Hay~
Anyone miss me? *Plaakk
Okey sorry for long hiatus.. Today I want to share my next paper bird fanfiction :D
hehe~ Finally I finish it >o<
“Jihwannie <3”
Jihwan yang
tampaknya sedang serius memperhatikan acara berita di televisi di atas tempat
tidurnya menoleh kearah suara yang memanggilnya itu dan mendapati kepala Hyun
Ra menyembul dari balik pintu kamar inapnya sambil tersenyum.
“Hyun Ra..
Kenapa hanya kepalamu yang muncul disitu? Masuklah.” Pinta Jihwan dengan suara
parau yang heran melihat Hyun Ra tersenyum tak jelas di balik pintu.
“Ne…” Hyun Ra
mengangguk dan membuka pintu kamar inap Jihwan perlahan.
Hyun Ra memegang
kenop pintu erat dan melangkahkan kakinya yang kaku itu secara tertatih dan
bergetar kearah ranjang tempat Jihwan tanpa memakai skruk ataupun kursi roda
yang selama ini menemaninya.
Mata sipit milik
Jihwan sedikit melebar begitu melihat Hyun Ra sedang menggerakkan kakinya untuk
mendekatinya tanpa sedikitpun bantuan. Hyun Ra berjalan perlahan dan gemetaran.
Berusaha sekuat tenaga untuk bisa mendekati ranjang Jay menggunakan kakinya
sendiri.
“Hyun Ra-ya~
Hwaiting.. Hwaiting..” Ucap Hyun Chul dengan semangat dari balik pintu kamar
inap Jihwan yang terbuka. Hyun Chul mengepalkan kedua tangannya gemas sambil
memperhatikan gerak – gerik adiknya itu untuk memasuki kamar inap Jihwan.
“Hyu… Hyun Ra… Kau…” Suara Jihwan tercekat dan
sepertinya dia masih belum mempercayai apa yang dilihatnya.
“Ahhh…” Tiba –
tiba kaki kiri Hyun Ra kehilangan keseimbangan karena masih belum sepenuhnya
bisa berjalan. Hyun Ra memejamkan matanya karena shock. Betapa bodohnya dia,
bisa – bisanya dia gagal untuk berjalan mendekati Jihwan. Padahal dia sudah
bertekad untuk menunjukkan hasil terapinya itu kepadanya. Tapi malah..
“Gwenchana?”
Hyun Ra membuka
matanya dan mendapati wajah Jihwan sedikit berkerut karena khawatir akan
keadaan Hyun Ra. Jihwan ternyata dengan sigap sudah meraih tubuhnya sebelum
terjatuh. Seperti waktu Hyun Ra akan melompat dulu, Jihwan lah yang meraih
tangannya.
“Gwenchana.”
Hyun Ra menunduk. Merasa malu karena tak berhasil menghampiri Jihwan dengan
baik. “Mianhae, padahal aku ingin menunjukkan padamu bahwa aku bisa berjalan
sedikit. Tapi aku malah terjatuh begini.” Hyun Ra memanyunkan bibirnya kesal
yang sontak membuat Jihwan tertawa.
“Gwenchana.. Itu
sudah progress yang bagus. Aku senang melihatmu tadi bisa berjalan.”
Jay tersenyum
dan mengacak – ngacak rambut Hyun Ra lembut yang kontan membuat pipi terasa
panas.
“EHEM.”
Suara deheman
Hyun Chul menyadarkan mereka berdua jika sang Oppa tercinta Hyun Ra ternyata
ada disana.
“Eh? Oppa~
Hehe..” Hyun Ra hanya bisa nyengir kaku saat sadar jika dia nyuekin Oppanya
itu.
“Kalian berdua
itu yah.. Aku keluar dulu. Kalau sudah kau panggil aku Hyun Ra-ya dank au Jeon
Jihwan cepat sembuh.” Kata Hyun Chul sembari keluar.
“Gamsa Hyun Chul
Hyung.”
Mereka berdua
kini hanya berdua di kamar inap Jihwan. Jihwan sekarang sudah dipindahkan dari
ruangan isolasi ke kamar inap miliknya. Saat ini kondisi Jihwan terlihat
sedikit membaik. Walaupun sedikit membaik namun Hyun Ra bisa melihat muka pucat
dan pipi Jihwan yang semakin tirus dan juga badan Jihwan yang tambah kurus
saja. Jihwan juga masih memakai kupluk merah khasnya itu di kepalanya. Dan juga
masih banyak selang yang menancap di tubuhnya.
“Ah iyah, aku
lupa sesuatu.”
Jihwan mengambil
sesuatu dari laci mejanya yang berada di dekatnya dan memberikan Hyun Ra lambang
semangatnya seperti biasa.
“Bahkan di saat
seperti inipun kau tak berhenti memberiku burung kertas ini.”
“Aku tak akan
mengingkari janji yang aku buat sejak awal.” Ucap Jihwan tersenyum sambil
melihat sesuatu di televisi. “Hyun Ra…”
“Heum…” Hyun Ra
mengalihkan pandangannya dan menatap wajah Jihwan.
“Aboeji bilang
besok aku akan dioperasi. Ada seseorang yang ternyata cocok dengan sumsum
tulang belakang seperti milikku. Dan dia bersedia mendonorkannya untukku.” Kata
Jihwan dengan tatapan lembutnya.
“Mwoya?
Jinjjja??” Wajah Hyun Ra terlihat begitu kaget kemudian sepersekian detik
kemudian dia tersenyum dan memeluk Jihwan yang terbaring di tempat tidur.
“Syukurlah.. Itu berarti kau akan segera sembuh khan?” Hyun Ra menatap wajah
Jihwan yang tersenyum samar dan mengangguk perlahan. Tiba – tiba air mata Hyun
Ra keluar lagi.
“Hyun Ra-ya…”
Suara Jihwan tercekat begitu melihat air mata Hyun Ra.
Hyun Ra
menunduk, kemudian dia mendongakkan wajahnya kearah Jihwan. Dia mendekati
wajahnya pada Jihwan dan dengan cepat dia mengecup pipinya.
“Eh?” Jihwan
meraba pipinya. Tiba – tiba pipinya terasa begitu panas. Sentuhan lembut dari
bibir Hyun Ra menyentuh pipinya. Ada rasa bergejolak yang merasuk di hatinya.
Hyun Ra menunduk malu setelah melakukannya,
pipinya juga terasa panas saat melakukan hal bodoh tadi. Hyun menatap Jihwan
yang masih memegangi pipinya itu.
“Mianhae, aku..
aku terlalu senang mendengarnya. Aku begitu senang sekali hingga aku tak sadar
telah melakukan hal itu. Aku senang…..” Air mata Hyun Ra mengalir lagi. Entah
sudah berapa kali dia menangis. Dia terlihat begitu cengeng dihadapan Jay.
Jihwan menatap
Hyun Ra. Dia mendekatkan wajahnya pada Hyun Ra dan mengecup kening Hyun Ra lembut.
Kemudian dengan kedua jempolnya dia menghapus air mata Hyun Ra.
“Air mata ini..
aku terlalu sering melihatnya. Entah sudah berapa kali kulihat itu. Tapi aku
tak pernah bosan melihatnya. Karena kau hanya memperlihatkannya padaku. Aku
suka.” Jihwan membelai rambut Hyun Ra lembut. “Hyun Ra, terima kasih atas
semuanya.”
“Heuh? Terima
kasih?” Tanya Hyun Ra bingung.
Jihwan mengangguk,
“Hari ini aku senang melihatmu bisa melangkahkan kakimu itu. Aku senang. Terima
kasih karena kau tunjukkan semuanya kepadaku. Aku punya sesuatu yang ingin
kutunjukkan padamu.”
“Sesuatu? Apa?”
Jihwan menatap
Hyun Ra penuh arti, kemudian tatapannya dialihkan kearah layar televisi yang
sedang dilihatnya.
“Nanti kau juga
akan tau.” Kata Jay sambil tersenyum penuh arti.
“Hah??”
@@@@@
Tengah malam…
“Hyun Ra-ya…”
Bisik Jihwan sembari mengetuk pintu kamar inap Hyun Ra.
Hyun Ra yang
sedang terlelap tidur terbangun begitu mendengar suara Jihwan yang sedang
mengetuk pintu kamarnya. Setengah sadar dia mengambil skruk disebelah tempat
tidurnya. Dengan langkah tersaruk dia membuka pintunya dan mendapati Jihwan
sudah berdiri di depan pintu dengan wajah tersenyum.
“Jihwan? Ada
apa?” Kesadaran Hyun Ra langsung normal begitu melihat wajah itu. Wajah
seseorang yang kini tak pernah lepas dari otaknya.
Jihwan tak menjawab
pertanyaan Hyun Ra, dia hanya membalas tersenyum. Dan nyengir tak jelas.
“Tadi aku bilang
aku akan menunjukkan sesuatu padamu. Apa kau lupa?”
“Sesuatu?
Heum..” Hyun Ra mulai mengingat kejadian tadi saat berada di kamar Jihwan. “Ah
iyah, aku ingat. Kau akan menunjukkan sesuatu padaku.” Kata Hyun Ra senang.
“Iyah. Aku ingin
menunjukkannya sekarang.”
“Sekarang?
Tengah malam begini?”
“Iyah. Maukah
ikut bersamaku?” Jihwan mengulurkan tangannya kepada Hyun Ra.
“Tapi, bukan kah
besok kau akan melakukan operasi. Bukankah seharusnya kau istirahat? Kenapa
harus tengah malam seperti ini?” Tanya Hyun Ra ragu.
“Aku tau dan aku
tak perduli. Kau tau, aku takut tak bisa menunjukkannya lagi padamu kalau tidak sekarang.”
“Apa yang kau katakan?
Kau ngelantur. Aku tak kau mengatakannya lagi. Baiklah. Aku akan ikut.” Hyun Ra
mengalah yang akhirnya menyambut tangan Jihwan dan mereka berdua pergi bersama ke tempat
yang ingin ditunjukkan Jihwan padanya.
@@@@@
“Bisa? Sedikit
lagi Hyun Ra.” Jihwan meraih tangan Hyun Ra kuat karena Hyun Ra dengan sekuat
tenaga telah menaiki tangga hanya dengan kakinya sendiri. Dia menolak untuk
memakai skruk untuk bisa sampai ketempat yang ingin Jihwan tunjukkan padanya.
“Heuh.. Heuh..”
Tubuh Hyun Ra bergetar hebat. Rasanya kedua kakinya tidak mau berkompromi
dengannya kali ini. ‘dasar sial.’ Rutuknya dalam hati. Nafas Hyun Ra juga
memburu karena kelelahan. “ Ini sudah di atap rumah sakit khan?” Tanya Hyun Ra
yang masih menunduk dengan nafas terengah – engah.
“Ne, ini sudah
di atap. Angkatlah kepalamu, kau harus melihatnya.”
Hyun Ra yang
masih sedikit kelelahan dengan kepala berat akhirnya mengangkat kepalanya. Dia
mengikuti apa yang Jihwan pinta padanya. Kemudian mata Hyun Ra terbelalak
begitu melihat sesuatu di atas sana. Dia melihat bulan purnama yang begitu
besar dari biasanya. Cahayanya juga jauh lebih terang dan indah. Hyun Ra
terpana melihatnya.
“I, Indah
sekali.” Kata Hyun Ra tercekat saat dia mulai bisa mengatur nafasnya.
“Namanya
Supermoon atau lunar perigee. Dalam keadaan seperti ini bulan akan nampak jauh
lebih cantik dan besar dari biasanya dikarenakan jarak bulan dan planet bumi
begitu dekat. Dan untunglah mala mini bertepatan dengan fenomena langka seperti
ini. Jarang – jarang hal ini terjadi makanya aku ingin menunjukkannya padamu
saat ini juga.”
“Rasanya Bulan
terasa begitu dekat.”
“Yah, seolah –
olah kita mampu menggapainya khan?” Jihwan mengangkat tangan kanannya dan
beranggapan kalau dia mampu menggapai bulan yang begitu besar itu.
“Iyah, aku
merasa aku mampu menggapai bulan itu.” Hyun Ra juga mengikuti Jihwan dengan
mengangkat tangannya dan berusaha menggapai sang bulan. “Terima kasih, ini
begitu indah.” Ucap Hyun Ra kemudian tanpa melepas pandangannya sedikitpun pada
bulan super itu.
“Sama – sama.”
Balas Jihwan dengan tatapan masih tertuju pada supermoon.
Tatapan mereka
berdua tak terlepas dari supermoon. Mereka begitu mengagumi fenomena langka
yang Tuhan ciptakan itu dengan rasa syukur yang tiada tara. Tiba – tiba..
“Urghhh….”
Suara erangan
Jihwan membuat Hyun Ra berhenti menatap keanggunan supermoon. Dia melihat
Jihwan yang berada disampingnya memegang dadanya kuat – kuat menahan rasa sakit
yang tiba – tiba datang menyerangnya.
‘sial.’ Rutuk
Jihwan dalam hati.
“Jihwannie,
gwenchana?” Tanya Hyun Ra panic. Dia merengkuh tubuh Jihwan.
“Gwenchana Hyun
Ra.. Gwenchana..” Dia berusaha untuk tersenyum. Namun rasanya kanker di
tubuhnya itu malah membuatnya sulit untuk tersenyum.
“Jihwaannn..”
Suara Hyun Ra parau. Matanya perih, sepertinya sebentar lagi air matanya akan
keluar lagi.
“Aku tak apa –
apa Hyun Ra..” Jihwan bersandar pada bahu Hyun Ra, keringat dingin sudah
membasahinya. Sakit sekali.. rasanya sangat sakit. Jihwan mencengkram kuat –
kuat dadanya.
“Kita harus
kembali ke kamar. Aku tak ingin terjadi sesuatu padamu. Apa perlu aku
panggilkan suster yang berjaga?” Tanya Hyun Ra dengan pikkiran kalut.
“Tidak.. tidak
perlu.. hah.. hah.. hah..” Jihwan menggenggam tangan Hyun Ra kuat. Berusaha
untuk menahan Hyun Ra. “A..ku.. masih ingin disini bersamamu.. aku.. masih
ingin menikmati keindahan supermoon ini bersamamu..”
“Tapi….”
“Aku mohon Hyun
Ra. Aku takut ini malam yang terakhir kalinya kita seperti ini. Aku takut jika
keesokan harinya aku tak bisa bersamamu lagi. Maka dari itu.. aku ingin.. aku
ingin disini.. bersamamu lebih lama lagi.. aku mohon….”
Hyun Ra diam,
dia tak mampu mengatakan apa – apa lagi untuk saat ini. Hatinya terasa begitu
perih. Hyun Ra tak menyangka jika selama ini Jihwan sanggup menyembunyikan rasa
sakitnya dari dirinya. Jihwan mampu menyembunyikan semuanya dengan sangat rapi
dan bersikap seolah tidak terjadi apa – apa dengannya. Sosoknya yang terlihat
rapuh saat ini sesungguhnya begitu kuat.
“Kau tau kenapa
aku memakai kupluk merah ini?”
“Kau menutupi
kepalamu yang sekarang hanya tersisa beberapa helai rambut khan?”
Jihwan tersenyum
samar, “Yah, kau memang benar. Aku menyembunyikannya agar aku terlihat sehat
dan baik – baik saja. Dan juga.. kupluk merah ini adalah hadiah yang Eomma berikan padaku sebelum dia pergi. Makanya aku sangat menyukainya. Ibuku jugalah
yang mengilhami aku mengenai mitos burung kertas.” Jelas Jihwan yang sekarang
sudah mulai terlihat sedikit membaik.
“Kau merindukan Eommamu?”
“Rindu sekali,
rasanya aku ingin cepat – cepat menemuinya di atas sana.” Kata Jihwan sambil menatap
langit yang dihiasi oleh supermoon.
“Kau bisa
menemuinya nanti. Saat Tuhan membawamu kesana. Besok kau harus berjuang. Besok
aku ingin kita bisa melihat supermoon lagi.”
“Hey, supermoon
hanya terjadi hari ini.” ledek Jihwan pelan.
“Aku tak perduli
mau ada supermoon atau tidak, yang terpenting aku bisa melihat malam yang
seperti ini bersamamu lagi.”
Jihwan tersenyum
samar, dia menggenggam tangan Hyun Ra lembut. Matanya menerawang menatap
supermoon diatas sana. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini. Perasaannya
saat ini terasa campur aduk. Namun apapun kenyataan yang akan terjadi besok
Jihwan berharap semoga apa yang mereka berdua harapkan akan terjadi.
“Hyun Ra…”
Jihwan mendadak
memeluk Hyun Ra erat namun terkesan begitu lembut. Hyun Ra yang menyadari itu
membalas pelukan Jihwan. Hyun Ra bisa merasakan hangat tubuh milik Jihwan, Hyun
Ra bisa merasakan desahan nafas berat milik Jihwan, Hyun Ra juga bisa merasakan
detakan jantung Jihwan yang tak menentu.
‘Jihwanniee,
berjuanglah untuk hari esok.’
--To be Continued--