Judul Buku : Represi
Penulis : Fakhrisina Amalia
Editor : Tri Saputra Sakti
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Sinopsis
Awalnya hidup Anna baik-baik saja.
Meski tidak terlalu dekat dengan ayahnya, Anna punya seorang Ibu dan paara sahabat yang setia sejak SMA, para sahabatnya yang mendampingin Anna, memahami gadis itu melebihi dirinya sendiri.
Namun, keadaan berubah ketika Anna mulai menjauh dari para sahabatnya. Bukan hanya itu, hubungan dia dengan ibunya pun memburuk. Anna semakin hari menjadi sosok yang semakin asing. Tidak ada yang tau apa yang terjadi pada Anna, hingga pada suatu hari, dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya yang ternyata penuh luka.
Resensi
"Manusia itu seperti gunung es, yang bersembunyi selalu jauh lebih besar daripada yang kelihatan. Ketika mengalami peristiwa yang nggak menyenangkan dan menimbulkan emosi, kita selalu punya dua kecenderungan; untuk menekannya ke bagian tersembunnyi di dalam diri kita atau mengeluarkannya--ke luar diri kita." -hal. 199
Sebelum saya membahas buku ini izinkan saya sedikit memberikan ilmu mengenai judul dari buku karya kak Fakhrisina Amalia ini.
Menurut Sigmund
Freud, Represi adalah ketika kamu berusaha memendam dan melupakan suatu
kejadian dengan menggunakan fungsi mekanisme pertahanan diri agar ketika manusia menghadapi situasi traumatis secara terus-menerus,
dirinya dapat berlindung dari kecemasan dengan cara mempertahankan
dirinya.
Freud mengatakan bahwa represi adalah mekanisme pertahanan diri yang
paling dasar.
Represi ditunjukkan dalam bentuk mengubur
perasaan-perasaan cemas, mengancam, kehendak yang tidak sesuai harapan,
serta keinginan yang mengganggu ke alam bawah sadar. Gejolak tersebut
disingkirkan supaya tidak muncul ke alam sadar. Represi dapat muncul
sepanjang hidup.
(Source : PijarPsikologi)
Nah, setelah kita mengetahui makna dari judul novel di atas kita bisa mengerti inti dari cerita buku ini. Saat aku mengetahui kak Fakhrisina Amalia membuat novel baru aku langsung tertarik untuk mencari tau dengan melihat beberapa resensi dari goodreads, lalu tanpa berpikir lagi aku memutuskan untuk membelinya.
Membaca buku represi terutama bertemu dengan tokoh Anna sejujurnya serasa bercermin pada diri sendiri. Mungkin perasaan dan pemikiranku tidak sekompleks milik Anna, tapi aku bisa memahami bagaimana perasaan Anna di dalam cerita meski sudut pandang dalam novel ini menggunakan sudut pandang ketiga. Dia adalah sesosok perempuan yang seperti kehilangan gairah hidupnya setelah percobaan bunuh dirinya gagal dan berbagai kejadian menimpa dirinya. Hingga akhirnya dia dibawa ke seorang psikolog yanng ibunya rekomendasikan untuknya. dr. Nabila adalah tokoh yang sangat penting bagi perkembangan si tokoh utama dan terbukti dengan perannya sebagai seorang psikolog yang sabar dan tenang dalam menghadapi Anna untuk bisa terbuka sedikit demi sedikit dengan pendekatan secara psikologis. Dari sini aku jadi tau banyak tentang berbagai macam bimbingan/terapis konseling yang ada meski aku sendiri pernah di posisi Anna.
"Bersahabat tidak berarti harus selalu bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Kadang-kadang bersahabat adalah tentang tetap saling menjaga dan mendukung ketika jauh. Bersahabat adalah tentang tetap bisa bertemu tanpa canggung dan seperti tidak pernah berjauhan. Bersahabat itu soal hati, bukan soal fisik." hal. 70
Sahabat-sahabat Anna yang bahkan dengan supportive-nya bersedia melakukan apapun demi kebahagiaan Anna. Ini adalah salah satu hal yang membuatku iri dengan persahabatan mereka. Mereka juga adalah tokoh - tokoh penting dalam perkembangan karakter Anna sendiri. Bagaimana mereka bisa saling memahami dan menerima bagaimanapun kondisi Anna tanpa bersikap berbeda.
Pergantian alur maju dan mundur yang ada di dalam novel terkesan nyaman untuk dibaca, apalagi penulis sepertinya sengaja memberikan keterangan tahun terjadinya suatu cerita sebelumnya. Jadi kita dibuat tidak bingung dan menebak-nebak ini alur maju atau merupakan alur mundur.
Berbeda dengan Persona yang merupakan karya Penulis sebelumnya dimana terdapat plot kejutan menjelang akhir cerita, plot cerita dalam Represi tidak terkesan rumit karena konfliknya tentu saja berbeda meski sama-sama membahas tentang salah satu mental illness.
Sejujurnya membaca buku ini membuatku teringat dengan diriku sendiri beberapa bulan yang lalu, aku pernah berada di posisi Anna, melihat dunia terasa gelap dan tak ada artinya. Represi adalah cerminan untuk orang-orang yang pernah merasa depresi sepertiku. Apalagi ada satu bagian dalam cerita yang benar-benar membuatku berdebar dan tiba-tiba merasakan sakit akan luka lama yang mendadak muncul. Dadaku ngilu sekali setelah menyelesaikann membaca cerita ini.
"Menolak menerima
bahwa kamu merasa seperti itu karena kamu tau seharusnya nggak begitu,
juga merupakan bagian dari nggak menerima diri sendiri. Kadang-kadang
yang terjadi memang nggak seperti seharusnya dan kita gak perlu menolak
atau marah pada diri kita sendiri. Jangan terlalu keras pada dirimu
sendiri, Anna." hal. 200
Novel ini banyak mengajarkan tentang bagaimana menerima dan memaafkan diri sendiri terhadap diri kita di masa lalu. Bagaimana kita bisa melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda dan tidak selalu terfokus pada diri kita sendiri. Ada banyak makna kehidupan di setiap perkataan yang dilontarkan dr. Nabila. Aku sempat berkaca-kaca dan terharu saat momen Anna berkata jujur dan terbuka mengenai kisah yang selama ini dia tutupi kepada kedua orang tuanya juga pada teman-temannya karena itu merupakan sebuah keberanian yang tidak semua orang bisa melakukannya.
Ada satu kekurangan yang menurutku sedikit bertanya-tanya, mungkin terdengar sepele namun sebelum memulai cerita tiap bab penulis selalu menuliskan setting tempat cerita yaitu Yogyakarta beserta tahun kejadiannya. Meski penulis sudah secara gamblang menuliskan setting ceritanya tapi aku merasa penulis tidak memberikan unsur detail setting yang dimaksud dalam cerita. Misalnya dimana mereka berkuliah atau detail tempat harusnya bisa menunjukkan kalau mereka ada di Yogyakarta. Selama awal cerita hingga akhir aku jujur saja tidak menemukan hal itu. Sebenarnya tidak terlalu mengganggu hanya saja lebih baik penulis bisa memberikan detail latar dan tempatnya walau cuma sedikit, apalagi untuk orang yang tidak tinggal di kota tempat setting diceritakan.
Akhir kata 4,5/5 bintang untuk Represi.
Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada penulis Represi karena sudah membuat cerita dengan tema depresi ini. Karena membacanya sudah membuatku merasa ikut larut dalam kondisi yang dialami dan sekaligus menjadi terapi untuk diriku sendiri. Terima kasih dan ditunggu karya selanjutnya.
Review nya bagus kakak, membuat orang lain ingin membaca tanpa harus kamu berikan bocoran cerita hanya quotes yang bener2 pas untuk deskripsi review kamu sendiri. Good job kakak
BalasHapusHello kaka, apakabar? Sehat-sehat selalu ya. Saya boleh bertanya apakah novel represinya masih ada?
BalasHapusMohon maaf, ini siapa yah? Maaf takutnya saya lupa. Novel Represinya sedang dipinjam sama teman untuk saat ini :) Terima kasih sudah mampir ke sini.
Hapus