Jumat, 31 Maret 2017

,

Perjalanan singkat ke Surabaya Seorang Diri

 Sebenarnya aku melakukan perjalanan ini dengan tujuan utama menonton “Sword Art Online Movie : Ordinal Scale” yang ditayangkan di CGV Cinema Marvell City. Jadi aku sudah mempersiapkan diri dari jauh hari jika memang benar movie yang ingin aku tonton akan tayang di Indonesia dan begitu aku mendengar beritanya tanpa pikir panjang aku langsung mengutarakan niatku untuk pergi menonton kepada Ibuku. Karena aku tinggal di Madura tepatnya di kabupaten Pamekasan dimana perjalanan ke Surabaya akan membutuhkan waktu sekitar 3-3 ½ jam dengan jalur darat Ibuku langsung menyuarakan keberatannya, pasalnya karena aku akan melakukan perjalanan tersebut seorang diri dan beliau khawatir. Singkatnya setelah pertimbangan panjang akhirnya ibuku memberikan izin padaku dengan syarat aku kesana dengan menggunakan jasa transportasi travel pulang pergi dari Surabaya kearah kost adekku yang terletak tak jauh dari kampus tempatnya kuliah di Universitas Pembangunan Nasional Surabaya dan aku menyanggupinya. Ini adalah perjalananku bersama adekku saja, berdua dan tanpa diketahui oleh saudara-saudara kami yang ada di Surabaya. Mohon maafkan karena keegoisanku sampai tidak mampir. 

Jadi aku pergi pada hari Minggu tanggal 26 Maret dan akan pulang keesokan paginya pada tanggal 27 Maret karena pada siang harinya aku harus masuk kerja. Dan akhirnya hari yang kutunggu tiba juga. Pukul 05.30 travel datang menjemputku dan aku duduk di kursi paling depan tepatnya disamping supir. Aku benar-benar berangkat menuju Surabaya pada pukul 06.45 karena harus menjemput beberapa penumpang lainnya. Ada suatu kejadian yang membuatku marah dan kesal yaitu saat aku mengetahui bahwa aku akan diantar paling terakhir, aku bukannya tidak mau mengerti kondisi tapi hal yang membuatku marah adalah karena supir travelnya malah mengantarkan penumpang dengan tujuan Waru Sidoarjo terlebih dahulu ketimbang aku, dan penumpang tujuan ke Terminal Purabaya yang akan melanjutkan perjalanannya ke Mojokerto naik bus dimana dia harus menunggu sejam lagi untuk bus tujuannya tersebut. Hell yeah, aku sudah bilang kalau aku sudah ada janji dan pak supirnya dengan cengengesannya malah bilang tidak bisa karena jika harus mengantarkanku terlebih dahulu dia harus melewati jalan yang memutar ditambah lagi penumpang lainnya yang terdiri dari para ibu-ibu dengan egoisnya malah mengamini pak sopirnya. Aku tambah kesal dan marah, namun seperti biasa aku tidak pernah bisa benar-benar menunjukkan emosiku dan menahannya sambil tak henti-hentinya berusaha menahan tangisku apalagi ditambah cuaca di Surabaya saat itu mendung. Lengkaplah sudah kekesalanku. Makasih pak sudah menghancurkan mood-ku yang sudah kubangun jauh-jauh hari.

Pada akhirnya aku sampai tepat saat adzan dhuhur berkumandang tepatnya pukul 11.45, oke rencanaku yang ingin menonton sebelum siang hancur total gara-gara pak supir travel yang sepertinya belum-hafal- benar-jalanan-Surabaya-karena-masih-menggunakan-jasa aplikasi-google-maps. Sebelum sampai ke kost adekku, pak supirnya berulang kali memohon maaf padaku dan aku sama sekali tak mengindahkannya bahkan melihat wajahnya pun aku tak sudi. Sorry to say, but you already pissed me off so you better get out of my way you f*cking bitch driver.

Sesampainya di kost adekku aku mengutarakan kekesalanku sambil nangis karena sedari tadi aku sudah menahannya dan adekku selalu bisa dengan caranya sendiri menenangkanku. Setelah sholat dhuhur dan sarapan yang digabung dengan makan siang aku dan adekku membicarakan transportasi apa yang akan kita pakai ke Marvell City tempat bioskop yang akan menayangkan SAO. Karena cuaca mendung dan juga ditambah gerimis serta hujan yang mulai turun akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan jasa transportasi online yaitu Grab Taxi dengan biaya sekitar Rp 24.000,-

Kami sampai sekitaran pukul 14.00 wib dan jadwal penayangan film SAO yang berdekatan adalah pukul 14.25 jadi kami bergegas mengantri untuk membeli tiket. Fyi, kami sempat tersesat karena tidak tau pintu masuk menuju bioskopnya. Bioskop di hari minggu seperti biasa ramai, kami memesan dua tiket. Satu untuk adekku yang ingin menonton Dear Nathan dan Satu untukku yang akan menonton Sword Art Online Movie : Ordinal Scale. Awalnya adekku ingin menemaniku untuk menonton SAO karena dia sudah mendapat mandat dari ibuku supaya terus menemaniku (read. Beliau takut aku tersesat dsb. Wkwk) tapi aku memaksanya untuk menonton film yang diinginkannya karena sejujurnya aku tidak tega jika dia yang sama sekali tidak mengerti apapun tentang anime harus ikutan menonton. Sebelum memasuki ruang nomer 7 tempat SAO akan ditayangkan adekku sudah mewanti-wanti buat gak salah duduk dan menyuruhku untuk melihat nomer tempat duduk dengan teliti karena ini pertama kalinya buatku menonton film seorang diri, biasanya kami menonton bersama keluarga dan tidak pernah pergi sendirian.


Aku duduk di tempat yang lumayan strategis karena tepat menghadap layar. Dan aku tidak menyangka ternyata banyak sekali orang-orang yang ingin menonton SAO mengingat SAO sendiri adalah Anime yang menurut kebanyakan orang itu diperuntukkan anak kecil. Hal yang paling mengganggu saat filmnya diputar adalah ada sebagian subtitle yang tidak bisa terbaca karena terhalang oleh seorang penonton yang kepalanya mencuat dari sandaran kursi, padahal sandaran kursi cukup tinggi, entah dia badannya bongsor atau memang cara duduknya yang aneh tapi jelas itu menggangguku. Aku sampai harus mengedepankan tubuhku supaya aku bisa membaca subtitle yang ada di depan. Film selesai pukul 16.30, dan yang membuatku kagum adalah kebanyakan para penonton tidak segera beranjak dari kursinya setelah film menunjukkan kredit. Intinya mereka sama sepertiku, menunggu setelah kredit film dengan diiringi lagu ed “Catching the Moment” yang dibawakan LiSA selesai dan menunjukkan epilog tersembunyi setelahnya. Ya, mereka sepertinya sudah dapat spoiler dari berbagai forum online sama sepertiku dan itu berarti mereka sudah pernah nonton SAO sebelumnya. Jika kalian bertanya bagaimana kesanku setelah menonton film yang sampai membuatku bela-belain datang ke Surabaya adalah AKU TIDAK MENYESAL. Karena filmnya bener-bener keren untuk seorang penggemar SAO sepertiku. Dan aku benar-benar sungguh berterima kasih sama SAO karena sudah memperbaiki mood-ku yang sedari tadi buruk sejak insiden supir travel sialan itu. Rasanya pengen nonton filmnya lagi. Sayangnya aku tidak bisa melampiaskan kesenanganku setelah nonton karena adekku yang notabene tidak menyukai anime tidak bisa menanggapiku dengan baik. Dia hanya mendengar apa yang aku bicarakan, seperti biasa. I wish Nii-san who worked far away from here watching SAO with me and we’ll have a very long chit chat after that.
                                                          

Setelah menonton kami pergi sholat ashar terlebih dahulu baru setelah itu memutuskan untuk keluar dari mall, namun niat itu urung dilakukan karena di luar hujan deras. Terpaksa kami masuk kembali dan berkeliling tidak jelas. Sedikit membosankan karena Marvell City sendiri termasuk mall yang entah kenapa tidak begitu banyak didatangi pengunjung, mungkin karena mall ini masih baru dan juga masih belum banyak stand-stand yang berdiri disana. Bahkan saat aku mengunjungi toko buku bernama “Karisma” yang ada disana terlihat kosong melompong tanpa didatangi pengunjung. Dan setelah kegabutan tidak jelas, kami memutuskan untuk meninggalkan Marvell City untuk pergi ke Tunjungan Plaza Mall Surabaya dengan menggunakan jasa angkutan online grab taxi. Biaya kesana sekitar Rp 16.000,- amat sangat murah dengan jarak tempuh kesana sekitaran 2 km lebih.

Kami sampai ke TP tepat saat waktu sholat maghrib, jadi kami pergi sholat terlebih dahulu sebelum melanjutkan cuci mata. Musholla yang terletak di lantai 5 parking area itu penuh sesak, wajar saja karena ini maghrib dan waktu sholatnya juga terbatas. Untungnya kami sudah menyimpan wudhu dan tidak perlu mengantri berwudhu lagi, jadi kami langsung melaksanakan sholat maghrib. Setelah sholat kami pergi ke stand cincau station untuk membeli minuman, sayangnya minuman yang aku pesan sudah habis dan aku menyerahkan semua keputusan pemesanannya pada adikku. Setelah itu kami pergi ke foodcourt yang sudah ramai dipenuhi pengunjung, kami sampai harus mencari tempat duduk kosong saking penuhnya. Untung saja ada tempat kosong saat aku melihat petugas kebersihan baru saja membersihkan tempat itu. Kami kelaparan tapi kami kebingungan harus makan apa, jadi kami tidak membeli makanan apapun dan malah memesan membeli jajanan ayam pok dengan lumeran keju diatasnya. Adekku suka sekali jajanan itu, begitupun juga aku. Sambil memakan jajanan kami berbicang tentang banyak hal, mulai dari keluarga teman hingga apapun itu. Bersama adekku aku selalu merasa nyaman dan tidak pernah kehilangan sedikitpun bahan pembicaraan.

Setelah menghabiskan jajanan dan minuman kami, kami memutuskan untuk sekedar berkeliling. Iya hanya berkeliling dan melihat-lihat tanpa membeli apapun. Di lantai dasar ternyata ada semacam pameran stand produk kosmetik, adekku yang sangat menyukai hal-hal semacam ini dengan senangnya langsung mengajakku pergi kesana. Aku mengikutinya dari belakang meski aku tidak begitu tertarik dengan hal yang seperti ini, dia melihat berbagai macam alat-alat kosmetik dari berbagai macam brand mulai dari Maybelline, Silky Girl, Body Shop, Wardah, La tulip, dsb. Dan aku entah kenapa-untuk pertama kalinya membeli lip tint dari la tulipe atas dasar rekomendasi adekku yang katanya cocok denganku. Adikku menyindirku karena ini pertama kalinya aku membeli kosmetik dengan uangku sendiri, karena sebelum-sebelumnya aku selalu mendapat hibah kosmetik dari adekku. Sedangkan adekku, dia juga ingin sekali membeli tapi menahan diri mengingat dia sudah punya berbagai macam lipstik di kostnya.

Setelah itu kami berjalan-jalan lagi, kami pergi ke berbagai macam outlet yang ada hanya untuk sekedar melihat-lihat, Kami bahkan mampir ke Gramedia untuk melihat-lihat buku bacaan yang ada dan berakhir tidak membeli apapun. Aku sempat kelaparan lagi dan membeli satu buah Roti Boy isi karena untuk dimakan bersama adekku. Puas berjalan-jalan kami memutuskan untuk pulang, namun karena ini waktunya jam pulang dan masih sibuk-sibuknya jadi tarif taksi online sempat melambung, kami menunggu lagi agak malam supaya bisa mendapat harga pas. Setelah melewati jam 22.00 kami memutuskan untuk mengambil taksi online Uber dengan tarif harga Rp 63.000,-

Salah satu hal yang menyenangkan adalah, supir taksinya sangat baik. Bahkan kami berbicara banyak hal dengan dia, termasuk lika liku jadi supir taksi online bahkan plus minusnya taksi online. Rasanya menyenangkan hingga tanpa sadar kami sudah sampai tujuan. Kami mengucapkan terima kasih kepada supir uber yang baik hati tersebut dan semoga beruntung bertemu dengan dia lagi.

Sampai di kost-nya adekku, kami beristirahat sejenak dan lanjut untuk mencari makan di warung pinggir jalan dekat kostnya. Kami memesan tahu telur pedas yang kata adekku enak dan sudah jadi langganannya. Dan memang benar tahu telurnya enak juga pedas serta porsinya banyak, adekku bahkan tidak sanggup menghabiskan hingga pada akhirnya aku membantu. Setelah kenyang, kami pergi ke mc donalds untuk order mc flurry, sudah lama sekali aku menginginkan ini dan akhirnya kesampaian juga. Kami memesannya melalui drive thru untuk dimakan di kost.

Setelah menghabiskan mcflurry, kami sholat isya dan tak lupa membersihkan muka sisa lelah sejak tadi siang. Niat awalnya aku tidak ingin tidur dikarenakan saat itu jam sudah menunjukkan lewat tengah malam dan travel yang akan menjemputku besok akan datang pukul 04.00 pagi, rasanya nanggung sekali untuk tidur. Namun pada akhirnya aku memutuskan tidur sejenak pada pukul 02.30 dini hari dan terbangun karena suara alarm pukul 03.30. setelah itu aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan muka, menggosok gigi, mengambil wudhu sambil menunggu subuh.

Pada pukul 04.00 travel yang menjemputku datang, aku sampai di pamekasan pukul 09.00 pagi. Jauh lebih cepat ketimbang dengan supir yang kemaren sempat membuat emosiku menggila dan berakhirlah perjalananku di Surabaya yang singkat ini, meski terasa singkat ada banyak hal yang membuat senang dan kesal seperti yang aku ceritakan panjang lebar di tulisan ini. Tapi setidaknya bisa menghabiskan waktu hanya berdua dengan adekku dan melakukan hal-hal yang kuinginkan rasanya menyenangkan.

Akhir kata, terima kasih sudah berkenan untuk membaca tulisan gajes ini bersamaku.
See you next post. xoxoxo


Farida Mutia Agustin

28/03/17


Continue reading Perjalanan singkat ke Surabaya Seorang Diri

Kamis, 23 Maret 2017

, ,

[RESENSI BUKU] Some Kind of Wonderful oleh Winna Efendi




Identitas Buku
Judul Buku        : Some Kind of Wonderful
Penulis                : Winna Efendi
Penyunting        : Hetih Rusli
Desain Sampul  : Sofiani
Tebal Halaman : 360 Halaman
Penerbit             : PT. Gramedia Pustaka Utama

Sinopsis
Liam Kendrick dan Rory Handitama memahami arti kehilangan. Liam pergi ke Sydney dengan dalih menggapai impian sebagai koki, walau alasan sebenarnya untuk menghindari cinta pertama yang bertepuk sebelah tangan. Di lain pihak, Rory sedang berusaha menata kehidupannya setelah suatu insiden membuatnya kehilangan orang-orang yang disayanginya, dan melepaskan impiannya sendiri sebagai pemusik.
Keduanya paham arti berduka, meski belum mengerti caranya. Kesedihan dan kesepian mendekatkan Liam dan Rory sampai akhirnya ada rasa lain yang menyusup. Saat perasaan sudah tak terelakkan, Liam dan Rory terjebak keraguan dan rasa lama masih terlalu kuat untuk dilupakan. Dapatkah dua orang yang pernah mencintai orang lain dengan segenap hati menyisakan ruang bagi satu sama lain?

Ulasan
Novel ini bercerita mengenai seorang Celebrity Chef terkenal di Sydney bernama asli William Sutjiawan a.k.a Liam Kendrick  yang melarikan diri dari tempat kelahirannya untuk mengejar impiannya sebagai koki dan juga cinta pertamanya sekaligus sahabat sejak kecilnya yang bernama Wendy yang akan segera melangsungkan pernikahan dengan adik tirinya sendiri bernama Willem Sutjiawan. Di satu sisi ada Aurora Handitama a.k.a Rory Nicholson yang memilih untuk menjalani hidupnya dengan selalu berduka dan menutup dirinya sendiri sejak kehilangan dua orang yang paling disayanginya di dunia ini yaitu Jay Nicholson dan Ruben Nicholson. Dia bahkan melupakan semua impiannya karena hal itu. Hidup Rory seolah hanya berjalan di satu tempat dan tidak memiliki tujuan hidupnya.
Liam pertama kali melihat Rory saat di studio Network Eleven--  tempat dia bekerja untuk mengisi acara memasak andalannya yang bernama Liam Cook, disana Rory bekerja sebagai salah satu pengisi acara tetap yang bertugas untuk menghibur anak-anak yang bertajuk FUN-TASTIC. Rory yang selalu menampilkan senyum dan tawa dihadapan anak-anak ternyata menyimpan luka di dalam hatinya dan hal itulah yang membuat Liam penasaran dengan sosok seorang Rory. Rasa penasaran itu membuatnya mengunjungi Rory di Klink—sebuah Kafe tepat Rory bekerja paruh waktu disana.
Karena suatu kejadian mereka saling mengenal dan menjadi teman, mereka bahkan melakukan perjalanan kuliner bersama-sama dan menikmati berbagai macam makanan. Lambat laun, Rory dan Liam mulai saling terbuka dengan kehidupan masing-masing di masa lalunya. Tentang kehilangan orang-orang yang sangat dan disukai bahkan bercerita mengenai hal yang tidak disukai dan disukai.
Mereka menjadi semakin dekat hingga tak sadar ada saling ketertarikan diantara keduanya. Namun masa lalu kembali mengikat keduanya dan ragu untuk menatap ke depan. Bagaimanakah kelanjutan kisah Liam dan Rory selanjutnya? Semuanya bisa dibaca di dalam novel ketiga belas Winna Efendi berjudul Some Kind of Wonderful

***

Untuk pertama kalinya aku membaca novel Winna Efendi dengan genre Metropop karena biasanya Winna selalu menampilkan genre novel khas remaja yang sarat akan makna. Namun kali ini berbeda, dan aku cukup menikmatinya. Seperti karya Winna sebelumnya tema yang diangkat dalam novel ini tentang Kehilangan, keluarga, dan bagaimana menemukan kembali namun konteksnya jauh lebih berat dan kelam. Gaya penulisannya masih khas Winna banget dan mudah dicerna seperti novel-novel karya sebelumnya. Setiap kata-kata yang disampaikan ngena dan tanpa maksud menggurui, dan juga yang paling penting quotable banget.

Dunia berada di bawah telapak kakimu. Semoga kau menjejakkan langkah pada setiap bagiannya, dan hidup dengan sebaik-baiknya.” (hal. 319)

“Semasa muda, kita punya kebebasan untuk memimpikan apa yang kita inginkan, tanpa batasan, tanpa alasan, tanpa macam-macam pertimbangan. Makanya kadang impian di masa kecil justru lebih jujur jika dibandingkan ambisi-ambisi kita setelah dewasa. Mereka merefleksikan apa yang benar-benar kita inginkan, dari lubuk yang paling dalam.” (hal. 316-317)

“Kekuatan bukan dilihat dari seberapa sedikit air mata yang diteteskan, atau dari seberapa banyak kau pernah merasa goyah. Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyuman mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan.” (hal. 303)

“Bisa bertemu dengan belahan jiwa dan menyadarinya itu adalah sebuah berkah. Tapi untuk mendapatkan kesempatan kedua setelah kehilangan semuanya adalah keajaiban. Nggak semua orang seberuntung itu.” (hal. 290)

Aku selalu suka deskripsi tempat yang dipaparkan oleh Winna, dia menggambarkan kota Sydney dengan rinci dan indah, juga yang membuatku kagum adalah penggunaan deskripsi tiap makanan dan jajanan yang ada di dalam novel, hei itu benar-benar bikin aku lapar dan ingin mencoba  memakannya. Winna juga menggunakan dua sudut pandang pertama yaitu dari Liam dan juga dari Rory dengan memberikan font yang berbeda sehingga kita bisa membedakan mana yang dari Liam POV dan Rory POV. Karakter-karakternya tidak semuanya lovable, aku menyukai Daphne dan Angelo serta Pasangan suami Istri pemilik Homey—Stan juga Julie yang menjadi tokoh pendukung namun memberikan andil yang penting untuk kemajuan cerita.
Dan Rory, at first I kinda hate her tapi lambat laun aku mengerti bagaimana rasanya kehilangan orang yang disayanginya. Jujur saja aku pernah berada dalam kondisi seperti dirinya namun tidak sampai seduka yang dialami. Aku juga sangat suka perkembangan dari tokoh utama dari yang benar terpuruk hingga mampu bangkit dan melangkah ke depan. Plotnya rapi hingga tidak ada yang terasa mengganjal yang perlu dijelaskan lagi.
Kekurangan dari novel ini adalah typo. Aku tidak tau apakah penggunaan “[-]” yang memisahkan kata merupakan salah satu EYD atau berada dalam KBBI, jika benar aku tidak mempermasalahkannya namun jika tidak itu cukup mengganggu. Aku menemui hal serupa dalam novel ini bahkan lebih dari lima kali. Aku memang mempermasalahkan Typo, aku bisa mentolerir adanya satu atau dua typo tapi kalau melebihi itu jujur saja aku tidak begitu menyukainya.
Dan, ada suatu paragraf dalam cerita yang membuatku gagal paham maksudnya atau memang aku sendiri yang gak ngerti....

“Ketika meninggalkan gedung apartemen itu, aku melihat tirai jendela unit nomer enam di lantai delapan tersibak sedikit, dengan siluet seseorang di baliknya. Tak lama kemudian, lampunya berubah gelap. Aku berlalu dengan senyum di wajahku.” (Hal.181)

Rada parno juga baca bagian itu meski aku sendiri gak mau bayangin yang tidak-tidak.  Hahaha *abaikan
Akhir kata, terlepas dari ke-typo-annya yang mengurangi keindahan di dalam novel ini ada banyak hal yang bisa dipetik dari kisah Rory dan Liam, penyesalan terkadang datangnya selalu terlambat namun kita masih punya banyak kesempatan untuk memperbaikinya. Empat bintang untuk novel Kak Winna yang kece ini J


Keluarga tidak hanya terdiri atas orang-orang yang sedarah, Liam. Orang yang menganggap satu sama lain keluarga pun memilikinya.” (Hal. 218)



Continue reading [RESENSI BUKU] Some Kind of Wonderful oleh Winna Efendi

Minggu, 12 Maret 2017

,

[Catatan] Kisah Sepotong Hati yang Patah



Kusebut dia adalah seseorang yang pertama kali mengajarkan padaku bahwa cinta bisa begitu menyenangkan dan menyedihkan di saat yang bersamaan. Dia yang datang padaku, mengulurkan tangannya padaku disaat kesendirian selalu menjadi teman setiaku. Dia memberikan senyuman dan kepercayaan diri yang sedari dulu kutelan habis hingga tak bersisa. Dia yang melihatku tanpa memandang aku sebagai sesosok yang menyedihkan. Dia adalah awal tak dari segala suka dan lukaku.

Aku berusaha percaya bahwa cinta tidak seburuk tangisan teman-temanku yang hatinya patah dan terluka, bahwa cinta bisa saja tak pernah memandangmu serupawan apa dirimu saat itu. Bahwa setiap perhatian yang ditujukan untukku adalah sebuah ketulusan yang membuatku ingin selalu merasakan kenyamananmu tanpa akhir. Namun aku terlalu tenggelam pada keraguan-raguanku, pada rasa takutku, pada egoku hingga pada akhirnya dia memilih menyerah dan pergi secara perlahan tanpa memberikan alasan.

Aku tersentak, penyesalanku tak akan pernah merubah apapun. Aku ingin bertanya alasan atas kepergiannya, namun bibirku terasa kelu untuk berbicara. Berulang kali aku melewatkan berbagai macam kesempatan saat bersamanya, berulang kali juga aku menyesal kenapa aku tak bisa mengutarakannya. Padahal ada begitu banyak kata yang telah kurangkai dalam otakku, namun tetap saja tak pernah ada satupun kata yang keluar. Aku hanya menunduk di hadapannya, memainkan kata-kata dalam pikiran hingga bungkam pada akhirnya menjadi pilihanku atas dasar terlalu takut mendengar jawabannya.

Aku lalu menyadari bahwa perasaanku sudah terlanjur jatuh begitu dalam kepadanya. Aku seorang diri, hanya ditemani suara isakan tangis yang tertahan dari dalam kamar gelap karena merindukannya. Aku hanya bisa meratapi kebodohanku sendiri, penyesalanku sendiri, hingga lelah dan tertidur.

Kupandangi dirimu dari jarak pandang jauh, punggungmu yang dipeluk oleh perempuan lain dari belakang saat kau dan dia sedang berboncengan. Kubaca setiap kata romantis kalian dari media sosial yang membuatku semakin merasakan sakit yang tak berkesudahan.

Sudah ada begitu banyak kisah yang diutarakan padaku mengenai dirimu dari teman-temanku. Namun hatiku tetap bergeming, masih dengan kamu dan perasaanku. Kuakui bahwa terkadang aku membenci perlakuanmu terhadapku, aku benci betapa cepatnya kamu maju melangkah sedangkan aku masih tertatih bersama dengan kenangan yang kau buat untuk pertama kalinya padaku. Kusadar bahwa perlakuanmu bukan sepenuhnya salahmu, ini juga salahku.

Tolong maafkan aku yang masih egois menyukaimu hingga waktu berganti dan memisahkan kita sedemikian rupa. Tolong maafkan aku karena masih menyimpan begitu banyak kenangan kebersamaan kita dan membiarkannya terbuka hingga kini. Tolong maafkan aku yang masih saja ingin tahu kabarmu dari teman-temanku.

Suatu ketika menjelang kelulusanku ada suatu tekad yang muncul di dalam diriku, aku ingin mengutarakannya padamu di hari kelahiranmu yang ke-23. Sudah sekian lama kita tidak pernah dipertemukan sejak kau memilih untuk pergi. Aku mengirimimu sebuah surat pribadi di akun media sosialmu, yang berisi mengenai perasaanku yang selama ini kupendam dan alasan kepergiannya. Berhari-hari aku menunggu balasannya sampai suatu ketika kamu membalasnya. Aku hanya bisa menangis setelah membacanya, ada perasaan lega namun tak sepenuhnya lega. “Jika memang aku terlalu baik untukmu kenapa kau malah pergi dan tidak menetap? Apakah kamu masih belum cukup baik untukku?” Tapi setidaknya ini bisa mengurangi sedikit bebanku yang selama ini kutanggung seorang diri.

Sejujurnya, setelah waktu berganti aku berhasil menekan perasaanku terhadapmu semenjak saat itu. Namun aku masih belum berhasil menyembuhkan lukamu begitu saja. Luka itu belum mengering hingga kini. Aku berusaha untuk membuka hatiku perlahan pada laki-laki lain, tetapi pada akhirnya semuanya berujung pada dirimu yang masih belum kulupakan sepenuhnya.

Hingga suatu ketika kudengar kabar dirimu yang akan bersanding dengan seorang wanita pilihanmu di pelaminan. Seketika hatiku mencelos, luka itu kembali, rasa sakit itu datang lagi. Kau akan berbahagia sedangkan aku masih diam di tempat yang sama. Ini salahku, bukan salahmu.

Kumohon, untuk dirimu yang selama ini masih mendiami hati yang kuletakkan di dasar tak berujung… berbahagialah.

Kau pantas mendapatkannya, dia pantas mendapatkanmu. Urusan lukaku biarlah aku yang menanggungnya seperti biasanya.



Tolong doakan diriku juga, yang berharap kebahagiaanku akan segera datang menyusulmu. Terima kasih untuk segala yang telah kau berikan untukku, terima kasih telah menjadi pelajaran hidup pertamaku akan mencintai dan meninggalkan.


15/02/17
13.33 WIB

Farida Mutia Agustin

Continue reading [Catatan] Kisah Sepotong Hati yang Patah