Kamis, 17 Mei 2012

,

[Fan Fiction] "PAPER BIRDS" Part 6

Hay~
Anyone miss me? *Plaakk
Okey sorry for long hiatus.. Today I want to share my next paper bird fanfiction :D
hehe~ Finally I finish it >o<


“Jihwannie <3”
Jihwan yang tampaknya sedang serius memperhatikan acara berita di televisi di atas tempat tidurnya menoleh kearah suara yang memanggilnya itu dan mendapati kepala Hyun Ra menyembul dari balik pintu kamar inapnya sambil tersenyum.
“Hyun Ra.. Kenapa hanya kepalamu yang muncul disitu? Masuklah.” Pinta Jihwan dengan suara parau yang heran melihat Hyun Ra tersenyum tak jelas di balik pintu.
“Ne…” Hyun Ra mengangguk dan membuka pintu kamar inap Jihwan perlahan.
Hyun Ra memegang kenop pintu erat dan melangkahkan kakinya yang kaku itu secara tertatih dan bergetar kearah ranjang tempat Jihwan tanpa memakai skruk ataupun kursi roda yang selama ini menemaninya.
Mata sipit milik Jihwan sedikit melebar begitu melihat Hyun Ra sedang menggerakkan kakinya untuk mendekatinya tanpa sedikitpun bantuan. Hyun Ra berjalan perlahan dan gemetaran. Berusaha sekuat tenaga untuk bisa mendekati ranjang Jay menggunakan kakinya sendiri.
“Hyun Ra-ya~ Hwaiting.. Hwaiting..” Ucap Hyun Chul dengan semangat dari balik pintu kamar inap Jihwan yang terbuka. Hyun Chul mengepalkan kedua tangannya gemas sambil memperhatikan gerak – gerik adiknya itu untuk memasuki kamar inap Jihwan.
 “Hyu… Hyun Ra… Kau…” Suara Jihwan tercekat dan sepertinya dia masih belum mempercayai apa yang dilihatnya.

“Ahhh…” Tiba – tiba kaki kiri Hyun Ra kehilangan keseimbangan karena masih belum sepenuhnya bisa berjalan. Hyun Ra memejamkan matanya karena shock. Betapa bodohnya dia, bisa – bisanya dia gagal untuk berjalan mendekati Jihwan. Padahal dia sudah bertekad untuk menunjukkan hasil terapinya itu kepadanya. Tapi malah..
“Gwenchana?”
Hyun Ra membuka matanya dan mendapati wajah Jihwan sedikit berkerut karena khawatir akan keadaan Hyun Ra. Jihwan ternyata dengan sigap sudah meraih tubuhnya sebelum terjatuh. Seperti waktu Hyun Ra akan melompat dulu, Jihwan lah yang meraih tangannya.
“Gwenchana.” Hyun Ra menunduk. Merasa malu karena tak berhasil menghampiri Jihwan dengan baik. “Mianhae, padahal aku ingin menunjukkan padamu bahwa aku bisa berjalan sedikit. Tapi aku malah terjatuh begini.” Hyun Ra memanyunkan bibirnya kesal yang sontak membuat Jihwan tertawa.
“Gwenchana.. Itu sudah progress yang bagus. Aku senang melihatmu tadi bisa berjalan.”
Jay tersenyum dan mengacak – ngacak rambut Hyun Ra lembut yang kontan membuat pipi terasa panas.
“EHEM.”
Suara deheman Hyun Chul menyadarkan mereka berdua jika sang Oppa tercinta Hyun Ra ternyata ada disana.
“Eh? Oppa~ Hehe..” Hyun Ra hanya bisa nyengir kaku saat sadar jika dia nyuekin Oppanya itu.
“Kalian berdua itu yah.. Aku keluar dulu. Kalau sudah kau panggil aku Hyun Ra-ya dank au Jeon Jihwan cepat sembuh.” Kata Hyun Chul sembari keluar.
“Gamsa Hyun Chul Hyung.”
Mereka berdua kini hanya berdua di kamar inap Jihwan. Jihwan sekarang sudah dipindahkan dari ruangan isolasi ke kamar inap miliknya. Saat ini kondisi Jihwan terlihat sedikit membaik. Walaupun sedikit membaik namun Hyun Ra bisa melihat muka pucat dan pipi Jihwan yang semakin tirus dan juga badan Jihwan yang tambah kurus saja. Jihwan juga masih memakai kupluk merah khasnya itu di kepalanya. Dan juga masih banyak selang yang menancap di tubuhnya.
“Ah iyah, aku lupa sesuatu.”
Jihwan mengambil sesuatu dari laci mejanya yang berada di dekatnya dan memberikan Hyun Ra lambang semangatnya seperti biasa.
“Bahkan di saat seperti inipun kau tak berhenti memberiku burung kertas ini.”
“Aku tak akan mengingkari janji yang aku buat sejak awal.” Ucap Jihwan tersenyum sambil melihat sesuatu di televisi. “Hyun Ra…”
“Heum…” Hyun Ra mengalihkan pandangannya dan menatap wajah Jihwan.
“Aboeji bilang besok aku akan dioperasi. Ada seseorang yang ternyata cocok dengan sumsum tulang belakang seperti milikku. Dan dia bersedia mendonorkannya untukku.” Kata Jihwan dengan tatapan lembutnya.
“Mwoya? Jinjjja??” Wajah Hyun Ra terlihat begitu kaget kemudian sepersekian detik kemudian dia tersenyum dan memeluk Jihwan yang terbaring di tempat tidur. “Syukurlah.. Itu berarti kau akan segera sembuh khan?” Hyun Ra menatap wajah Jihwan yang tersenyum samar dan mengangguk perlahan. Tiba – tiba air mata Hyun Ra keluar lagi.
“Hyun Ra-ya…” Suara Jihwan tercekat begitu melihat air mata Hyun Ra.
Hyun Ra menunduk, kemudian dia mendongakkan wajahnya kearah Jihwan. Dia mendekati wajahnya pada Jihwan dan dengan cepat dia mengecup pipinya.
“Eh?” Jihwan meraba pipinya. Tiba – tiba pipinya terasa begitu panas. Sentuhan lembut dari bibir Hyun Ra menyentuh pipinya. Ada rasa bergejolak yang merasuk di hatinya.
 Hyun Ra menunduk malu setelah melakukannya, pipinya juga terasa panas saat melakukan hal bodoh tadi. Hyun menatap Jihwan yang masih memegangi pipinya itu.
“Mianhae, aku.. aku terlalu senang mendengarnya. Aku begitu senang sekali hingga aku tak sadar telah melakukan hal itu. Aku senang…..” Air mata Hyun Ra mengalir lagi. Entah sudah berapa kali dia menangis. Dia terlihat begitu cengeng dihadapan Jay.
Jihwan menatap Hyun Ra. Dia mendekatkan wajahnya pada  Hyun Ra dan mengecup kening Hyun Ra lembut. Kemudian dengan kedua jempolnya dia menghapus air mata Hyun Ra.
“Air mata ini.. aku terlalu sering melihatnya. Entah sudah berapa kali kulihat itu. Tapi aku tak pernah bosan melihatnya. Karena kau hanya memperlihatkannya padaku. Aku suka.” Jihwan membelai rambut Hyun Ra lembut. “Hyun Ra, terima kasih atas semuanya.”
“Heuh? Terima kasih?” Tanya Hyun Ra bingung.
Jihwan mengangguk, “Hari ini aku senang melihatmu bisa melangkahkan kakimu itu. Aku senang. Terima kasih karena kau tunjukkan semuanya kepadaku. Aku punya sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu.”
“Sesuatu? Apa?”
Jihwan menatap Hyun Ra penuh arti, kemudian tatapannya dialihkan kearah layar televisi yang sedang dilihatnya.
“Nanti kau juga akan tau.” Kata Jay sambil tersenyum penuh arti.
“Hah??”

@@@@@

Tengah malam…
“Hyun Ra-ya…” Bisik Jihwan sembari mengetuk pintu kamar inap Hyun Ra.
Hyun Ra yang sedang terlelap tidur terbangun begitu mendengar suara Jihwan yang sedang mengetuk pintu kamarnya. Setengah sadar dia mengambil skruk disebelah tempat tidurnya. Dengan langkah tersaruk dia membuka pintunya dan mendapati Jihwan sudah berdiri di depan pintu dengan wajah tersenyum.
“Jihwan? Ada apa?” Kesadaran Hyun Ra langsung normal begitu melihat wajah itu. Wajah seseorang yang kini tak pernah lepas dari otaknya.
Jihwan tak menjawab pertanyaan Hyun Ra, dia hanya membalas tersenyum. Dan nyengir tak jelas.
“Tadi aku bilang aku akan menunjukkan sesuatu padamu. Apa kau lupa?”
“Sesuatu? Heum..” Hyun Ra mulai mengingat kejadian tadi saat berada di kamar Jihwan. “Ah iyah, aku ingat. Kau akan menunjukkan sesuatu padaku.” Kata Hyun Ra senang.
“Iyah. Aku ingin menunjukkannya sekarang.”
“Sekarang? Tengah malam begini?”
“Iyah. Maukah ikut bersamaku?” Jihwan mengulurkan tangannya kepada Hyun Ra.
“Tapi, bukan kah besok kau akan melakukan operasi. Bukankah seharusnya kau istirahat? Kenapa harus tengah malam seperti ini?” Tanya Hyun Ra ragu.
“Aku tau dan aku tak perduli. Kau tau, aku takut tak bisa menunjukkannya lagi  padamu kalau tidak sekarang.”
“Apa yang kau katakan? Kau ngelantur. Aku tak kau mengatakannya lagi. Baiklah. Aku akan ikut.” Hyun Ra mengalah yang akhirnya  menyambut tangan Jihwan  dan mereka berdua pergi bersama ke tempat yang ingin ditunjukkan Jihwan padanya.

@@@@@

“Bisa? Sedikit lagi Hyun Ra.” Jihwan meraih tangan Hyun Ra kuat karena Hyun Ra dengan sekuat tenaga telah menaiki tangga hanya dengan kakinya sendiri. Dia menolak untuk memakai skruk untuk bisa sampai ketempat yang ingin Jihwan tunjukkan padanya.
 “Heuh.. Heuh..” Tubuh Hyun Ra bergetar hebat. Rasanya kedua kakinya tidak mau berkompromi dengannya kali ini. ‘dasar sial.’ Rutuknya dalam hati. Nafas Hyun Ra juga memburu karena kelelahan. “ Ini sudah di atap rumah sakit khan?” Tanya Hyun Ra yang masih menunduk dengan nafas terengah – engah.
“Ne, ini sudah di atap. Angkatlah kepalamu, kau harus melihatnya.”
Hyun Ra yang masih sedikit kelelahan dengan kepala berat akhirnya mengangkat kepalanya. Dia mengikuti apa yang Jihwan pinta padanya. Kemudian mata Hyun Ra terbelalak begitu melihat sesuatu di atas sana. Dia melihat bulan purnama yang begitu besar dari biasanya. Cahayanya juga jauh lebih terang dan indah. Hyun Ra terpana melihatnya.
“I, Indah sekali.” Kata Hyun Ra tercekat saat dia mulai bisa mengatur nafasnya.
“Namanya Supermoon atau lunar perigee. Dalam keadaan seperti ini bulan akan nampak jauh lebih cantik dan besar dari biasanya dikarenakan jarak bulan dan planet bumi begitu dekat. Dan untunglah mala mini bertepatan dengan fenomena langka seperti ini. Jarang – jarang hal ini terjadi makanya aku ingin menunjukkannya padamu saat ini juga.”
“Rasanya Bulan terasa begitu dekat.”
“Yah, seolah – olah kita mampu menggapainya khan?” Jihwan mengangkat tangan kanannya dan beranggapan kalau dia mampu menggapai bulan yang begitu besar itu.
“Iyah, aku merasa aku mampu menggapai bulan itu.” Hyun Ra juga mengikuti Jihwan dengan mengangkat tangannya dan berusaha menggapai sang bulan. “Terima kasih, ini begitu indah.” Ucap Hyun Ra kemudian tanpa melepas pandangannya sedikitpun pada bulan super itu.
“Sama – sama.” Balas Jihwan dengan tatapan masih tertuju pada supermoon.
Tatapan mereka berdua tak terlepas dari supermoon. Mereka begitu mengagumi fenomena langka yang Tuhan ciptakan itu dengan rasa syukur yang tiada tara. Tiba – tiba..
“Urghhh….”
Suara erangan Jihwan membuat Hyun Ra berhenti menatap keanggunan supermoon. Dia melihat Jihwan yang berada disampingnya memegang dadanya kuat – kuat menahan rasa sakit yang tiba – tiba datang menyerangnya.
‘sial.’ Rutuk Jihwan dalam hati.
“Jihwannie, gwenchana?” Tanya Hyun Ra panic. Dia merengkuh tubuh Jihwan.
“Gwenchana Hyun Ra.. Gwenchana..” Dia berusaha untuk tersenyum. Namun rasanya kanker di tubuhnya itu malah membuatnya sulit untuk tersenyum.
“Jihwaannn..” Suara Hyun Ra parau. Matanya perih, sepertinya sebentar lagi air matanya akan keluar lagi.
“Aku tak apa – apa Hyun Ra..” Jihwan bersandar pada bahu Hyun Ra, keringat dingin sudah membasahinya. Sakit sekali.. rasanya sangat sakit. Jihwan mencengkram kuat – kuat dadanya.
“Kita harus kembali ke kamar. Aku tak ingin terjadi sesuatu padamu. Apa perlu aku panggilkan suster yang berjaga?” Tanya Hyun Ra dengan pikkiran kalut.
“Tidak.. tidak perlu.. hah.. hah.. hah..” Jihwan menggenggam tangan Hyun Ra kuat. Berusaha untuk menahan Hyun Ra. “A..ku.. masih ingin disini bersamamu.. aku.. masih ingin menikmati keindahan supermoon ini bersamamu..”
“Tapi….”
“Aku mohon Hyun Ra. Aku takut ini malam yang terakhir kalinya kita seperti ini. Aku takut jika keesokan harinya aku tak bisa bersamamu lagi. Maka dari itu.. aku ingin.. aku ingin disini.. bersamamu lebih lama lagi.. aku mohon….”
Hyun Ra diam, dia tak mampu mengatakan apa – apa lagi untuk saat ini. Hatinya terasa begitu perih. Hyun Ra tak menyangka jika selama ini Jihwan sanggup menyembunyikan rasa sakitnya dari dirinya. Jihwan mampu menyembunyikan semuanya dengan sangat rapi dan bersikap seolah tidak terjadi apa – apa dengannya. Sosoknya yang terlihat rapuh saat ini sesungguhnya begitu kuat.
“Kau tau kenapa aku memakai kupluk merah ini?”
“Kau menutupi kepalamu yang sekarang hanya tersisa beberapa helai rambut khan?”
Jihwan tersenyum samar, “Yah, kau memang benar. Aku menyembunyikannya agar aku terlihat sehat dan baik – baik saja. Dan juga.. kupluk merah ini adalah hadiah yang Eomma berikan padaku sebelum dia pergi. Makanya aku sangat menyukainya. Ibuku jugalah yang mengilhami aku mengenai mitos burung kertas.” Jelas Jihwan yang sekarang sudah mulai terlihat sedikit membaik.
“Kau merindukan Eommamu?”
“Rindu sekali, rasanya aku ingin cepat – cepat menemuinya di atas sana.” Kata Jihwan sambil menatap langit yang dihiasi oleh supermoon.
“Kau bisa menemuinya nanti. Saat Tuhan membawamu kesana. Besok kau harus berjuang. Besok aku ingin kita bisa melihat supermoon lagi.”
“Hey, supermoon hanya terjadi hari ini.” ledek Jihwan pelan.
“Aku tak perduli mau ada supermoon atau tidak, yang terpenting aku bisa melihat malam yang seperti ini bersamamu lagi.”
Jihwan tersenyum samar, dia menggenggam tangan Hyun Ra lembut. Matanya menerawang menatap supermoon diatas sana. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini. Perasaannya saat ini terasa campur aduk. Namun apapun kenyataan yang akan terjadi besok Jihwan berharap semoga apa yang mereka berdua harapkan akan terjadi.
“Hyun Ra…”
Jihwan mendadak memeluk Hyun Ra erat namun terkesan begitu lembut. Hyun Ra yang menyadari itu membalas pelukan Jihwan. Hyun Ra bisa merasakan hangat tubuh milik Jihwan, Hyun Ra bisa merasakan desahan nafas berat milik Jihwan, Hyun Ra juga bisa merasakan detakan jantung Jihwan yang tak menentu.
‘Jihwanniee, berjuanglah untuk hari esok.’

--To be Continued--

0 comments:

Posting Komentar