Surat Pertama.
Surat ini aku tujukan untuk dirimu, yang sudah mengajarkan aku bagaimana rasanya mencintai seseorang dan juga merasakan luka untuk pertama kalinya. Terima kasih sudah bersedia memberikan aku sebuah rasa yang begitu asing padaku. Aku yang sendiri, memilih untuk menyendiri hingga kau datang padaku melalui perantara temanku.
Aku berusaha untuk menolak segala perhatian yang kau tujukan padaku, karena aku terlalu takut untuk jatuh hati dan terluka seperti yang pernah teman-temanku alami. Aku berusaha untuk membangun dinding itu untuk diriku sendiri namun kau masih berusaha mendekatiku, menawarkan berbagai perhatian yang tanpa sadar membuatku terbiasa dan mulai menikmatinya.
Kau mengajakku ke tempat yang tak pernah aku tuju. Namun maaf, sikapku tampak dingin karena sesungguhnya aku tak tau bagaimana harus menyikapi. Kau menemaniku menanti hujan yang turun. Duduk bersama, sedangkan aku hanya menunduk dan berusaha bersikap dengan tenang saat bersamamu.
Kau orang pertama yang memberikan sebuah sentuhan lembut di tanganku, menyatukan jemariku dengan dirimu bersama-sama. Bersandar satu sama lain hingga perjalanan terasa begitu singkat bagiku. Aku pernah menandai momen pertama antara kau dan aku di kalender hape. Kedengarannya menggelikan tapi aku menyukainya.
Sebungkus bengbeng selalu menjadi hadiah kecil untukku setelah kau mengantar dan menjemputku setiap saat. Terima kasih, aku tidak tau apa kau menyukainya atau tidak tapi kuharap kau suka.
Terima kasih sudah bersedia menjadi pendengar untuk hobiku yang absurd. Terima kasih sudah mengerti. Apa kau ingat kau pernah memintaku untuk menggambar tokoh kartun dengan kaos Manchester United? Maaf jika dulu membuatmu lama menunggu untukku menyelesaikannya.
Hingga suatu ketika kehadiranmu perlahan tak dapat kuraih. Intensitas yang membuatku menjadi terbiasa denganmu mulai memudar. Kau memberikan jarak sampai aku kehilangan segala bentuk perhatianmu dan membuatku sadar bahwa aku jatuh cinta disaat luka itu baru saja kau torehkan.
Aku minta maaf karena kealpaanku dalam berucap dan mengungkapkan perasaan. Ada begitu banyak pertanyaan di kepalaku namun tak satupun yang mampu aku katakan. Berulang kali aku melepaskan momen yang bisa membuatku mengatakannya tapi lagi-lagi kebodohanku dan ketakutanku selalu menjadi penghalang untukku.
Dan yang bisa aku lakukan untuk melepaskan sesak di dada karena perasaan ini hanyalah menangis. Entah berapa kali aku menangis karena merindukanmu tanpa sebab. Hingga puncaknya aku menangis pada suatu study tour di Jakarta kala itu. Yang bisa aku lalukan hanya memandang punggungmu, diam-diam memotret punggungmu dari belakang menyimpannya untuk membuatku merasa baik-baik saja dan cukup.
Sebuah lagu yang saat itu disenandungkan oleh seorang teman padaku tepat dihadapanku membuat pertahananku lumpuh. Aku tidak kuasa menahan sakit itu, sungguh memalukan karena aku menangis di depan banyak teman-temanku dan juga dia menyadarinya. Tapi aku tak mengatakan apapun dan memilih diam.
Momen-momen kecil di kala itu terasa begitu menyenangkan, membawaku pada harap yang tersisa walau sesungguhnya aku sadar aku sudah kehilanganmu disaat itu juga.
Selama masa empat tahunku, aku berusaha untuk mengejar hanya bayangmu. Menatapamu dari jauh, bahkan aku hafal nomer plat sepedamu dan terkadang tanpa sadar aku mencarinya di parkiran kampus. Aku bahkan masih menatapmu diam-diam saat kau membawa perempuan lain di bangku belakang sepedamu berulang kali.
Aku memupuk luka itu dan rasa itu padamu. Meski terkadang aku tak sering memikirkanmu dan harapku kian menipis seiring berjalannya waktu namun jauh di dalam hatiku aku masih mencarimu.
Kau mungkin ingat saat aku pernah mengirimkan surat elektronik melalui pesan di akun media sosialmu. Butuh keberanian luar biasa untukku bisa melakukannya, berusaha untuk meluapkan segala hal yang masih mengganjal di hati dan pikiranku. Dan betapa senangnya aku setelah kusadar kau membalasnya beberapa hari setelahnya. Air mataku mengalir dan jantungku berdebar sangat kencang saat aku aku membaca surat balasanmu.
Kupikir balasan surat itu sudah cukup meredam perasaanku dan membuatku bisa melangkah maju, namun ternyata hatiku masih tertuju untukmu hingga tanpa kusadari 7 tahun sudah berlalu.
Saat kudengar kau akan memulai hidupmu yang baru dengan seorang wanita pilihanmu itulah saat terakhir aku menangis untukmu. Itulah saat terakhir aku memutuskan untuk mengakhiri perasaan yang selama ini mengganjal di hatiku.
Doaku untukmu yang kini sudah menjadi seorang suami dan ayah dari keluarga kecilmu sekarang. Kumohon berbahagialah dimanapun kamu berada.
Terima kasih untuk segala kenangan dan luka yang sudah pernah kau torehkan untukku. Aku belajar bahwa aku pantas bahagia layaknya dirimu saat ini.
Halo Hatsukoi-san-- begitulah aku menyebutmu dalam hati selama tujuh tahun itu, Terima kasih sudah menjadi yang pertama singgah meski pada akhirnya kau memilih untuk tidak menetap. Aku disini masih mencari kebahagiaanku tanpa embel-embel ada dirimu lagi..
Dari seseorang yang pernah mencintaimu untuk 7 tahun lamanya.
Pamekasan, 13-03-2019.
Farida Mutia .A
Farida Mutia .A
Subhanallah, mbak saya sebagai seorang perempuan jadi tersentuh hatinya membaca ini, sungguh luar biasa perasaan itu, semoga Allah memberikan laki2 yg lebih pantas untuk dapet cinta yg tulus buat mbak, diberikan jodoh yg terbaik Aamiin��
BalasHapus