih yang masih menatap lapangan indoor dengan tatapan yang sulit dipahami. Kemudian dia kembali ke tempat duduknya, menatap sekilas sesuatu yang menyembul di dalam tasnya.
                ‘Sudah 5 tahun berlalu sejak kejadian itu. Aku tak akan mungkin melupakannya.’ Ujarnya sambil tersenyum menatap sebuah burung kertas yang sudah lecet itu. Dia mengambilnya dan melepaskan semua lipatan – lipatan itu hingga membentuk kertas persegi.

                ‘Pernahkah kau mendengar mitos burung kertas dari jepang? Jika kau membuat 1000 burung kertas maka do’a dan impianmu akan terkabul. Setiap satu burung kertas tercipta, maka berharaplah dan terus berharap. Dan saat berjumlah 1000 burung kertas, maka ia akan memberimu kebahagiaan.’

                Dia.. tak akan pernah bisa melupakan perkataan itu.. sebuah kata – kata magic dari seseorang yang dulu mampu merubah jalan pikiran dan hidupnya.
 Dirabanya kertas itu perlahan, ada sebuah coretan tangan yang tulisannya sudah mulai memudar , ditambah lagi dengan tulisannya kurang mampu dipahami untuk dibaca. Namun dia paham, dia paham arti dalam tulisan itu….. dia paham sekali….
Continue reading [Fan Fiction] "PAPER BIRDS" (Prolog)

Sabtu, 26 November 2011

,

Mengerti -,-"

Sebenarnya aku bahkan tak mengerti..
Apa yang sebenarnya ada di dalam benakmu..
Sungguh aku tak memahaminya..
Kau memintaku untuk menghiburmu..
Tapi saat pertanyaan kukeluarkan untukmu,
kau malah menutup mulutmu..
Seolah semua yang kau minta padaku
sama sekali tak ada artinya..

Apu maumu?
Kau bahkan terus mendekap kediamanmu itu padaku..
Apa yang bisa kulakukan untukmu?
Tapi tetap saja, tak ada satu patah katapun yang terucap..

Ahh..
Andai aku bisa memasuki hatimu
agar aku tau semua yang kaurasakan..
Tak mengertikah dirimu?
dengan sikapmu seperti ini
kau secara tak langsung membuat lubang yang menganga untukku..
Tak mengertikah dirimu akan aku?
Aku disini, dengan segala asaku berusaha untuk bisa memahamimu..

Tak bisa kah kau mengerti???
Continue reading Mengerti -,-"

Jumat, 25 November 2011

, , ,

[NEWS] "Star Interview" Daeguknamah "Do you like Japan?"


The BOSS will leave Korea after 4 weeks of matured and painful activities. Their ballad song “Lady” makes one body feel nervous.

Waited for a year and four months who left (Korea) in four weeks. That’s  The Boss, an idol group which consists of 5 members. Their second single, with the title track ‘Lady’ completed their short activity in a month.

On the 21st of november, we met  The BOSS during their departure to Japan.
“The last interview in Korea”
“It was unfortunate if you didn’t do more activities in Korea” with a serious face at the end of the talk.

“Why are there people talking about our Japanese acitivies while there are many other groups. Although we know it’s hard to explain the exact reason. But dear international fans, it’s true we grew a lot through our Japanese activities.” (Hyunmin)

It will be true enough to say that The BOSS showcase the exact representation of Japanese activities. The experience of learning Japanese is different. I mean, we did not go through and get out of the capital. The members have been lonely. This habit of themselves have created distrust among the members

Mika said “I did not have time to talk with the members when in our debut times because I was busy practicing as debut come to approach us. Then we came to Japan. Out of nowhere, we turn out to be five people that never got into a fight with each other. I have to accept small misunderstandings too. As a leader, i have to have a self-esteem. I cannot depend on my younger members.

Hyunmin went to leader’s weak side. Hyunmin said “That time whether the position of leader or maknae all were needless and both were same difficult. One day, our manager called us out and tried to listen to our heart one by one, and during that time, all the feelings in our heart were just like been removed.”

Now all the members “We are just like magnets with different poles.”
Like encouragements, It was nice to talk about it.
When you go to the café, buy new ponsel or wherever you go, it doesn’t always belong into 5 boys.
Hairstyles, some trendy fashion and accessories distributed to the 5 members. We share it.
Hyunmin “How if we do the same style  in the group” he said with eyes focused towards the members.

The BOSS’ japan activities has taught them how to enjoy  on the stage.’Lady’ is  The BOSS first introduced  ballad song.As a dance group it was not easy to express our feelings with  eyes.

My feet was freezing at first and it was difficult to come on stage” Injun said while he laughed.
Hyunmin said “All of us show different types of 5 voices”
“Rather than a quintet piano orchestra, we can show it~” he said.
By relying on our voices’ charms we are able to appeal. Jay said “Neo eopshi andwae, jugeodo andwae~”  this song part is the most interesting because there is a shacky part.

The BOSS’ excessive competitions can be found on their enjoying appearance.
When they’re having their activities in Korea, they feel “happy” when they’re watching Mnet channel,on “Superstar K 3″.
Mika “So far, people who loved music are good~”, he said
“During the audition through a music program, I’m thinking that we will be able to grew up more…”

The BOSS promised to come back April next year with a more grown up image.We learned a lot when we were in Japan instead more than our goal.

“Though there are more viewers, more performances, fans shout more loudly, we will make sure to give it back ,  rather than it will be an end, we will grew up, and it will be our effort” said Mika.

Credit : 
Source : Hankooki.com | Stardustboss
Translator : Hyorazadarwin @ Twitter & landrymandy @ Twitter | 
Continue reading [NEWS] "Star Interview" Daeguknamah "Do you like Japan?"