Back again^^
Maaf kalo ada yang bosen sama aku ._.v
Gag ada maksud, cuma mau ngepost FF iseng - isengku kok^^V
Yang nyempetin baca makasih ajah :)
Ah, iyah.. please don't copy paste my FF
Walau jelek tapi ini kerja kerasku :D
Let's check this out -->
Cast :
Park Hyun Ra
Jeon Jihwan
Park Hyunchul
Jin Hyunjin
dsb^^
Continue reading [Fan Fiction] "PAPER BIRDS" Part 3
Maaf kalo ada yang bosen sama aku ._.v
Gag ada maksud, cuma mau ngepost FF iseng - isengku kok^^V
Yang nyempetin baca makasih ajah :)
Ah, iyah.. please don't copy paste my FF
Walau jelek tapi ini kerja kerasku :D
Let's check this out -->
Cast :
Park Hyun Ra
Jeon Jihwan
Park Hyunchul
Jin Hyunjin
dsb^^
“Perkembangan
kakimu cukup bagus. Keseimbanganmu juga sudah mulai terlihat walaupun masih
sedikit kaku.” Kata Dokter yang bertanggung jawab akan terapi terapi Hyun Ra.
Dia sedang mencatat di beberapa hal pada sebuah kertas hasil terapi.
“Benarkah
Dokter? Berapa lama lagi aku bisa berjalan?” Tanya Hyun Ra dengan wajah
antusiasnya. Kali ini Hyun Ra tidak memakai skruk. Dia memakai kursi roda saat melakukan
terapi.
“Selama
kau bersemangat dan terus seperti ini, maka kau bisa berjalan lagi kurang dari
sebulan. Tapi untuk pemulihan total memang diperlukan waktu sebulan lebih.
Sekarang lebih baik.” Dokter itu tersenyum pada Hyun Ra yang terlihat begitu
bersemangat.
“Terima
kasih Dok. Aku janji akan terus bersemangat menjalani terapi ini.”
“Baguslah,
terapi hari ini selesai yah. Nah tuan Jeon Jihwan sekarang giliranmu untuk
membawanya meninggalkan ruang terapi ini.” Dokter itu menoleh kearah Jihwan
yang sedang berdiri memperhatikan Hyun Ra terapi dengan tangan terlipat.
“Eh?
Baiklah Dokter Lee. Terima kasih untuk hari ini.” Jay mendekati Hyun Ra. Mendorong
kursi rodanya keluar dari ruangan terapi.
“Jihwannie.”
Panggil dokter itu sesaat sebelum Jihwan meninggalkan ruangan terapi.
“Iyah,
ada apa Dokter Lee?” Jihwan menoleh ka arah dokter Lee. Hyun Ra juga melakukan
hal yang sama walaupun namanya tak dipanggil.
“Bagaimana
dengan kondisimu? Kau harus menjaga kesehatanmu dengan baik. Jangan memaksakan
dirimu karena hal itu bisa berakibat fatal.”
Jihwan
diam, raut wajahnya berubah saat Dokter Lee mengatakan hal itu padanya. Dia
menundukkan kepalanya dan mendorong kupluk merah yang menutupi kepalanya
kebawah sampai atas matanya.
“Jangan
khawatir Dokter Lee. Tidak akan terjadi sesuatu yang fatal terhadapku. Aku baik
– baik saja.” Jihwan menatap Dokter Lee sambil tersenyum. “Aku dan Hyun Ra
permisi dulu.” Kemudian Jihwan mendorong kursi roda Hyun Ra keluar dari ruangan
terapi.
“Maksud
Dokter Lee itu apa? Dia bilang jika kau memaksakan dirimu maka akan berakibat
fatal. Apa maksudnya? Kau juga pasien di Rumah sakit ini khan Jihwan? Kau sakit
apa?” Hyun Ra memborbardir begitu banyak pertanyaan kepada Jihwan.
Namun
Jihwan masih bergeming. Dia menutup mulutnya dan tak bermaksud untuk menjawab
semua pertanyaan Hyun Ra. Walaupun keakraban sudah terjalin erat diantara
mereka berdua, namun untuk hal yang satu itu Jihwan masih belum bisa membuka
mulutnya. Belum saatnya bagi Hyun Ra untuk mengetahuinya.
“Jihwannie~~”
Sahut Hyun Ra gemas.
“Aku
tidak apa – apa Hyun Ra, kau tenang saja. Dokter Lee hanya terlalu melebih –
lebihkan perkataannya padaku. Tidak sesuatu hal yang serius menimpaku. Kau
tenang saja.” Jawab Jihwan dengan nada suara lembut.
“Benarkah?
Kau tidak membohongiku khan?
“Yah..
Mungkin nanti aku akan menceritakan semuanya kepadamu. Tapi tidak untuk saat
ini.”
“Kalau
begitu aku akan menunggunya sampai kau mau bercerita kepadaku.”
Semenjak
pembicaraan tak mengenakkan itu, mereka berdua sama – sama diam. Tidak ada yang
mau membuka mulutnya untuk memulai pembicaraan baru. Jihwan juga yang biasanya
seolah tak pernah kehabisan topic pembicaraan itu malah menjadi diam.
Pembicaraan itu membuatnya hatinya mencelos dan dia berusaha untuk meyakinkan
dirinya bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
“Park
Hyun Ra….”
Jihwan
menghentikan mendorong kursi roda Hyun Ra saat mendengar ada seseorang
memanggil nama Hyun Ra. Hyun Ra dan Jihwan menatap seseorang yang berada
dihadapan mereka saat ini. Sosok namja tampan dan tinggi itu berdiri dengan
wajah tersenyum sambil membawakan buket bunga mawar pada tangannya.
“Hyun..
Hyun Jin….” Suara Hyun Ra tercekat begitu melihat sosok namja dihadapannya itu.
Namja
itu tersenyum manis, kemudian dia mendekati Hyun Ra dan berjongkok di
hadapannya sambil memberikan buket bunga ditangannya itu kepada Hyun Ra.
“Untukmu.”
“Eh?
Gomawo Hyun Jin-ah.” Hyun Ra menerima bunga itu dari tangan Hyunjin. Perasaan
yang lama dirindukannya itu entah kenapa kembali mucul dari hatinya. Hyun Ra
menatap wajah Hyun Jin dihadapannya itu lama.
Jihwan
yang kini dianggap seolah ‘tidak ada’ oleh mereka berdua itu merasa tidak
nyaman akan keadaan yang seperti ini.
“Kalau
kalian ingin lovey dovey aku akan pergi dari sini.” Sindir Jihwan dingin yang
membuat tatapan mereka berdua beralih kea rah Jihwan yang berada dibelakang
Hyun Ra. Dia berdiri menatap mereka berdua dengan wajah datar.
“Ahh
mian Jihwannie, aku melupakan keberadaanmu. Perkenalkan ini te.. manku.” Kata
Hyun Ra ragu saat dia mengatakan kata ‘teman’ yang diperuntukkan buat Hyun Jin.
Namun Hyun Jin malah tak ambil pusing dengan hal itu.
Hyun
Jin berdiri dan menatap Jihwan dengan wajah tersenyum. Namun Jihwan malah
sebaliknya. Dia yang biasanya selalu tak lepas dari senyuman itu mendadak
menghilangkan senyuman itu dari wajahnya dan berganti dengan wajah datar tanpa
ekspresi.
“Jin
Hyun Jin. Terkadang teman – temanku memanggilku Zin.” Hyun Jin mengulurkan
tangannya kepada Jihwan.
“Jeon Jihwan. Kau
bisa panggil aku Jay atau terserah kau mau memanggilku apa.” Ucap Jay membalas
uluran tangan Hyun Jin yang awalnya tadi sempat ditolaknya uluran tangan itu.
“Hyun
Ra-ya, bisakah kita berbicara?” Pinta Hyun Jin yang setelah intermezzo
perkenalannya dengan Jihwan berakhir dia lalu memfokuskan tatapannya kepada
Hyun Ra.
“Bicara?”
“Iyah,
bisakah kita berbicara? Cuma 4 mata.” Kata Hyun Jin sambil melirik ka arah
Jihwan yang raut wajahnya masih saja datar.
“Aku
pergi Hyun Ra, kau berbicaralah dulu dengan Hyun Jin. Aku tak ingin mengganggu
privasi kalian” Kata yang Jihwan dengan sadar diri meninggalkan Hyun Ra dan
juga Hyun Jin berdua. Membiarkan mereka berbicara secara empat mata.
“Jadi,
bagaimana keadaanmu sekarang?” Tanya Hyun Jin sembari mendorong kursi roda Hyun
Ra menuju taman rumah sakit. Mereka berdua mengobrol dengan kaku. Itu wajar
karena mereka sudah lumayan lama tidak bertemu. Mungkin hampir sebulan lamanya
mereka lost contact.
“Sudah
jauh lebih baik semenjak kecelakaan itu. dan sekarang untuk memulihkan kondisi
kakiku aku juga mulai rajin mengikuti terapi.”
“Benarkah?”
“Iyah,
aku tak ingin terus – terusan menyalahkan keadaan yang dulu terjadi. Aku harus
bangkit dari keterpurukanku. Jihwan yang membuatku tersadar akan hal ini.”
Sahut Hyun Ra dengan wajah berseri – seri.
“Jihwan?”
Mendengar Hyun Ra menyebut nama Jihwan ada perasaan tak suka yang menghampiri
hati Hyun Jin. “Dia yang membuatmu berseri
- seri seperti ini?” Tanya Hyun Jin dengan suara datar.
“Mianhae
Hyun Jin-ah, aku tak bermaksud mengatakannya. Namun apa yang terjadi kemarin
adalah sebuah pelajaran yang berharga bagiku. Dan dialah yang membuatku
tersadar.”
Hyun
Jin berhenti mendorong kursi roda Hyun Ra. Dia menghadap Hyun Ra dan menatap
mata teduh milik Hyun Ra. Mata yang selalu membuat hatinya tak berhenti
berdegup dengan kencang. Namun entah kenapa mata itu kini tak mampu membuat
sensasi yang sama seperti dulu. Rasanya berbeda dari dulu. Dan Hyun Jin memang
sudah menyadarinya... lama.
“Maafkan
aku Hyun Ra jika di saat – saat tersulitmu aku tak bisa berada disisimu untuk
menjadi penopang seluruh keluh kesahmu. Maafkan aku jika selama ini aku tak
mampu membuatmu bahagia. Maafkan aku jika selama ini aku tak mampu menjadi seorang
namja chingumu yang baik. Maafkan aku.. Maaf..” Ucap Hyun Jin dengan suara
parau sambil menundukkan wajahnya. Rasa penyesalan terus menghatuinya dan itu
membuatnya sangat tersiksa.
“Hyun
Jin-ah..”
Hyun Ra
mengangkat kepala Hyun Jin yang tertunduk itu. Dia lalu membiarkan mata mereka
berdua saling bertemu lagi. Hyun Ra mengusap wajah Zin perlahan. Wajah yang begitu dikaguminya, tatapan mata
yang mampu membuat hati Hyun Ra bergetar, senyum yang mampu membuat wajah Hyun Ra menjadi memerah
seperti kepiting rebus. Namun sepertinya semua itu terasa begitu berbeda saat
ini. Entah kenapa perasaan miliknya terlihat begitu tenang. Tidak seperti dulu
yang begitu menggebu – gebu ingin terlihat sempurna dihadapannya.
“Berbahagialah
dengan Chae Rin.” Kata Hyun Ra yang sontak membuat raut wajah Hyun Jin berubah
seketika begitu Hyun Ra mengatakannya.
“Hyun…
Hyun Ra-ya…” Suara Zin masih bergetar, wajahnya tetap tak berubah.. Wajah yang
dipenuhi dengan rasa keterkejutan. Hyun Ra tau mengenai Chae Rin.
“Bukankah
kau menemuiku kemari untuk mengatakan
tentang hubunganmu dengan Chae Rin bukan? Apa kau pikir sikapku yang diam dulu
kala kau menatap Chae Rin dengan tatapan berbeda itu tak pernah kusadari? Aku
menyadarinya dari awal sejak pertemuanmu dengan Chae Rin. Tatapan matamu sejak
itu sudah bukan milikku lagi. Tapi miliknya yang diam – diam kau kagumi itu.”
Jelas Hyun Ra dengan suara bergetar menahan tangis.
“Maafkan aku..
Maaf karena aku tak bisa menjadi sesosok orang yang mampu membuatmu bahagia,
maaf jika aku mengkhianatimu, maaf jikaaa….” Kata – kata Zin terhenti kala dia
melihat Hyun Ra menempelkan telunjuknya ke bibirnya.
“Cukup, aku tak
ingin mendengar maaf itu darimu lagi. Aku memaafkanmu, aku mengikhlaskanmu
bersamanya. Kau tak bersalah, akulah yang bersalah karena aku tak mampu membuat
hatimu untuk tetap bersamaku. Terima kasih untuk segala yang kau berikan
untukku selama ini. Aku menikmati hidupku bersamamu selama beberapa saat. Walau
hubungan kita tak seperti dulu lagi, aku harap hubungan pertemanan kita tetap
tak berubah. Aku menyayangimu Hyun Jin.. Oppa.” Hyun Ra menatap Hyun Jin
lembut, dia kemudian mengecup kening Hyun Jin pelan.
“Eh? Hyun Ra…”
Hyun Jin mengusap keningnya perlahan.
“Kecupan
terakhirku sebagai kekasihmu.” Kata Hyun Ra sambil tersenyum dan kemudian dia
mengerlingkan sebelah matanya. Dia ingin terlihat tegar dihadapan Hyun Jin
“Terima kasih
atas segalanya.” Hyun Jin berdiri, kemudian dia juga mengecup kening Hyun Ra
lembut. “Maaf juga atas kesalahanku.” Lanjutnya dengan wajah yang terlihat
masih ada guratan penyesalan di dalamnya.
“Gwencahana”
Hyun Ra menjawab dengan senyuman.
“Baiklah, aku
antar kau ke dalam” Kata Hyun Jin yang
bermaksud hendak mendorong kursi roda
Hyun Ra, namun tiba – tiba tangan Hyun Jin disikut oleh seseorang yang entah kenapa
sudah berada di dekatnya.
“Biar aku saja
yang mengantarnya ke dalam.” Ujar sebuah
suara yang sontak membuat mereka berdua menoleh..
“Jihwannie.”
Hyun Ra menatap wajah Jihwan yang masih dengan ekspresi yang sama. Yaitu wajah
datar.
Jihwan balas
menatap Hyun Ra sekilas dan kemudian menghampirinya, “Aku yang akan mengantar
Hyun Ra masuk. Jika urusanmu dengan Hyun Ra sudah selesai, maka aku akan
membawanya.” Ucap Jihwan kepada Hyun Jin.
Hyun Jin tertawa
kecil saat mendengar perkataan Jihwan yang terkesan begitu dingin dan posesif
itu.
“Baiklah,
urusanku dengan Hyun Ra memang sudah selesai. Aku akan pergi. Dan kau Jeon
Jihwan, kuharap kau bisa membuatnya tetap tersenyum dan semangat seperti saat
ini.” Hyun Jin melambaikan tangannya tanpa menatap ke arah Hyun Ra dan juga
Jihwan. Dan mereka berdua hanya mampu menatap kepergian Hyun Jin yang sekarang
sudah tak tampak lagi dari penglihatan mata mereka.
“Gwenchana?”
Tanya Jihwan begitu mereka saling berhadapan.
Tak ada sepatah
katapun yang keluar dari bibir Hyun Ra. Yeoja dihadapannya itu hanya tersenyum
sambil menatap lekat wajah Jihwan. Jihwan hanya diam. Dia mengerti apa yang Hyun
Ra inginkan saat ini.
“Kali ini kau
boleh menangis.” Ucap Jihwan sedikit dingin namun terdengar begitu lembut bagi
Hyun Ra. “Dia sudah pergi, kau boleh menangis sekarang.”
Hyun Ra menatap
Namja dihadapannya itu. Bahkan sebelum Hyun Ra memintanyapun Jihwan sudah
memintanya untuk menangis. Jihwan mengerti apa yang Hyun Ra inginkan walaupun
tanpa mengatakannya sedikitpun. Jihwan mengerti. Hyun Ra menggigit bibir
bawahnya kuat – kuat. Berusaha untuk menahan tangisannya lama lagi. Namun dia
tak bisa. Rasanya sesak sekali jika terus tertahan. Dia lalu menarik baju
Jihwan sehingga membuat jarak tubuhnya dengan Jihwan semakin dekat.
Cairan bening
itu akhirnya meleleh juga dan membasahi pipi Hyun Ra. Akhirnya pertahannya
runtuh juga di pelukan Jihwan.
“Maaf kalau aku
menangis lagi dihadapanmu, maaf kalau aku selalu merepotkanmu. Kali ini saja,
izinkan aku menangis lagi di pelukmu. Setelah kejadian ini, aku tak akan
menangis lagi.” Kata Hyun Ra dengan suara yang bergetar.
“Aku tau sekuat
apapun kau bersikap tegar namun kau bisa saja rapuh kapanpun. Seperti saat ini.
Kau mampu menyembunyikan rasa sakitmu dihadapannya. Namun kau tak bisa
menyembunyikannya dariku. Karena aku tau kamu yang seperti ini. menangislah
Hyun Ra.. Menangislah sampai kau merasa beban hatimu terbagi sedikit kepadaku.”
Jihwan balas memeluk Hyun Ra. Dia ingin Hyun Ra menjadi jauh lebih kuat dari
sebelumnya.
@@@@@
“Tanpa
perlu kau bilang padaku, aku sudah sadar kalau Hyun Jin itu adalah seseorang
yang special buatmu. Iya khan?” Tanya Jihwan yang secara spontan dibalas
anggukan oleh Hyun Ra.
“Yah,
dialah orang yang special untukku dulu.” Ucapnya sambil menatap kosong minuman
kaleng yang dipegangnya.
Mereka
berdua kini berada di tempat awal mereka berkenalan. Yaitu di bangku dekat
mesin minuman otomatis. Sejak keadaan Hyun Ra sedikit lebih tenang tadi setelah
menangis dia memutuskan untuk menceritakannya kepada Jihwan.
“Hyun
Jin itu sosok yang selalu kukagumi. Dia seniorku dari klub basket cowok. Dia
kapten dan pemain andalan sekolah. Kami berkenalan karena kami sama – sama
memiliki kegemaran yang sama yaitu basket. Dari situlah hubungan kami dimulai.
Berawal dari hubungan anatar senior dan Junior lalu meningkat menjadi hubungan
kekasih. Entah siapa yang memulainya. Namun dulu kami berdua pernah berjanji
jika SMA kami berhasil menjadi juara regional basket tingkat SMA maka dia akan
mengatakan sesuatu hal padaku. Akupun juga demikian. Dan ternyata sekolah kami
berhasil menjadi juara basket tingkat SMA cowok dan cewek di tahun yang sama.
Tak kusangka ternyata Hyun Jin Oppa menyatakan perasaannya padaku. Akupun tak
bisa memungkiri bahwa aku memiliki perasaan itu untuknya. Akhirnya kami
jadian.”
Hyun
Ra menghentikan ceritanya sejenak. Dia meneguk minuman kaleng yang berada di
tangannya. Dia menatap Jihwan yang sedang menatap langit – langit. Walau Jihwan
terlihat begitu acuh namun Hyun Ra tau jika Jihwan mendengarkan ceritanya dan
sangat perduli terhadapanya. Hyun mendesah pelan. Dia bersemangat untuk
melanjutkan ceritanya.
“Hubungan
kami berjalan dengan lancar hingga suatu ketika seseorang itu hadir di dalam
kehidupan kami berdua. Yah, dia manajer baru di klup basket cowok. Cewek yang
ceria itu ternyata tak kusangka mampu
memikat hati Hyun Jin. Yah, dialah Chae Rin. Aku menyadari ada sesuatu yang
tidak beres saat Hyun Jin menatap Chae Rin, tatapan yang sunnguh berbeda. Sejak
itu aku sadar jika Hyun Jin sudah tak mampu aku miliki lagi.”
“Lalu?”
Tanya Jihwan datar. Dia mulai tertarik dengan cerita cinta diantara Hyun Jin,
Hyun Ra, dan sosok seorang Chae RIn itu. Padahal tadi dia merasa ogah – ogahan
mendengar cerita itu.
“Aku
pura – pura tak menyadarinya. Aku berusaha untuk tak menerima kenyataan itu.
Hingga saat pertandingan nasional final basket cewek antar SMA itu aku melihat
mereka berdua berada di bangku penonton sambil berpegangan tangan. Hatiku terasa
mencelos begitu melihatnya. Dan tanpa aku sadari tiba - tiba kakiku di jegal
oleh pemain lawan hingga sekarang aku berada di tempat ini. Dan semuanya
berakhir.” Ucap Hyun Ra sambil tersenyum kaku kea rah Jihwan.
“Sudah
cukup Hyun Ra, aku tak ingin mendengarnya lagi. Aku sudah cukup mendengarnya.”
Jihwan yang menyadari perubahan ekspresi Hyun Ra itu merasa jika dia terus –
terusan bercerita tentang masa lalunya maka Hyun Ra akan terus membuka luka
lama itu dan bisa saja sulit bagi Hyun Ra untuk kembali menutupnya rapat –
rapat.
Hyun Ra diam dan mengikuti
keinginan Jihwan untuk berhenti menceritakan masa lalu itu kepada Jihwan.
Matanya mendadak terasa panas dan entah kenapa air mata itu bersiap – siap
untuk kembali jatuh. Hyun Ra menunduk. Dia tak ingin menangis lagi. Dia sudah
berjanji pada Jihwan.
“Untukmu.” Kata Jihwan sambil
menyerahkan sesuatu di atas telapak tangan Hyun Ra.
“Eh?
Burung kertas? Bukankah tadi pagi kau sudah memberikannya untukku? Tapi kenapa
sekarang kau berikan lagi?” Hyun Ra mengusap air matanya perlahan dan menatap Jihwan
dengan wajah bingung.
Jihwan menatap langit – langit,
matanya menerawang jauh. Entah apa yang sedang ada di pikirannya saat ini. Jihwan
sepertinya tak sanggup melihat air mata Hyun Ra berlinang lagi.
“Burung
kertas itu akan menggantikan kesedihanmu saat ini dengan semangat yang baru.
Relakan dia yang telah pergi, akan ada seseorang yang akan menggantikan
posisinya di hatimu kelak. Entah aku tak tau siapa, tapi yang jelas orang
paling beruntung itu tidak akan membuatmu sedih seperti ini lagi.
Bersemangatlah.” Kata Jihwan dengan tatapan mata yang teduh, dia tersenyum
seraya membelai rambut Hyun Ra lembut.
“DEG..
DEG.. DEG..” Jantung Hyun Ra berdetak semakin kencang saat Jihwan mengatakan
hal itu, dia kemudian menunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya yang mulai
bersemu. Hyun Ra berpura – pura menatap burung kertas itu di tangannya. Entah
Jihwan sadar atau tidak tapi Hyun Ra senang saat Jihwan mengatakan itu padanya.
‘Orang
beruntung itu…. Kamu.’
--To be continued--