Surat Kedua,
Halo, mungkin kamu tidak akan pernah menyangka jika surat
selanjutnya kutujukan untuk dirimu. Aku sendiri tidak menyangka bahwa
kehadiranmu disaat itu membuatku merasakan kenyamanan yang bahkan belum pernah
aku rasakan sebelumnya dengan seseorang bahkan dari dia tujuh tahun yang lalu.
Iya, itu kamu.. Hadir di tempat kerjaku dulu dengan perangai
yang supel dan friendly. Berbadan tinggi besar dan chubby yang menggemaskan.
Aku menyambut awal perkenalan kita dengan baik. Mungkin kau awalnya terkejut
saat aku bilang aku bukan tipe orang yang bisa gampang akrab dengan orang lain
tapi denganmu aku mampu melakukannya. Aneh bukan?
Setelah pertemuan pertama kita sebagai rekan kerja terjadi,
kau dan aku saling bertukar nomer untuk bisa lebih nyaman berkomunikasi lewat
chat dan membahas pekerjaan. Awalnya hanya itu niatku dan juga berteman, tapi
tanpa sadar semenjak komunikasi yang intens aku mulai bisa bercerita banyak hal
denganmu. Dari obrolan yang hanya saling flirting dan ngegombal tidak jelas
hingga ke pembicaraan yang lebih mendalam aku merasakan ada kecocokan disitu.
Boleh kukatakan, kamulah satu-satunya laki-laki yang mampu
kuajak berbagi pandangan tentang berbagai macam topik dan hal-hal yang sedang
terjadi. Aku dan kamu juga berbagi kesukaan masing-masing.
Si penyuka es krim bersuara indah dan pecinta Manchester
United yang begitu mencintai keluarganya dengan sepenuh hatinya. Aku dan kamu
berbagi rasa sakit yang sama, berbagi kehilangan yang sama. Saling memahami
satu sama lain. Obrolan kita di cafe kala itu terasa begitu singkat saking
banyaknya hal yang kita obrolkan. Terima kasih untuk traktiran es krimnya, aku
sungguh menikmatinya.
Mungkin kamu lupa bahwa dulu pernah berjanji untuk pergi
nonton bersama di Surabaya. Tapi tidak apa-apa jika kamu melupakannya karena
aku tidak ingin berharap lebih kala itu. Kamu juga menyemangatiku saat aku
gagal ujian cpns dan menghiburku. Aku masih ingat saat tengah malam kita saling
berbagi ketakutan kita masing-masing, memaknai kehilangan dengan gamblangnya. Kamulah
yang pertama mampu membuatku membuka sisiku itu.
Hei, apa kamu masih suka memotret? Aku suka feed instagram-mu dulu dengan berbagai quote meski sekarang tak kutemukan lagi fotomu disana. Kau tunjukkan momen bahagiamu dibalik lensa kameramu. Teruslah berbagi kebahagiaan.
Kupikir sejak kepindahanmu ke tempat kerja yang mana
tempatnya jauh lebih dekat dengan keluargamu dan pertemuan terakhir kita di
cafe saat itu adalah awal dari jarak antara kita berdua. Aku tidak ingin
menyalahkan hal itu, karena hubungan kita sepertinya hanya sebatas
"teman." Dan aku terlalu berekspektasi tinggi akan perasaan nyamanku
terhadapmu. Seharusnya aku sadar bahwa kita tidak akan pernah bisa, karena aku
sendiri tau bahwa tidak ada salah satu dari kita yang mampu berkorban.
Jarak itu semakin membentang seiring berjalannya waktu,
setiap kali aku melihat story-mu di sosial media ada perasaan menggelitik yang
mengganggu pikiranku.
Entah sudah berapa kali aku berusaha untuk menghubungimu
duluan melalui chat, namun pesan chat itu tak pernah sampai dan terkirim
padamu. Aku kecewa pada diriku sendiri. Aku merutuki kebodohanku karena aku
mengulangi kesalahan yang sama.
Lebaran tahun lalu untuk pertama kalinya kau mengirimkan
pesan setelah sekian lamanya. Perasaanku kala itu sungguh campur aduk, ada
bahagia yang membuncah disana. Dan kau masih mengingat janji kita, kupikir akan
ada harapan yang tersisa yang mampu kita capai bersama, namun segalanya tidak
berjalan baik. Kau hanya membaca pesan balasanku dan itu terakhir kalinya kau
mengirim pesan untukku.
Saat aku iseng membuka story di media sosial, kulihat foto
seorang perempuan cantik yang kau unggah di akunmu. Ditambah lagi kau menghapus
semua foto-fotomu di akun media sosial dan hanya menyisakan postingan baru
berupa sebuah foto unggahan perempuan yang sama di story sedang memamerkan
perhiasan indah yang tersemat di jari kiri manisnya bersama dengan ibumu.
Segalanya terasa buram bagiku setelah melihatnya, tanpa sadar aku membisukan
akunmu supaya aku tidak bisa melihat segala aktivitasmu di media sosial meski
kita saling mengikuti.
Aku ingin mengatakan terima kasih sudah pernah hadir sejenak
dalam hidupku, terima kasih sudah membuatku bisa melangkah maju dari bayangan
seseorang di masa lalu, terima kasih sudah bersedia memahami dan menghargai kehidupanku dan
duniaku, aku masih menunggu resensimu dari anime movie yang pernah aku berikan
padamu dulu.
Ahh.. Tapi yasudahlah, kudoakan kebahagiaanmu. Finally you've found your mrs. Right.
Melalui surat ini, aku ingin kamu tau bahwa kamu penah
menjadi tempat yang teristimewa untukku. Terima kasih sekali lagi dan salam
hangat untuk keluargamu yang tercinta disana, semoga sehat selalu.
Pamekasan, 14 Maret 2019
Farida Mutia .A