Identitas Buku
Judul Buku : Persona
Penulis : Fakhrisina Amalia
Penyunting : Tri Saputra Sakti
Desain Sampul : Orkha Creative
Tebal Halaman : 248 Halaman
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Sinopsis
Namanya Altair,
seperti salah satu bintang terang di rasi Aquila yang membentuk segitiga musim
panas. Azura mengenalnya di sekolah sebagai murid baru blasteran Jepang yang
kesulitan menyebut huruf L pada namanya sendiri.
Azura merasa
hidupnya yang berantakan perlahan membaik dengan kehadiran Altair. Keberadaan
Altair lambat laun membuat perasaan Azura terhadap kak Nara yang sudah lama
dipendam pun luntur.
Namun, saat dia
mulai jatuh cinta pada Altair, cowok itu justru menghilang tanpa kabar. Bukan
hanya kehilangan Altair, Azura juga harus menghadapi kenyataan bahwa
orangtuanya memiliki banyak rahasia, yang mulai terungkap satu demi satu. Dan
pada saat itu, Kak Nara-lah tempat Azura berlindung.
Ketika Azura merasa
kehidupannya mulai berjalan normal, Altair kembali lagi. Dan kali ini Azura
dihadapkan pada kenyataan untuk memilih antara Altair dan Kak Nara.
Ulasan.
Novel ini bercerita
tentang Azura, seorang anak SMA biasa-biasa saja yang penyendiri dan tidak
memiliki teman sama sekali selama hidupnya karena dia terbiasa menjaga jarak
dari kehidupan sosial. Tidak ada yang tau jika kehidupannya tidak biasa-biasa
saja saat berada di dalam rumah. Karena sering mendengar pertengkaran kedua
orang tuanya dan tidak tau bagaimana caranya meluapkan emosi dan perasaannya
akibat pertengkaran mereka akhirnya dia selalu memiliki kebiasaan untuk
melampiaskannya dengan cara menyayat lengan kirinya sendiri dengan cutter, maka
tak heran jika ada beberapa bekas sayatan di lengannya.
Kehidupan Azura
sedikit berubah saat dia berteman dengan Altair yang merupakan siswa baru di
sekolahnya. Meski awalnya Azura tidak menyambut baik kehadiran Altair, namun
lambat laun Azura merasa kehadiran Altair membuatnya merasa tidak sendirian
lagi, dia bahkan tidak menyayat lengannya lagi sejak bertemu Altair. Azura
sampai rela membuat bekal berlebih demi bisa membagikannya dengan Altair.
Altair menjanjikan bahwa dia akan selalu ada untuk Azura yang membuatnya
memberikan harapan pada kehidupannya yang berantakan. Kepada Altair-lah Azura
menceritakan seluruh keluh kesahnya, tentang keluarganya juga tentang Kak Nara,
kakak kelas yang selama setahun belakangan ini menjadi perhatiannya dan
membuatnya memiliki kebiasaan untuk melihatnya bermain sepak bola dari balik
kaca jendela perpustakaan saat jam istirahat.
Ketika Azura
memilih untuk bersama Altair setelah mengakui perasaannya sendiri, tiba-tiba
Altair menghilang. Dia tidak bisa dihubungi dan bahkan sekolah seolah merasa
tidak kehilangan sosok seorang Altair, Azura kembali kehilangan semangat
hidupnya. Namun seiring berjalannya waktu dia perlahan menata kehidupannya lagi
meski tidak dapat dipungkiri dia masih memikirkan sosok Altair. Menginjak
bangku kuliah Azura bertemu dengan Yara-- seorang perempuan enerjik jurusan
arsitektur yang pada akhirnya menjadi teman perempuan pertamanya sekaligus
sahabatnya. Kehidupan Azura perlahan semakin membaik setelah mengenal Yara,
ditambah lagi tanpa disangka Abang yang selama ini sering Yara ceritakan
ternyata adalah Kak Nara. Azura semakin dekat dengan Kak Nara juga dengan
seluruh keluarga Yara.
Hingga suatu ketika
Altair kembali di kehidupan Azura setelah sekian lama menghilang. Kembalinya
Altair membawa berbagai teka – teki yang membuat hidup Azura menjadi rumit.
++++
Sebenarnya gak
sengaja masuk list buku yang dibeli karena ngeliat review dari instagram hingga
akhirnya iseng buka Goodreads buat nyari tau lebih banyak tentang buku ini. Dan
setelah membelinya butuh waktu beberapa hari untuk bisa menyelesaikan buku ini,
entah kenapa. Hati saya ikutan tersayat saat melihat adegan Azura sang tokoh
utama dalam cerita yang menyayat lengan kirinya menggunakan cutter untuk
melampiaskan rasa sakit pada hatinya ketika kedua orangtuanya bertengkar.
Seolah saya sendiri juga ikut mengalami betapa perihnya rasa sakit yang dialami
oleh Azura.
“Rasa perih itu biasanya membantuku
menghilangkan semua rasa sesak yang muncul. Biasanya, rasa perih itu yang
kucari agar perasaan tidak menyenangkan di hatiku pindah. Itu yang bisa
kulakukan, memindahkan rasa sakit di hati menjadi rasa sakit yang lebih
nyata—menjadi rasa sakit fisik.” (hal. 14)
Awal cerita saya
merasa cerita Persona terkesan biasa-biasa saja, bahkan saya sempat berhenti
beberapa lama sebelum akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan baca. Saya sangat suka gaya bahasa
yang dbawakan oleh penulisannya meskipun ini buku pertama yang saya baca dari
penulis, penuturan yang disampaikan rinci dan terkesan luwes, dan alurnya yang rapi sampai
saya tidak sadar selama membaca bahwa terdapat plot twist didalamnya. Sebenarnya secara sadar
penulis sendiri memberikan beberapa petunjuk mengenai arah cerita yang akan dibawanya,
namun karena saya terlalu hanyut dalam cerita dan terlalu fokus dengan sudut
pandang dari sang tokoh utama saya melewatkan beberapa petunjuk tersebut. Tidak
terlihat plot cerita yang kosong karena semuanya sudah dijelaskan satu-persatu
dengan runtut dan tidak mengganggu jalannya cerita.
Saya merasa berkaca pada diri saya sendiri saat berkenalan dengan Azura,
si tokoh utama. Jujur saja saya pernah memiliki sesuatu hal yang sama dengan
Azura namun dalam tahap yang tidak berlebihan, makanya tidak mengherankan jika
ada beberapa hal yang mendasari kesamaan saya dengan tokoh utama. Saya suka
persahabatan antara Azura dan Nayara yang memiliki kepribadian bertolak
belakang dengannya, bahkan dalam keadaan seperti apapun Yara akan selalu
membuka tangannya lebar-lebar untuk Azura.
“Kata orang, seringkali kita
bersahabat dengan seseorang tanpa tahu kapan persahabatan itu dimulai. Tiba-tiba
sudah bersahabat, tiba-tiba sudah begitu dekat. Tapi saat menjabat tangan
Nayara hari itu, saat melihat senyumnya, dan binary-binar di sepasang matanya,
aku seolah mengalami momen klik. Saat itu aku seolah diberi keterampilan untuk
melihat masa depan, dan masa depan itu aku dan Nayara menjadi dua orang yang
bersahabat.” (hal. 132)
“karena sesuatu itu yang bikin
kamu ‘hidup’. Sesuatu yang bisa kamu sebut passion. Sesuatu yang bikin jiwa
kamu penuh, hati kamu penuh, yang selalu ada buat kamu kapanpun kamu mau. Aku kasih
tau ya, Azura. Passion itu kadang lebih powerful daripada cinta. Yah, mungkin
berlebihan, tapi seenggaknya passion nggak bakalan mengkhianati dan
meninggalkan kamu. Passion juga bakal bilang dia sudah nggak jatuh cinta sama
kamu lagi.” (hal. 136)
“Jangan menahan dirimu sendiri
untuk melakukan sesuatu karena aku atau siapapun, Azura-chan. Aku, bahkan
siapapun, tidak ada yang benar-benar akan bersamamu selamanya. Jadi jangan
berhenti melakukan sesuatu yang ingin kau lakukan hanya karena orang lain. Kau harus
hidup untuk dirimu sendiri. Jadi, saat aku pergi, atau saat orang lain pergi,
kau tidak akan merasa kehilangan dirimu sepenuhnya. Kau akan tetap berbahagia.”
(hal. 188)
Saya juga menyukai tokoh kak Nara yang pada awalnya seperti tokoh
pendukung namun seiring berjalannya cerita dia menjadi tokoh yang sangat
penting dan terlihat lebih matang dalam menyikapi segala hal. Terlebih dengan
segala hal pengorbanan yang telah dia lakukan demi Azura.
Sebenarnya ada banyak hal yang ingin saya bahas dalam buku ini, namun
mengingat akan menimbulkan banyak spoiler yang bertebaran s
Akhir kata, saya menikmati buku ini dan tentu saja penulis benar-benar
memberikan kesan yang bagus terhadap saya selaku pembaca yang tentu saja ingin
mencoba membaca karya-karya lain miliknya. Lima Bintang untuk buku yang kece
ini J
“Semua pasti berlalu. Suatu hari
nanti kau akan tiba pada suatu titik dimana kau akan bangga pada dirimu hari
ini, Azura-chan. Jadi kuatlah.” (Hal. 187)